Ketenangan Batin dengan Keduniawian
Ketenangan batin dari proses muhasabah diri dan mendekatkan jiwa pada Sang Pencipta digantikan dengan proses memenuhi kepuasan kesenangan hidup. Saat hidup senang, di situlah hati tenang.
Lihatlah Eyang Subur, jika boleh bertanya apa tujuannya memiliki isteri yang jumlahnya melebihi aturan agama? Apalagi kalau tidak memenuhi kepuasan biologis (maaf: baca saja seksual). Bukankah Islam membatasi seorang pria hanya boleh memiliki 4 isteri?
Apakah setelah berhubungan seksual seseorang merasa tenang? Secara psikologis jawabannya YA, tapi hanya sementara.
Lihat juga Si AA yang dengan bangganya sebagai guru spiritual para artis, mestikah ketenangan hidup dengan menghisap sabu dan melakukan hubungan seksual dengan banyak perempuan? Entah benar atau tidak sobat bisa menilai sendiri.
Sobat bisa tanya sendiri ke mereka yang mengonsumsi narkoba atau pernah jadi pemakai narkoba, apakah mereka merasa tenang saat mengonsuminya? Saya dapatkan jawaban, YA, mengonsumsi narkoba membuat tenang tapi dalam arti negatif.
Ketenangan sementara dalam jajahan obat-obatan terlarang semakin menjerumuskan manusia dalam hidup tanpa arti, hidup penuh kegelisahan karena candu dan ketagihan.
Jadi, jika ada seseorang yang dilihat alim berilmu tinggi tapi memerintahkan hal seumpama tersebut di atas maka jauhilah dan jangan dijadikan guru untuk ketenangan batin.
Agama adalah satu-satunya jalan mencari ketenangan batin. Memilih guru spiritual tak hanya yang memiliki ilmu tinggi saja tapi bagamana orang itu mengaplikasikan ilmu tersebut dalam kehidupannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H