Mohon tunggu...
Idik Saeful Bahri
Idik Saeful Bahri Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang rakyat yang selalu menggugat

Saya merupakan lulusan Fakultas Hukum, S1 ditempuh di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, sementara S2 dituntaskan di UGM Yogyakarta. Jadi, percayalah dalam masalah hukum, saya siap bertanggung jawab untuk setiap tulisan saya. Adapun tulisan saya diluar hukum, anggap saja hiburan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menumbuhkan Kepercayaan Diri dan Optimisme dengan Kemampuan Sulap

2 Februari 2020   10:16 Diperbarui: 2 Februari 2020   10:18 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak orang yang hidup dengan keputus-asaan. Dia ditinggalkan banyak teman. Diremehkan dan dihina setiap harinya. Alasannya sepele, hanya karena kemampuan dirinya tidak sehebat orang lain dalam suatu mata pelajaran tertentu, guru sering mencapnya sebagai anak yang bodoh. Tak ayal, anak itu merasa minder dan rendah diri. Dia hidup dengan penuh kesendirian.

Saya menyadari banyak anak diluar sana yang seperti ini, mungkin juga salah satunya anda. Jujur, saya dahulu juga masuk kategori anak seperti itu. bagaimana saya sangat individualis, karena saya sulit untuk mencari teman. Sifat saya yang aneh, membuat banyak anak tidak mau bekerja sama dengan saya, tidak mau berteman dekat dengan saya.

Saya hampir putus asa. Saya merasa hidup ini sebagai anak yang bodoh dan tidak berpendidikan. Saya malu jika harus pergi ke sekolah. Bahkan, saya masih ingat bagaimana telinga saya di jewer oleh guru saya ketika duduk di kelas 3 SD, hanya karena saya tidak bisa menjawab pertanyaan 3 kali 4. Pada waktu itu saya menjawab 7. Sontak saja, guru saya marah dan menganggap saya sebagai anak yang tolol. Bayangkan, anak kelas 3 SD masih tidak bisa menjawab pertanyaan 3 kali 4.

Tak jarang pula, PR sekolah biasa dikerjakan oleh kakak perempuan saya. Ketika saya duduk di Sekolah Dasar, kakak perempuan saya sudah masuk SMA. Tentu saja, bagi dia pelajaran SD sangat mudah dikerjakan.

Pada tahun 2008, ketika saya duduk di kelas VIII MTs, ada sebuah acara televisi yang sangat menghibur. Nama acaranya adalah "The Master". Sebuah acara show yang disiarkan oleh salah satu stasiun televisi swasta. Acara ini sangat menarik, yaitu berisi penampilan-penampilan sulap, entah itu mentalist, hipnotis, maupun atraksi yang membahayakan.

Dari berbagai macam penampilan, ada sebuah penampilan yang sangat menarik. Penampilan sulap itu dilakukan oleh peserta bernama Joe Sandi. Dia membuat 16 kotak, dengan komposisi 4 kali 4, maksudnya 4 merupakan baris dan 4 merupakan kolom. Dia menyuruh penonton untuk mengisi kolom paling atas. Kemudian dia akan mengisi angka-angka di kolom bawahnya.

Dia mengerjakannya hanya sepersekian menit. Ketika Joe Sandi telah menyelesaikan seluruh kotak, dia menambahkan angka dari setiap kotak secara berurut dan sesuai garis lurus. Dia tambahkan angka di 4 kotak secara horizontal, maka hasilnya sama. Dia tambahkan angka di 4 kotak secara vertikal, hasilnya juga sama. Dan ketika dia tambahkan angka di 4 kotak secara diagonal, hasil akhirnya pun sama.

Penonton menepuk tangan begitu keras. Pemikiran yang jenius. Banyak orang terkesima melihat permainan sederhananya. Dan memang benar, orang ini, yang sebenarnya hanya memainkan permainan yang sederhana, menjadi juara di program The Master tersebut.

Tapi percayakah anda, ketika malam hari Joe Sandi mempermainkan permainan 16 kotak itu, siang harinya saya sudah menemukan rumusnya. Jangan berpikir saya menemukan rumus itu dari internet, karena pada waktu itu saya masih kesulitan untuk mengakses informasi lewat internet. Hp saya saja masih jadul. Komputer tidak terkoneksi internet, apalagi laptop, jelas belum punya.

Seharian saya mengotak-atik angka di 16 kotak. Dan dalam beberapa jam, saya sudah menemukan rumusnya. Saya menemukannya sendiri. Hal yang membanggakan bagi saya pada waktu itu. Tanpa berpikir lama, pengetahuan saya itu langsung dipertontonkan di depan teman-teman saya di sekolah. Bagaimana responnya?

Sangat positif. Banyak anak yang tiba-tiba merubah paradigma mereka tentang saya. Yang sebelumnya meremehkan saya karena kebodohannya, tiba-tiba menaruh sikap hormat. Pada waktu itu, teman-teman sekolah saya masih menganggap bahwa permainan Joe Sandi itu merupakan permainan yang sangat hebat, sulit dimengerti. Tapi saya bisa memecahkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun