Mohon tunggu...
Mh Firdaus
Mh Firdaus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Penulis dan Traveler amatir. Menggali pengetahuan dari pengalaman terus membaginya agar bermanfaat bagi banyak khalayak..

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Marano, Desa di Atas Awan nan Indah

31 Juli 2023   12:26 Diperbarui: 1 Agustus 2023   19:43 1158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalanan sempit, menanjak, dan jurang di kiri-kanan mengiringi akses ke Marano (dok. pribadi)

Deretan rumah warga seperti tempat tinggal burung dara di alam bebas (dok. pribadi)
Deretan rumah warga seperti tempat tinggal burung dara di alam bebas (dok. pribadi)

Saat malam hari, sambil santai saya ngobrol dengannya sejarah kehidupannya hingga berhasil mengelola berbagai tanaman hotikultura di Marano. Dengan nada tersedak -- pertanda emosional -- ia berkisah detail bagaimana awal mula hingga sampai ke sini.

Kisah bermula tahun 2007. Ia mendengar khabar ada program transmigrasi di wilayah Mamuju. Kala itu ia baru pulang dari daerah transmigrasi di kab. Nunukan, Kalimantan Utara. Dengan berbagai pertimbangan, ia menjual rumah di Nunukan dan pulang kampung, di Makasar, Sulawesi Selatan. Jiwa perantaunya bergejolak dan ia putuskan ke Mamuju sebagai wilayah transmigran.

Dengan bus dari Makasar, ia berangkat dan turun di Tasiu -- daerah persimpangan di Masjid kel Bebanga. Setelah dalat informasi dari warga, ia naik motor hingga jembatan dan berjalan kaki sekitar 2 km ke UPT Marano. Di sana sepi dan lenggang. Letak rumah berjauhan satu dengan lainnya. Salah satunya, tertera tulisan di depan pintu, "Dijual rumah siap huni dan pekarangnnya, hb no hp...".

Dalam benaknya, mumpung masih sepi dan feelingnya mengatakan bahwa tanahnya subur dan cocok bagi berbagai tanaman. Ia pun menghubungi no hp dan bernegosiasi harganya. 

Singkat cerita, ia membeli rumah dan pekarangan yang sepi dengan dicicil. Dengan sisa uang hasil penjualan tanah di Nunukan, Ia pergunakan sebagai uang muka. Sisanya ia lunasi dari hasil menanam cabe.

Potret salah satu rumah transmigran yang ditinggal penghuninya (dok.pribadi)
Potret salah satu rumah transmigran yang ditinggal penghuninya (dok.pribadi)

Sambil menerawang ke hutan yang gelap di depannya, ia berujar bahwa tak ada rumah di samping kiri dan kanan. Hanya satu bangunan jauh 200 an meter dari rumahnya. Darinya ia meminjam golok untuk menebang alang-alang, dan membersihkan tananam di depan rumah. Awalnya ia menanam cabe yang diangkat sendiri dan jual ke pasar di Tasiu.

Singkatnya, dari cabe ia perlahan membudidayakan apa saja yang ada di Marano. Dalam hatinya kala itu berkata, tidak mungkin tanaman mati di lahan ketinggian. Buktinya banyak tanaman subur, hujan turun berkala, dan berbagai binatang berkeliaran hidup di sana. Berbagai upaya ia coba dalam pertanian. Segala macana jenis bibit ia tanam dengan berbagai ramuan pupuk. Bertanya ke penyuluh dari dinas dan informasi medos, hingga menemukan ramuan sendiri. 

Hasilnya, sekitar rumahnya tumbuh: Kentang, Durian, Alpukat, Cherry, Markisa, Nanas, dsb. Ia juga kini memiliki sarang burung wallet, bebek, ayam. Luas tanahnya makin melebar dengan membeli pekarangan sekitar perlahan. Istri dan anaknya yang berkeluarga menempati rumah yang dibangun beberapa meter dari rumahnya.

Laju ekonominya makin kencang karena kehadiran tanaman Nilam yang menghasilkan minyak, yang awalnya dikembangkan seorang babinsa. Dengan bantuan perusahaan yang membeli minyak dari petani lokasl, ekonomi dan warga lain perlahan berkembang baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun