Mohon tunggu...
Rial Roja
Rial Roja Mohon Tunggu... Editor - Digital Marketing/Content Writer

Mari berbagi cerita dan inspirasi!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Krisis Perkawinan, Mengapa Lebih Banyak Orang Memilih Hidup Sendiri di Era Modern?

14 November 2024   20:02 Diperbarui: 15 November 2024   09:32 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi Pernikahan. (Sumber Illustrasi: Pixabay)

Dulunya dianggap sebagai langkah penting dalam hidup, namun saat ini pernikahan lebih dilihat sebagai pilihan yang bisa dipertimbangkan kembali atau bahkan dihindari. 

Seiring berkembangnya masyarakat, banyak orang memilih untuk hidup membujang daripada menikah. Pergeseran ini terjadi secara global, dan Indonesia pun demikian. Masyarakat semakin mempertanyakan relevansi pernikahan di dunia saat ini, terutama mengingat berbagai tantangan dan perubahan sosial yang kita hadapi. Krisis perkawinan tidak hanya disebabkan oleh meningkatnya angka perceraian; hal ini juga mencakup perubahan pandangan hidup, nilai-nilai keluarga, dan kompleksitas interaksi sosial.

Mengapa Perkawinan Tidak Lagi Menjadi Prioritas?

Salah satu alasan utama di balik meningkatnya tren individu yang hidup sendiri adalah perubahan sikap terhadap pernikahan. Dahulu, pernikahan sering dianggap sebagai pencapaian hidup yang penting. Saat ini, dengan banyaknya pilihan hidup yang tersedia, banyak orang merasa tidak perlu menikah untuk merasakan kebahagiaan atau kepuasan. 

Seiring berjalannya waktu, kebebasan pribadi menjadi semakin penting, dan ketergantungan pada pasangan demi kebahagiaan seseorang kini sering dipandang sebagai tanggung jawab, bukan keuntungan.

Dampak media sosial terhadap pandangan masyarakat mengenai pernikahan cukup besar. Potret kehidupan sempurna yang sering dibagikan bisa menimbulkan persepsi negatif. Banyak orang yang merasa pernikahannya jauh dari ideal yang mereka bayangkan. Diskusi terbuka tentang perselisihan perkawinan, ketidakbahagiaan, dan perselingkuhan secara online dapat menimbulkan keraguan dalam membuat komitmen yang tampaknya penuh risiko.

Kemerdekaan Finansial dan Karier

Mengejar kemandirian finansial dan ambisi karier memainkan peran penting dalam keputusan untuk tidak menikah. Generasi muda, khususnya di perkotaan kini semakin sadar akan pentingnya kemandirian finansial. 

Di masa lalu, pernikahan sering kali dipandang sebagai jalan menuju stabilitas ekonomi, di mana pasangan akan saling mendukung dalam urusan keuangan dan kehidupan sehari-hari. Saat ini, banyak orang memilih untuk memprioritaskan kehidupan profesional dan pencapaian pribadinya dibandingkan pernikahan.

Semakin banyak perempuan yang memutuskan untuk tetap melajang, karena mereka memilih untuk tidak dibatasi oleh peran tradisional yang sering ditemukan dalam pernikahan. Banyak orang beranggapan bahwa pernikahan dapat menghambat perkembangan pribadi dan profesionalnya. Dengan merangkul kemandirian dan berusaha, mereka merasa lebih berdaya dan puas menjalani hidup tanpa tekanan masyarakat untuk menikah.

Realitas Pernikahan: Ketidakpastian dan Komitmen

Di era saat ini, pernikahan seringkali dipandang sebagai sebuah ikatan yang kurang aman dan abadi. Dalam beberapa dekade terakhir banyak negara, termasuk Indonesia, mengalami peningkatan angka perceraian. 

Kompleksitas kehidupan berumah tangga, yang seringkali diwarnai dengan konflik, perbedaan jalan hidup, atau ketidakcocokan pribadi, membuat banyak orang mempertanyakan apakah pernikahan benar-benar mendatangkan kebahagiaan. Bahkan ada yang menganggap pernikahan lebih banyak tantangannya dibandingkan manfaatnya, sehingga akhirnya memilih hidup sendiri.

Tampaknya banyak orang menganggap pernikahan telah kehilangan keajaibannya dibandingkan dengan narasi romantis yang kita alami saat tumbuh dewasa. Komitmen yang diperlukan untuk pernikahan yang langgeng bisa terasa menakutkan, terutama ketika kita melihat begitu banyak orang di sekitar kita bergumul dengan hubungan mereka. Kesulitan dalam berkomunikasi, menjaga keintiman, dan mendamaikan cara pandang hidup yang berbeda semakin meningkat, menyebabkan sebagian orang memilih cara hidup yang lebih mandiri untuk menghindari permasalahan tersebut.

Perubahan Sosial dan Nilai Keluarga

Selain keadaan pribadi, perubahan sosial juga menjadi faktor kunci krisis pernikahan. Nilai-nilai tradisional kekeluargaan yang dulu mendominasi kini semakin melemah seiring kemajuan masyarakat. 

Dengan meningkatnya pendidikan, akses yang lebih mudah terhadap informasi, dan sikap yang lebih progresif terhadap gender dan peran sosial, banyak orang tidak lagi merasakan tekanan untuk menikah. Faktanya, semakin banyak orang yang percaya bahwa keluarga bahagia bisa diraih tanpa harus menikah secara resmi.

Situasi ini terkait dengan pergeseran sikap terhadap memiliki anak. Di masa lalu, membesarkan anak dipandang sebagai komponen penting dalam pernikahan yang sah, namun saat ini, banyak pasangan memilih untuk tidak memiliki anak atau menjalin hubungan yang lebih fleksibel tanpa komitmen formal. Perubahan ini menghasilkan pemahaman yang lebih beragam tentang keluarga, dan pernikahan hanya menjadi salah satu pilihan untuk menciptakan sebuah keluarga.

Kesimpulan: Hidup Sendiri Bukanlah Kekosongan

Pilihan untuk tidak menikah atau hidup mandiri dalam masyarakat saat ini bukanlah suatu tanda kegagalan atau ketidakmampuan untuk menjalin hubungan yang sehat. 

Di sisi lain, banyak orang yang senang dengan keputusan ini, mencari kebebasan pribadi, pengembangan diri, dan kesuksesan karier. Tren ini mencerminkan perubahan nilai-nilai sosial yang lebih luas yang semakin mendukung kemandirian dalam banyak aspek kehidupan, termasuk kesejahteraan finansial, sosial, dan emosional.

Krisis pernikahan saat ini, selain menunjukkan tantangan dalam institusi pernikahan, juga memungkinkan kita untuk merefleksikan bagaimana kita mendefinisikan hubungan dan kebahagiaan dalam masyarakat kita. Memilih menikah atau hidup mandiri merupakan pilihan pribadi yang patut dihormati, karena kebahagiaan sejati sering kali datang dari rasa nyaman dengan diri sendiri dan bukan dari komitmen formal. 

Di dunia sekarang ini, kebahagiaan bukan sekadar hak istimewa yang dimiliki pasangan menikah; itu juga tersedia bagi mereka yang memutuskan untuk menjalani hidup sesuai dengan preferensi mereka sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun