Mohon tunggu...
Mh Firdaus
Mh Firdaus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Penulis dan Traveler amatir. Menggali pengetahuan dari pengalaman terus membaginya agar bermanfaat bagi banyak khalayak..

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Laikang, Pesisir Utara Sulawesi Selatan yang Kaya Lobster

2 Juni 2023   16:26 Diperbarui: 4 Juni 2023   19:29 969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jumlah penginapan di pantai desa laikang masih minim (dok. pribadi)
Jumlah penginapan di pantai desa laikang masih minim (dok. pribadi)

Saat santap malam di rumah warga, kami ngobrol santai tentang situasi kampung dengan pemuka masyarakat. Dahulu, di beberapa titik pantai ada pohon bakau sebagai penahan ombak. Dampaknya nelayan mendapat hasil laut beraneka ragam. Konon, rumput laut, ikan dan lobster dari sini diekspor ke kota besar Indonesia Timur dan manca negara. Sayang, cerita itu kini tinggal kenangan, begitu cerita tokoh masyarakat.

Keterkenalan lobster Laikang ke seantera provinsi Sulawesi Selatan mendorong pemodal luar daerah masuk ke budidayanya. Pembuatan infrastruktur (seperti keramba, rumah penjaga) dan keberlanjutan pakan, membutuhkan modal besar. Kebijakan yang mengatur budidayanya -- dari provinsi, kabupaten hingga desa -- belum tersusun. Lalu lintas di laut (dimana lokasi keramba) diatur sesuai kesepakatan para nelayan dengan kepala desa dan BPD (Badan Perwakilan Desa). Kelangkaan aturan berpotensi memunculkan sengketa ke depan? Semoga tidak terjadi.  

Angin laut semilir masuk melalui pintu kamar penginapanku yang tak terkunci. Gerimis turun menyela awan pagi. Waktu menunjukan jam 07.00 pagi, 9 Feb 2023, tak menyurutkanku berjalan pagi menikmati pesisir. Terlihat dari pinggir laut (atau permukimam warga) nun jauh di laut jejeran keramba. 

"Itu baru sebagian kecil dari jumlah semua keramba di laut sekitar kampung", tutur nelayan kepada penulis. 

Di sisi lain, saya melihat sekumpulan perempuan merapikan rumput laut di rumah pingggir laut, milik pengepul.

Rumput laut berwarna kecoklatan subur dan tumbuh di laut sebagai mata pencaharian nelayan (dok. pribadi)
Rumput laut berwarna kecoklatan subur dan tumbuh di laut sebagai mata pencaharian nelayan (dok. pribadi)

Setelah lelah berjalan pagi, saya berhenti di rumah seorang tokoh masyarakat. Hadir pula disana kelompok anak muda dan perempuan. Kami mengobrol santai bersamanya di pelataran panggung tentang pengelolaan sumberdaya laut yang berkeadilan.

Berbagai informasi terungkap. Diantaranya karena aktifitas warga banyak di laut, ada aturan tak tertulis yang mengelola lalu lintasnya sebagai tata kelola keramba lobster dan rumput laut. Anak muda dan perempuan pernah mengikuti pelatihan produk (dodol, stik, dan selei) yang belum dipasarkan. 

Sebagian besar rumput laut dan ikan dijual mentah ke pengepul (papalele). Mereka belum mengolahnya  menjadi produk turunan. Muncul rencana membangun ternak lele sebagai pakan lobster -- karena pasarnya menjajikan -- yang memerlukan studi kelayakan. Dari sini diketahui bahwa seorang anak muda merupakan pengurus bumdes yang mengelola budidaya usaha lobster.

Pas pukul 10.30, siang, saya ditemani anak muda yang pengurus bumdes pergi ke lokasi keramba lobster di tengah laut. Dengan perahu muat 3 orang, kami berlayar ke tengah laut. Gerimis mengiringi perjalan meski tak terasa karena diterpa angin laut yang kecang. Sepanjang perjalanan kami menyaksikan perahu-perahu nelayan hilir mudik di tengah laut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun