Ada beberapa perbedaan dari warna dan penempatannya saja. Unsur desain grafis didalamnya memiliki kesamaan yang tak bisa dilihat perbedaannya, mulai dari garis dan lengkungannya pun hampir tidak ada perbedaan. Mungkin inilah yang kita butuhkan agar selalu memiliki kesadaran akan branding.
Mengingat kasus di atas, saya pernah mengalami kasus serupa dalam pembuatan logo, tepatnya waktu membuat logo salah satu perusahaan. D****tech adalah sebuah web developer di Indonesia yang menginginkan sebuah logo yang memiliki unsur yin dan yang dalam logonya, harus ada sebuah lengkungan dimana keterkaitan antara garis yang satu dengan yang lainnya dapat menggambarkan logo tersembunyi didalamnya.Â
Setelah saya membuatnya, pihak perusahaan pun mengeluh karena logonya sama dengan salah satu logo terkemuka, yaitu debian. Mari kita lihat bersama :
Apabila melihat dengan kacamata desain, logo ini bisa disebut sama, kenapa? karena konsep dan jenisnya yang hampir sama. Tapi tidak mutlak ini sama atau bisa disebut plagiat, kenapa? karena masing-masing desainernya memiliki keterampilan tangan yang berbeda, pada saat mendapatkan brief dari klien , masing-masing desainer mengerjakannya dengan apa yang mereka miliki, bukan apa yang mereka kehendaki.Â
Intinya, jangan memaksakan kehendak ketika meluangkan imajinasi dalam sebuah karya desain, karena kembali lagi setiap desainer grafis memiliki sentuhan tangan yang berbeda.
Namun karena kesadaran akan branding yang dimiliki oleh CEO perusahaan ini, ia memutuskan untuk tidak menggunakan logo ini. Saya pun mengalami berbagai kesulitan karena harus selalu revisi, tapi hal ini menjadikan kita lebih peka terhadap apa yang ada di sekitar.
Sekali lagi saya ingatkan, tidak akan pernah sama ketika sentuhan tangan seorang desainer grafis yang di salurkan terhadap sebuah media grafis, walaupun hanya titik, pasti ada bedanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H