Mohon tunggu...
Hizkia Raditya
Hizkia Raditya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen Sejarah | Demi Tanahku

6 November 2017   16:14 Diperbarui: 6 November 2017   16:46 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tidak lama waktu yang terlewat sampai kabar peperangan itu sampai ke seluruh pelosok kerajaan. Bahkan ke wilayah tetangga yang sepakat bahwa kita tidak akan diam saja dan membiarkan tanah ini direbut oleh bangsa asing, tanah ini milik mereka yang mendudukinya dan yang keluarga lepas keluarga telah bertetap di tanah ini sebagai penduduk setia, pengelola hasil bumi, dan yang jeri payahnya telah meresap kedalam tanah. "Tanah ini milik kita, bukan kompeni!", teriak para pemimpin dan sang pangeran setiap kali kita menyerbu atau diserbu oleh pasukan Belanda.

Dari Tegalrejo dimana kami berhasil lolos dari sergapan Belanda saat mereka membakar kediaman sang Pangeran. Perjuangan Jihad di daerah Jogjakarta dimana kami memukul mundur pasukan Belanda dari wilayah Jogja. Surakarta, Mataram, melewati padang rumput, hutan-hutan, kami memerangi serdadu belanda diatas bukit dan dibawah langit.

 Selalu terngiang-ngiang di kepalaku suara sang pangeran yang selalu berkata "Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati" artinya, "sejari kepala sejengkal tanah dibela sampai mati". Kami seperti akan mengirim pasukan Belanda kembali ke tempat mereka berasal, perasaan kemenangan, rasa bangga bahwa kami berhasil melindungi hak kami, semuanya itu terasa sangat nikmat.

Sampai surat itu datang.

Aku bersama sang pangeran baru saja kembali dari patrol kami ketika salah satu prajurit membawa kabar berupa sebuah surat. Surat tersebut dari petinggi Belanda jendral De Kock, berisi tentang keinginan mereka melakukan gencatan senjata yang akan diadakan di salah satu bentengnya. Melihat kesempatan ini sebagai kesempatan untuk kedamaian, sang pangeran setuju untuk menemuinya. 

Tentu saja kami tetap siaga dan membawa banyak pasukan menuju benteng tersebut, melihat jika sedikitpun kami lengah, kami dapat kehilangan semua yang telah kami perjuangkan.Sesampainya di benteng tersebut kami disambut dengan senyuman hangat jendral De Kock yang mengajak sang pangeran dan beberapa penjaganya untuk masuk minum teh, sambil mendiskusikan tentang gencatan senjata. 

Aku dipilih untuk ikut menjaga sang pangeran pada waktu itu, aku masih sempat bertanya kepada pangeran tepat sebelum ia masuk ke ruang makan, "Bagaimana kalau ini semua hanya tipu muslihat mereka untuk mendapatkan anda yang mulia? Bukankah itu hanya akan membuang sia-sia apa yang telah kita perjuangkan?" tanyaku kepada sang pangeran. "Apakah engkau lebih menginginkan perang dari perdamaian Setyo? Bukankah kita juga berjuang untuk mencapai perdamaian di tanah ini, seperti yang diinginkan oleh semua orang?", balasnya, memang ia adalah seorang yang sangat baik, seorang pangeran yang menginginkan hal terbaik bahkan bagi musuh-musuhnya. 

Sialnya aku tidak dapat melihat apa yang terjadi setelahnya. Ditengah pembicaraan jendral De Kock langsung mengubah nada bicaranya." Pasukanmu telah dikkepung dari segala arah, benteng ini terletak ditengah kumpulan benteng lain yang akan menahan apapun yang ingin keluar atau masuk dari wilayah ini, engkau mungkin adalah pangeran yang baik, tetapi engkau kurang pengalaman." seketika itu ketiga penjaga Belanda didalam ruangan itu mengangkat senjata mereka dan bersiap untuk menyergap kami, salah satu dari mereka menembak rekan disebelahku dan aku kembali berpikir "Bagaimana ini bisa terjadi?".

Sang pangeran yang dibuat tidak berdaya oleh tipu muslihat jendral De Kock

Suara teriakan teman-teman seperjuanganku sambal nafas mereka diambil dengan paksa seperti apa yang akan terjadi pada tanah ini.

Apakah disini akhir semua yang telah kami perjuangkan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun