Sebagai negara anggota PBB yang berkomitmen terhadap Sustainable Devalopment Goals (SDGs) 2030 atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), Indonesia berkomitmen menyampaikan laporan pencapiannya. High Level Political Forum (HLPF) on Sustainable Development merupakan agenda PBB untuk menindaklanjuti dan melihat ulang agenda TPB.
Dalam hal itu, Voluntary National Reviews (VNR) merupakan dokumen negara yang disampaikan dalam HLPF yang memuat perkembangan pelaksanaan SDGs dari negara bersangkutan. Indonesia adalah satu dari 47 negara yang menyampaikan VNR di HLPF 2019, dimana pada 2017 bersama 6 negara (Guetemala, Azerbaijan, Chile, Sieraa Leone, Turki, Philippnes) juga menyampaikan laporan.
Tahun 2019, HLPF dilaksanakan dua kali. Pertama, 15 Juli 2019 dibawah tanggung jawab ECOSOC bagi level kementrian. Di sini Indonesia melaporkan VNR selama 13 menit dalam bentuk panel bersama 6 negara lain. Kedua, tgl 24 -- 25 September 2019 bersamaan dengan sidang umum PBB bagi kepala negara. Temanya, "Empowering People and Ensuring Inclusiveness and Equality" (penguatan masyarakat dan menjamin inklusifitas dan keadilan).
Inilah forum dimana negara mempresentasikan pencapain pembanguan dan kesejahteraan di tingkat global. Artinya, VNR memiliki nilai strategis bagi diplomasi Indonesia dimata internasional. Pencapaian Indonesia sebagai negara demokratis ketiga, dan penduduk muslim moderat terbesar didunia dengan multi etnis dan keanekaragam budaya tidak berarti, bila laporan VNR tidak mencerminkan landskap tersebut. Apalagi prinsip SDGs adalah "No One Left Behind" (tak seorang pun ditinggalkan).
Di sinilah tantangan Indonesia. Bagaimana negara multietnis dan suku mampu menerapkan prinsip tersebut. Dinamika proses penyusunan VNR menjadi perhatian semua pihak.
Berbekal prinsip tersebut, Selasa, 11 Juni 2019, di Hotel Aryaduta, Jakarta, Bappenas melalui Deputy Bidang Kemaritiman dan Sumberdaya Alam (pelaksana Ketua SDGs) mengadakan pertemuan pleno pembahasan VNR. Semua kementrian dan lembaga, perusahaan, perguruan tinggi, organisasi non pemerintah dalam dan luar negri, organisasi profesi, serta kelompok kepentingan lain hadir memberi tanggapan dan masukan.
Partisipasi semua kelompok dalam penyusunan VNR dimuai sejak Februari 2019 saat persiapan hingga penyampaian pesan kunci oleh Bappenas pada Mei 2019 kepada PBB. Selama kurun waktu tersebut, Bappenas menerima respon dan masukan publik secara offline dan online. Pelibatan semua kalangan dalam penyusunan VNR 2019 seolah ingin menepis anggapan bahwa penyusunan dokumen negara eksklusif, namun kini inklusif dan partisipatif.
Sampai di sini penulis apresiasi langkah pemerintah, bila dibanding dengan penyusunan laporan negara sebelumnya. Meski begitu, terdapat pula suara masyarakat yang menyangsikan level "partisipasi" public dalam penyusunan. Contohnya, ada kalangan yang mengkritisi peran konsultan penyusun draft laporan belum intensif meminta masukan semua elemen guna memperdalam analisis.
Di tahap ini, penulis sebagai anggota perkumpulan Intitut Kapal Perempuan, bersama jaringan pendidikan lain yang aktif dalam diskusi pendidikan, memberi catatan atas pencapaian pendidikan dalam VNR 2019. Seperti diketahui, laporan VNR 2019 bertujuan mengurangi ketimpangan (Gol 10) melalui pendidikan berkualitas (Gol 4), kerja layak dan pertumbuhan ekonomi (Gol 10), dan aksi pencegahan pemanasan global (Gol 13). Prasyaratnya adalah kondisi damai, keadilan dan kelembagaan yang kuat (gol 16) serta kerjasama untuk mencapai tujuan-tujuan diatas (Gol 17).
Seperti tertulis di laporan draft VNR 2019 bagian pendidikan, penulis mencermati hanya beberapa target Gol 4 pendidikan yang disampaikan, seperti; tentang APK (angka partisipasi kasar), kemampuan leterasi, presentasi kualitas guru melalui sertifikasi, dsb. Semua targetnya mengarah kepada pendidikan formal. Pertanyaannya kenapa hanya target tertentu yang diungkap sebagai capaian negara? Padahal masih banyak inisiatif dan capaian berbagai masyarakat dalam pendidikan, baik formal dan alternative.
Target 4.6 dan 4.7 tentang pendidikan sepanjang hayat yang memberi proporsi kepada model pendidikan alternatif belum tereksplorasi. Saat penulis tanya kepada tim penyusun draft, mereka menjawabnya bahwa itu mungkin dilakukan, namun kelangkaan data BPS (sebagai institusi resmi negara) yang regular tentang inisiatif tersebut jadi kendala. Di sinilah arti penting data BPS harus kaya dan bertransformasi mengikuti serta menjangkau semua aspek yang digeluti masyarakat.
Sayang, inisiatif pendidikan yang kaya dan beranekaragam masyarakat Indonesia belum terangkum dalam VNR Indonesia. Masyarakat global sejatinya belajar dari kekayaan model pendidikan Indonesia. Negara kepulauan, dan bangsa multi etnis yang menyimpan kekayaan dan pengalaman pendidikan. Kekayaan model pendidikan kian terasa manfaatnya ketika intoleransi dan populisme menguat akhir-akhir ini.
Model pendidikan Islam Moderat yang memiliki sejarah panjang, dan jenis pendidikan sepanjang hayat di berbagai daerah menjadi "penggerem" gejala tersebut. Dalam konteks itu, capaian pendidikan kuantitatif dalam VNR harus diperkaya model pendidikan alternative dari masyarakat, sehingga capaian pendidikan Indonesia mendapat konteks.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H