Mohon tunggu...
Mh Firdaus
Mh Firdaus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Penulis dan Traveler amatir. Menggali pengetahuan dari pengalaman terus membaginya agar bermanfaat bagi banyak khalayak..

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Bijak Terhadap Pangan

5 September 2019   15:20 Diperbarui: 5 September 2019   15:27 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beras merah yg dikembangkan kelompok perempuan Kalbar ini berpola organik/dokpri

Masih ingat, kelaparan yang menimpa 113 warga Yahukimo, Papua, hingga meninggal akibat kekurangan gizi, dari Januari hingga Agustus 2009? Bahkan bencana serupa telah menimpa 55 orang meninggal di 2005 (liputan 6, 6/9/2009). 

Menurut Pak Bupati, sebab kematianya, karena makanan umbi-umbian (sebagai sumber pangan) habis dan masyarakat belum sempat menanam. Padahal catatan Jonathan Lassa, penulis desertasi "Politik Pangan dan Bantuan Pangan: Studi Kasus Indonesia 1950-2003", (Kompas 12/12/2005) terdapat 21 jenis pangan local sebagai lumbung saat krisis namun belum tersentuh kebijakan lokal. 

Ini diperparah kebijakan swasembada beras nasional yang perlahan, porsi beras menjadi hampir 20% dari total konsumsi rumah tangga penduduk. Perpindahan dari pangan "ethno-food" seperti hipere (ubi jalar) ke beras makin memiriskan situasi. Akhirnya, beras selalu dihadirkan dari luar daerah Yahukimo untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daerah.   

Intinya, jangan main-main dengan pengelolaan pangan. Nyawa taruhannya. Ini karena, manusia hidup tidak lepas dari pangan. Pangan menjadi kebutuhan dasar makhluk hidup. Pangan seperti sudah menjadi "sunnah ilahi" (hukum alam). Sebab ia merupakan sumber energy roda kehidupan dan tumbuh kembang manusia. Hidup alpa pangan seperti  kemustahilan, karena pangan merupakan hidup itu sendiri.

Peristiwa kelaparan Yahukimo tamsil nyata satu wilayah di Indonesia. Dalam istilah Amartya Sen, ekonom penerima nobel, ketiadaan akses (entitlements) warga Yahukimo terhadap pangan menjadi sumber kelaparan berakibat maraknya penyakit dan kematian. Tak terkelolanya system pangan (beserta asupan kecukupan gizi) yang masuk dalam tubuh manusia, lahan subur aneka penyakit.

Beras merah yg dikembangkan kelompok perempuan Kalbar ini berpola organik/dokpri
Beras merah yg dikembangkan kelompok perempuan Kalbar ini berpola organik/dokpri

Aneh bin ajaib. Indonesia negri agraris dengan curah hujan tertinggi di dunia menjadikannya kaya akan aneka sumber pangan. Setidaknya ada 77 jenis pangan yang memiliki sumber karbohidrat, 75 jenis sumber minyak atau lemak, 26 jenis kacang-kacangan, 77 jenis buah-buahan, 75 jenis sayur-sayuran dan 26 jenis rempah dan bumbu untuk aneka masakan dan obat-batan herbal (Kehati, 2019). 

Sayangnya, ditengah guyuran kuantitas pangan, berbagai penyakit tidak menular terkait dengan pola makan (dietary risk) yang sering menjadi factor resiko kematian dan kecacatan, seolah mengiringi penduduk tanpa henti. Contoh lain, aspek pre-DM (diabetes mellitus) yang disebut ahli gizi sangat erat hubungannya dengan pola konsumsi.   

Sampai disini, perlahan kita memahami bahwa urusan pangan menembus sekat kementrian dan sektoral. Berbicara pangan, kita tak lepas dari rentetan proses, yang sering disebut "Daur Hidup Pangan" (food life cycle), meliputi; ketersediaan lahan pangan, pengambilan & konservasi dan pembudidayaan, pemrosesan & pengemasan, penyimpanan & pencadangan, logistik & distribusi, konsumsi dan paska konsumsi (Draft konsep Pangan Bijak, EU, Hivos, ASPPUK, WWF, AMAN Nusantara, NTFP-EP, 2019).

Nah, bila kita lihat seksama apa yang terjadi sekitar kita? Miris. Tantangan alam dan khususnya manusia di area "pasca konsumsi" mempertontonkan timbunan makanan sisa (food waste) pada tahap konsumsi. Sebenarnya, sebelum itu, sumber daya pangan juga bisa hilang di setiap tahapan daur hidup pangan sebelum konsumsi, dalam bentuk kehilangan pangan atau istilahnya "food loss". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun