Anda masih ingat dengan kasus Starbuck dan Starpreya? ini adalah salah satu contoh bahaya jika kita tidak memiliki kesadaran akan branding. Sedikit mengulas kejadian beberapa tahun silam.Â
Ini adalah sebuah sengketa branding perusahaan antara starbuck dan starprayer. Keduanya adalah perusahaan yang terjun dalam bidang yang sama yakni penjualan kopi.Â
Keduanya memiliki merek dagang yang sama dan terlihat ada kesamaan logo. Maka dari itu pihak starbuck sempat menggugat ke pengadilan. "Merek dagang Starbucks dan Elpreya berbeda dalam penampilan dan nama,"menemukan pengadilan. "Kami juga tidak bisa menilai bahwa Starbucks adalah merek dagang terkenal di rumah sebelum Elpreya merilis merek dagang terdaftar ke pasar."
Dalam contoh kasus seperti ini, maka siapa yang akan disalahkan?Â
Mungkin ada baiknya kita sebagai desainer lebih mementingkan branding awareness atau kesadaran akan branding untuk mendapatkan citra yang lebih baik dari publik.Â
Contoh ini bisa dijadikan sebuah pengalaman bagi kita semua terutama para desainer grafis yang sedang mencari jati diri. Hal ini dapat membuat kita semakin sadar bahwa karya orisinil yang murni dari hati adalah yang terbaik, bagi mereka konsumen hanyak akan menilai dari beberapa sudut pandang.
Repos keadaan yang dialami oleh Azhima SEO (salah satu penyedia layanan pemasaran digital) pada pekan lalu membuat saya semakin berpikir bagaimana mereka (desainer grafis) bekerja untuk dia (pemesan) bukan untuk karya (hasil desain).
 Di saat kita mengikuti lomba desain, apa yang pertama hendak anda pikirkan? jawabnya mungkin "hadiah". Tapi apakah ini tujuan kita membuat sebuah desain? Sebagai seorang desainer grafis yang masih pemula, saya coba memperhatikan apa yang hendak mereka lakukan dengan pemikiran itu.
Kesamaan logo pada setiap hasil desain itu wajar, menurut saya. Tapi tidak dengan persamaan makna, bentuk, warna, dan ukuran. Kasus yang menimpa salah satu rekan grafis kita adalah membuat logo i-Radio yang konon katanya mirip dengan logo Glaad.Â
Lalu dimana masalahnya?
Mungkin apabila dilihat dari kemasan dan segi penyajian, logo ini tampak berbeda dengan maksud dan tujuan yang berbeda. Apabila kedua logo ini di simpan berdekaran dan melihat lagi komponen desain grafis didalamnya, hampir 90% sama.Â
Ada beberapa perbedaan dari warna dan penempatannya saja. Unsur desain grafis didalamnya memiliki kesamaan yang tak bisa dilihat perbedaannya, mulai dari garis dan lengkungannya pun hampir tidak ada perbedaan. Mungkin inilah yang kita butuhkan agar selalu memiliki kesadaran akan branding.
Mengingat kasus di atas, saya pernah mengalami kasus serupa dalam pembuatan logo, tepatnya waktu membuat logo salah satu perusahaan. D****tech adalah sebuah web developer di Indonesia yang menginginkan sebuah logo yang memiliki unsur yin dan yang dalam logonya, harus ada sebuah lengkungan dimana keterkaitan antara garis yang satu dengan yang lainnya dapat menggambarkan logo tersembunyi didalamnya.Â
Setelah saya membuatnya, pihak perusahaan pun mengeluh karena logonya sama dengan salah satu logo terkemuka, yaitu debian. Mari kita lihat bersama :
Apabila melihat dengan kacamata desain, logo ini bisa disebut sama, kenapa? karena konsep dan jenisnya yang hampir sama. Tapi tidak mutlak ini sama atau bisa disebut plagiat, kenapa? karena masing-masing desainernya memiliki keterampilan tangan yang berbeda, pada saat mendapatkan brief dari klien , masing-masing desainer mengerjakannya dengan apa yang mereka miliki, bukan apa yang mereka kehendaki.Â
Intinya, jangan memaksakan kehendak ketika meluangkan imajinasi dalam sebuah karya desain, karena kembali lagi setiap desainer grafis memiliki sentuhan tangan yang berbeda.
Namun karena kesadaran akan branding yang dimiliki oleh CEO perusahaan ini, ia memutuskan untuk tidak menggunakan logo ini. Saya pun mengalami berbagai kesulitan karena harus selalu revisi, tapi hal ini menjadikan kita lebih peka terhadap apa yang ada di sekitar.
Sekali lagi saya ingatkan, tidak akan pernah sama ketika sentuhan tangan seorang desainer grafis yang di salurkan terhadap sebuah media grafis, walaupun hanya titik, pasti ada bedanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H