Mohon tunggu...
Ikedian Puspita
Ikedian Puspita Mohon Tunggu... Penulis - Ibu Rumah Tangga

suka selfie, moto hidup : selalu bertumbuh, be positive, be you

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Shinta Obong

4 Juni 2021   10:39 Diperbarui: 4 Juni 2021   10:52 2255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Shinta menyadari, hatinya merasakan rindu saat kilatan mata kijang kencana menyambar benaknya. Dia tahu, belahan jiwanya sedang mencari dirinya dengan kesakitan. Namun tak kuasa baginya melawan takdir yang kini harus diembannya.

"Oh, kekasihku, nelangsa jiwaku. Terkurung emas sudah hatiku. Entah apa gerangan yang dilakukan Sang Hyang Widhi kepada jiwaku. Dia memisahkan aku jauh darimu di kelahiran ini". Tangis Shinta hendak memecah langit.

Dan ketika akhirnya dirinya tertangkap oleh Rahwana, berkecamuk pula rasa di dalam hatinya. Antara senang  sekaligus sedih. Antara bahagia sekaligus merana.

Rahwana masih saja memperlakukannya dengan baik dan lembut di taman indah Alengka. Sama seperti kala dirinya adalah Dewi Setyawati, istri Rahwana saat itu. Dan semakin hancurlah hatinya karena hal itu.

Pias wajah Rahwana selalu membayang dalam benaknya. Ingin rasanya meredakan duka yang disebabkan olehnya. Entah bagaimana pahit empedu selalu keluar dari sikap dan kata-katanya pada Rahwana. Ingin rasanya ia memeluk Rahwana yang menangis pilu akibat sembilu penolakan yang selalu diberikannya setiap kali Rahwana menyatakan cinta dan menawarkan untuk hidup kembali bersamanya sebagai permaisuri. Tak sanggup hatinya mendengarkan rintihan Rahwana di tengah malam-malam panjang yang meminta keadilan akan cintanya.

Namun, Shinta tetap tidak mampu mengkhianati janji jiwanya. Janji kesetiaan utuh yang tidak akan pernah ada di dunia ini selain miliknya. Itulah tugas yang diembannya di dunia ini, menjadi simbol kesetiaan yang hakiki.

***

Shinta kembali memandangi jilatan-jilatan api itu di hadapannya. Perasaan diragukan membakar segenap harga dirinya. Tak terima kesetiaannya dipertanyakan Sri Rama. Jika harus terbakar, maka lebih baik terbakarlah semuanya. Cinta dan kesetiaannya tak kan mudah serapuh itu.

Shinta pun dengan yakin melompat menjatuhkan dirinya pada kobaran api yang dahsyat itu. Api membakar tubuhnya, membakar jiwanya, namun tidak dengan cinta dan kesetiaannya pada Sri Rama. Agar genaplah yang tertulis oleh takdir. Shinta tidak akan terbakar karena kesetiaannya. 

Tapi kini dia telah terbakar abadi dalam cintanya di dunia dan tidak akan ada yang bisa memadamkannya sekalipun.

Shinta Obong, itulah dia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun