Bisa jadi, fleksibilitas pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki di masa pandemi tercipta karena keadaan yang memaksa. Seperti karena suami mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dari perusahaan, mendorongnya membantu istri karena tak memiliki pilihan. Poinnya, fenomena kesalingan bisa dilakukan siapa pun (perempuan dan laki-laki) bila menghendakinya.
Kenyataanya, fleksibilitas kerja berupa kesalingan perempuan dan laki-laki meringankan beban perempuan pelaku usaha. Kerjasama Istri dan suami mampu menciptakan keberhasilan usaha. Integrasi perspektif gender di kegiatan usaha, khususnya sektor informal berdampak positif kepada kesejahteraan pelaku dan keluarga.
Secara makro, pengalaman negara maju mengajarkan bila perekonomian memberikan kesempatan adil dan setara kepada perempuan dan lak-laki, maka negara mendapatkan benefit produktifitas dan kualitas yang baik.
Studi McKinsey menyatakan bahwa kesempatan sama yang diberikan kepada perempuan dalam perekonomian mampu menciptakan manfaat hingga 12 triliun dollar AS pada tahun 2025. Artinya keterlibatan perempuan dalam ekonomi yang disupport pasangan (keluarga) -- berupa kesempatan, akses dan kesalingan -- positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara.
Bahkan Studi dari State of Global Islamic Economic Report menyatakan perempuan wirausaha yang mendapat kesempatan sama dengan laki-laki, membuat GDP (Gross Domistic Product) atau Produk Domistik Bruto global meningkat 3-6 persen hingga 5 triliun dollar AS (presentaasi Sri Mulyani di Seminar Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia, Rabu (21/4/2021)).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H