Mohon tunggu...
Rial Roja
Rial Roja Mohon Tunggu... Editor - Digital Marketing/Content Writer

Mari berbagi cerita dan inspirasi!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Budaya Nongkrong: Simbol Kesejahteraan atau Kebiasaan Boros?

22 November 2024   12:33 Diperbarui: 22 November 2024   12:40 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Tiga Wanita Sedang Bercanda di Kafe. (Sumber: Freepik/thirachardz)

Praktik sosial nongkrong di Indonesia sudah menjadi bagian penting dari gaya hidup, khususnya di kalangan anak muda. Hal ini sering kali melibatkan pertemuan dengan teman di kafe, kedai kopi, atau bahkan di jalan, dan ini lebih dari sekadar hobi sederhana. Beberapa orang melihatnya sebagai simbol kemajuan dan kekayaan, sementara yang lain mengkritiknya sebagai kebiasaan yang sia-sia. Namun apakah nongkrong itu benar-benar hanya sekedar menghabiskan uang? Atau mungkinkah ada manfaat yang belum kita sadari sepenuhnya?

Nongkrong sebagai Simbol Kesejahteraan

Selama sepuluh tahun terakhir, penafsiran nongkrong telah berkembang. Apa yang tadinya dianggap sebagai tanda kemalasan kini kerap dianggap sebagai bagian dari gaya hidup modern, terutama di kalangan kelas menengah. Maraknya kafe-kafe yang menarik secara visual, konsep tempat makan yang inovatif, dan ruang co-working menunjukkan bahwa bersosialisasi telah berubah menjadi cara untuk menunjukkan pencapaian ekonomi seseorang.

Banyak orang yang merasa menghabiskan waktu di tempat-tempat tersebut menambah rasa gengsinya. Individu yang mampu bepergian dan mengeluarkan uang seringkali dianggap memiliki kemampuan finansial untuk menikmati hidup. Selain itu, dengan maraknya media sosial, bersosialisasi telah berkembang menjadi metode untuk menunjukkan kekayaan seseorang kepada orang lain. Dalam hal ini, nongkrong tentu bisa melambangkan kesejahteraan finansial dan sosial.

Kebiasaan Boros atau Investasi Sosial?

Namun, banyak kritikus yang memandang budaya hangout sebagai bentuk pemborosan. Secangkir kopi bisa berharga puluhan ribu rupiah, dan jika ditambah dengan makanan dan pengeluaran lainnya, nongkrong bisa menjadi beban finansial yang sangat besar jika dilakukan terlalu sering. Apalagi jika motivasinya untuk mengikuti tren atau karena "fear of missing out" (FOMO), kebiasaan ini lama kelamaan bisa merugikan keuangan Anda.

Alternatifnya, menghabiskan waktu bersama orang lain bisa menjadi investasi sosial yang cerdas. Interaksi santai dengan teman, rekan kerja, atau kenalan baru sering kali menghasilkan momen networking yang signifikan. Di kedai kopi, ide-ide hebat bisa terbentuk, lowongan pekerjaan bisa ditemukan, dan hubungan baru bisa berkembang. Oleh karena itu, nongkrong bukan sekadar menghabiskan uang; ini juga tentang membina hubungan yang dapat menghasilkan manfaat di masa depan.

Perspektif Budaya dan Psikologis

Jika dilihat dari sudut pandang budaya, arisan dapat dilihat sebagai representasi dari sifat komunal masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan yang kuat untuk berkumpul dan berbagi pengalaman, dan bersosialisasi merupakan wujud modern dari praktik ini. Dulu, masyarakat berkumpul di pos jaga atau di rumah teman, namun kini fokusnya beralih ke kafe dan restoran. Jadi, bersosialisasi bukanlah sebuah konsep baru; itu baru saja berkembang dalam hal bentuk dan lokasi.

Dari sudut pandang psikologis, bergaul dengan orang lain merupakan hal yang cukup penting. Dalam menghadapi tantangan kehidupan modern, hal ini dapat menjadi sarana untuk menghilangkan stres, mendapatkan dukungan emosional, atau sekadar mengisi ulang tenaga. Penelitian menunjukkan bahwa menjaga ikatan sosial yang sehat dapat meningkatkan kebahagiaan dan kesehatan mental. Oleh karena itu, jika dilakukan dengan hati-hati, bersosialisasi bisa menjadi aktivitas yang bermanfaat bagi kesehatan mental Anda.

Bagaimana Menyeimbangkan Nongkrong dengan Kehidupan?

Keseimbangan adalah bahan rahasianya. Menghabiskan waktu bersama teman bukanlah hal yang buruk, namun penting untuk dilakukan dengan bijak agar tidak berkembangnya kebiasaan negatif. Pertimbangkan untuk menyisihkan anggaran khusus untuk hangout Anda guna mencegah pengeluaran berlebihan. Selain itu, pilih lokasi yang sesuai dengan situasi keuangan Anda dan tekankan pentingnya hubungan dibandingkan konsumerisme.

Alternatifnya, jika hangout Anda ditujukan untuk kepentingan profesional atau membangun jaringan, hal ini dapat dianggap sebagai investasi yang berharga. Pastikan saja bahwa aktivitas ini benar-benar meningkatkan pengalaman Anda dan bukan hanya tentang mengikuti orang banyak atau mendapatkan penerimaan sosial.

Kesimpulan: Simbol atau Kebiasaan?

Mensosialisasikan budaya adalah topik yang beragam dan penafsiran kita bisa sangat berbeda. Bagi sebagian orang, hal ini adalah representasi kehidupan yang memuaskan, menonjolkan kegembiraan saat bersantai. Orang lain mungkin menganggapnya sebagai kebiasaan berlebihan yang tidak memberikan banyak manfaat. Namun, dengan sudut pandang yang tepat, nongkrong bisa menjadi aktivitas yang menyenangkan dan produktif.

Mengapa membatasi nongkrong hanya pada salah satu dari dua ekstrem saja? Mari jadikan kegiatan ini bermakna! Pendekatan ini dapat mengubah rehat kopi sederhana menjadi peluang besar untuk bertumbuh, belajar, dan terhubung dengan orang lain di sekitar kita.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun