Mohon tunggu...
Mh Firdaus
Mh Firdaus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Penulis dan Traveler amatir. Menggali pengetahuan dari pengalaman terus membaginya agar bermanfaat bagi banyak khalayak..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesan Laki-Laki Setelah Sadar Gender

6 Januari 2023   06:08 Diperbarui: 6 Januari 2023   06:15 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelatihan kesetaraan gender bagi pasangan laki-laki diadakan di balai desa Tenige (dok. pribadi)

Di masyarakat patriarkhi, laki-laki menikmati banyak keuntungan di satu sisi, namun di pihak lain mereka terbebani bila tak mampu memenuhinya. Istilah sekarang, ia menghadapi "toxic masculinity”. Yaitu pressure budaya bagi laki-laki untuk bersikap dengan cara atau nilai yang dianggap harus ada di dirinya, seperti; kuat, berkuasa, berwibawa, berpenghasilan (sumber;https://www.alodokter.com/toxic-masculinity-ini-yang-perlu-kamu-ketahui).

Pertanyaannya, bila dalam kondisi tertentu, laki-laki tak mampu memainkan peran gender itu? Bagaimana respond masyarakat dan laki-laki serta perempuan di masyarakat patriarkhi ?

Peran Laki-laki Setelah Menikah

Saat menikah, kondisi sosial memberikan tiga peran bagi laki-laki, yaitu; pemimpin (leader), pencari nafkah (provider) dan pelindung (protector). Persoalannya, apakah peran ini mudah dijalankan laki-laki? Sebagian pria mampu menjalani, namun yang lain merasa berat menunaikanya. Di sini, laki-laki seolah berada di situasi konflik antara citra ideal dan kondisi aktual yang diidealkan masyarakat (Hasyim dkk, 2009).

Ini persis yang dialami Hasbullah diatas. Masyarakat dan keluarga istri memandang dialah pencari nafkah utama keluarga. Kala penghasilann tak menentu, ia menghadapi dilema. Harapan social tak sesuai dengan kondisi aktual. Meski istri memahami kondisinya, namun keluarga besar menuntut peran gender laki-laki – sebagai pemilik penghasilan tetap. Tragis, keluarga istri memintanya hengkang darinya.

Lebih jauh, peran lak-laki sebagai suami sering disempitkan pada pemenuhan kebutuhan material-fisik keluarga. Perannya dalam mendidik anak di rumah direduksi pada pemastian kepatuhan anak dan pemberian sangsi kala ia bersalah. Reduksi peran laki-laki sebagai suami seperti itu berdampak buruk dalam hubungan berkeluarga. Kehangatan hubungan yang inten jarang terjalin antara suami dengan anak.

Sementara perempuan sebagai istri, yang berperan gender mengasuh anak di domistik, membuatnya memikul beban berlipat. Apalagi bila ia memiliki bisnis, pastinya beban ganda ditanggungnya.

Padahal kala suami ditanya, untuk apa dia bekerja giat? Jawabannya tertuju kepada kebahagiaan anak dan istri. Refleksinya, bila anak dan istri tidak happy, akibat pemaknaan sempit peran suami, bukankah ini bertentangan dengan keinginan laki-laki?  

Makanya, perempuan dan laki-laki (kesalingan) sama-sama harus menciptakan kondisi yang adil gender, mulai dari domistik hingga publik. Kesepakatan dan dialog yang demokratis serta adil antar keduanya adalah kunci.

Dari pihak laki-laki, ia wajib mendorong berbagai upaya menuju kesetaraan dan keadilan gender melalui peran suami, bapak, tokoh masyarakat, dan pengambil kebijakan.

Laki-laki sebaiknya menjalan tiga peran berikut; pertama, mengubah cara pandang atas peran laki-laki dan perempuan. Kedua, aktif mempromosikan dan mempraktikkan konsep laki-laki yang setara, adil dan anti kekerasan. Ketiga, terlibat aktif dalam aksi menyuarakan kesetaraan dan keadilan serta melawan segala kekerasan terhadap perempuan dan anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun