Mohon tunggu...
Waldy
Waldy Mohon Tunggu... -

Slow but Sure

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sepakbola Indonesia dan Film India

8 Desember 2015   17:35 Diperbarui: 8 Desember 2015   17:39 688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Konflik PSSI dan Menpora yang saat ini sudah melibatkan FIFA mengingatkan saya pada sebuah drama film India berjudul Baghban yang rilis di tahun 2003 lalu. Film yang dibintang oleh Amithab Bachchan, Hema Malini, Salman Khan dan lain-lain ini bercerita tentang sebuah ikatan. Ikatan ini bernama keluarga, yang mana didalamnya melibatkan Ayah, Ibu dan anak-anaknya.

Di cerita pada film tersebut, sang ayah Amithab Bachchan yang memiliki 4 orang anak kandung dan 1 anak asuh mengalami kebangkrutan pasca pensiun karena semua simpanannya habis untuk memenuhi semua kebutuhan kelima anaknya tersebut. Karena itu, terpaksa sang ayah dan ibu (Hema Malini) memutuskan untuk ikut dengan anak-anaknya yang kala itu sudah mandiri dan memiliki keluarga sendiri.

Mendengar keputusan tersebut, keempat anak kandungnya merasa tidak senang karena merasa akan merugikan kehidupan mereka nantinya. Karena itu, mereka sepakat untuk memisahkan kedua orang tuanya tersebut dengan cara ibu dengan anak tertua dan ayah bersama anak kedua selama 6 bulan. Setelah 6 bulan, keduanya pun akan dipindahkan ke anak ketiga dan keempat. Itu dilakukan, dengan maksud agar keduanya tidak jadi ikut bersama anak-anaknya tersebut.

Namun, karena kedua orang tuanya merasa itu dilakukan karena anak-anaknya ingin membagi kasih sayang keduanya ke masing-masing anaknya, keputusan itupun diaminkan keduanya, sekalipun mengorbankan kasih sayang dan cinta yang tidak terpisahkan antara keduanya. Selama tinggal bersama anak-anaknya tersebut, keduanya merasa sangat tersiksa. Bukan hanya siksaan batin yang diterima, tapi juga perasaan rindu yang satu dengan yang lainnya. Karena kerinduan tersebut, sang ayah coba menulis untuk mengungkap perasaannya.

Setelah 6 bulan, tiba saatnya keduanya dipindah ke anak lainnya, saat itulah keduanya pertama kali bertemu setelah 6 bulan terpisah. Tulisan sang ayah yang sudah selesai ditulis selama 6 bulan tersebut, tertinggal disebuah kafe dan syukurnya anak-anak muda di kafe tersebut mengirimkannya ke sebuah percetakan. Dan wah, tulisan yang sudah dibuat jadi novel tersebut pun jadi best seller di India, dan sang ayah pun kini menjadi seorang penulis besar di negeri tersebut.

Selama perjalanan sebelum bertukar tempat ke anak-anaknya yang lain, kedua orang tua tersebut melewati sebuah show room mobil yang didalamnya terdapat sebuah mobil yang diidam-idamkan sang ayah selama ini, namun karena tuntutan keempat anaknya, sang ayah pun urung mampu membeli mobil tersebut. 

Betapa terkejutnya kedua orang tua tersebut, saat mengetahui bahwa pemilik show room mobil tersebut ternyata adalah anak angkat yang mereka pungut sejak kecil. Yatim Piatu yang dulu tidak dianggap, sekarang sudah sukses dan menjadi orang besar di kota. Lalu, dibawalah kedua orang tua tersebut ke rumah besar anak pungutnya, dan mendapat kemuliaan dari anak pungut jauh lebih dianggap daripada anak kandungnya sendiri.

Saat novel sang ayah yang diberi judul Baghban tersebut dirilis perdana, sang anak pun diberi kesempatan berbicara dan memberi sambutan, keempat anak kandung yang juga ikut hadir pun merasa lebih berhak. Namun ayah berbicara lain, sang ayah lebih memilih memberi kehormatan ke anak pungutnya tersebut.

Parahnya, sehabis acara, keempat anak tersebut malah menuntut diakui oleh kedua orang tuanya karena merasa berhak mendapat bagian dari kekayaan orang tuanya saat itu. Sang ayah saat dimintai maafnya menjawab tegas, saya tidak akan memaafkan kalian. Kemudian mereka berkata kepada sang ibu, ibu mana yang tidak memaafkan anak-anaknya. Kemudian sang ibu menjawab, sebagai ibu saya memaafkan kalian, tapi sebagai seorang istri, saya tidak akan memaafkan kalian ckckckc.

Lalu apa hubungannya dengan sepakbola Indonesia saat ini. Sebagaima yang kita tahu saat ini, Pemerintah merasa tidak dianggap setelah FIFA mensahkan tim Ad Hoc beberapa waktu lalu. Pemerintah menganggap, nama-nama yang bergabung di tim ad hoc ini tidak akan mampu mereformasi sepakbola, sebab orang-orangnya itu-itu juga. Malah untuk mengungkapkan kekesalan tersebut, banyak yang mengatakan "masa' jeruk minum jeruk?". 

Lucu memang, membaca berbagai pernyataan di media, saat ini mengisyaratkan bahwa Pemerintah kesal tidak diikutkan di tim ad hoc FIFA. Padahal sebagaimana yang sudah banyak diberitakan dulu, Pemerintah menolak tim Ad Hoc karena menganggap tidak sesuai dengan kesepakan. Dengan kata lain, jika tim ini (Ad Hoc) tetap disahkan, berarti FIFA telah menipu Pemerintah RI, katanya.

Namun seiring waktu berjalan, Pemerintah malah ngotot bergabung dengan tim Ad Hoc FIFA, dan terkesan memaksakan sekalipun ini sudah menjadi kesepakatan FIFA di kongresnya lalu dan menganggap tim ini tidak akan dapat berbuat apa-apa "tanpa ada unsur pemerintah didalamnya". Perlu diketahui bahwa keputusan kongres, hanya dapat dianulir oleh kongres juga. Jadi, jika Pemerintah masih ngotot dengan hal itu, Pemerintah harus menunggu sampai kongres FIFA selanjutnya. Jika demikian, mau sampai kapan konflik ini akan selesai, Menpora?

Jika mengingat film Baghban diatas, sekalipun itu sangat biadab, seorang anak memang sedikit bisa mengetahui akan bagaimana kehidupan orang tuanya beberapa tahun lagi di usianya yang sudah tua tersebut. Sang anak mungkin merasa, orang tuanya kelak tidak akan jauh berbeda dengan saat itu. Namun bagaimana dengan Pemerintah soal kasus PSSI? Itu namanya kebobolan 7 turunan, bukankah Pemerintah tahu jika FIFA itu punya aturan yang mengharamkan campur tangan Pemerintah dan lebih mengutamakan organisasi yang berafiliasi dengannya. 

Pemerintah tidak peka dan seenaknya sendiri, itulah yang pertama tersirat terkait situasi ini. Mau bagaimana sepakbola Indonesia tanpa FIFA, jika Pemerintah berniat membatasi ruang gerak tim Ad Hoc nantinya. Aktifitas sepakbola memang tidak diharamkan sekalipun dibanned oleh FIFA. Namun, apa untungnya sepakbola jika hanya didalam negeri saja, dan dikucilkan dipergaulan dunia. Dalam hal ini, negara sebenarnya tidak kalah dan jangan pernah merasa kalah. Negara berkewajiban memberi kebahagiaan bagi rakyatnya, dalam hal ini hiburan dan kebanggaan yang bisa meningkatkan kesejahteraan mereka-mereka yang bisa mengambil "keuntungan" didalamnya.

Mulai saat ini, tindakan nyata yang harus dilakukan Pemerintah adalah dengan memberi dukungan penuh pada tim Ad Hoc yang akan mulai bekerja. Dukungan penuh dalam artian, tidak membatasi dan tidak pula membiarkan begitu saja, apalagi tim ini masih menimbulka kecurigaan-kecurigaan dari berbagai pihak. Pemerintah jangan mengambil kesimpulan dari salah satu pihak saja, tapi perlu dari berbagai sumber agar tidak salah melangkah yang ujung-ujung bisa membuat keruh suasana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun