Mohon tunggu...
Idik Saeful Bahri
Idik Saeful Bahri Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang rakyat yang selalu menggugat

Saya merupakan lulusan Fakultas Hukum, S1 ditempuh di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, sementara S2 dituntaskan di UGM Yogyakarta. Jadi, percayalah dalam masalah hukum, saya siap bertanggung jawab untuk setiap tulisan saya. Adapun tulisan saya diluar hukum, anggap saja hiburan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenal Ciri dan Sifat Ahlussunnah wal Jamaah

1 Februari 2020   15:32 Diperbarui: 16 Juni 2021   08:02 16018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Ahlussunnah selalu memelihara al-Jama'ah

Golongan Ahlussunnah wal Jama'ah memiliki tugas untuk memelihara keutuhan Jama'ah Islam dalam pengertiannya yang luas (menyeluruh). Mereka menempuh jalan tersebut dengan pertimbangan yang cermat berdasarkan syari'at Yang Maha Bijaksana, satu-satunya Rabb yang memiliki aturan yang dapat membebaskan penguasaan hawa nafsu.

2. Ahlussunnah Selalu Bersikap Tasamuh (Toleran)

Seorang penganut Ahlussunnah yang betul-betul memahami esensi dan kriteria Aswaja akan memiliki perilaku yang tidak hanya toleran, menghargai perbedaan dan cinta damai terhadap sesama muslim, tapi juga akan bersikap yang sama pada non-muslim yang tidak berbuat zalim. 

Baca juga: Memahami Landasan Pokok Akidah Ahlussunnah Wal Jamaah

Sebaliknya, seorang Ahlussunnah yang bersikap keras pada sesamanya menunjukkan ketidakmampuannya dalam memahami ajaran utama Ahlussunnah. Ada beberapa faktor yang mendasari hal ini.

Pertama, Ahlussunnah secara fitrah selalu toleran pada perbedaan madzhab akidah. Aqidah disebut sebagai masalah pokok agama (ushuluddin). Sehingga ada anggapan di kalangan sebagian penganut Ahlul Hadits atau Atsariyah, bahwa aqidah mereka adalah satu-satunya aqidah yang benar. Dan bahwa masalah aqidah adalah masalah prinsip yang tidak boleh ada kompromi. Demikian juga, ada anggapan di kalangan sebagian penganut aqidah Asy'ariyah bahwa madzhab aqidah mereka yang terbaik dan paling benar. Sebagaimana dijelaskan dalam buku ini, anggapan ini juga tidak benar.

Diterimanya tiga akidah yang berbeda yaitu Asy'ariyah, Maturidiyah dan Ahlul Hadits sebagai bagian dari aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah membawa konsekuensi bahwa kebenaran dalam konsep aqidah tidaklah tunggal. Pengikut aqidah Ahlul Hadits, misalnya, tidak bisa menilai pengikut Asy'ariyah dan Maturidiyah sebagai sesat hanya karena tidak sesuai dengan akidah Ahlul Hadits. Demikian juga, penganut Asy'ariyah tidak boleh menganggap sesat pengikut akidah Maturidiyah dan Ahlul Hadits hanya karena pendapatnya berbeda dengan Asy'ariyah, dan seterusnya.

Seorang pengikut Asy'ariyah sewajarnya mengamalkan akidah Asy'ariyah untuk dirinya sendiri. Namun, hendaknya  tidak menggunakan pandangan akidah Asy'ariyah untuk menilai pengikut madzhab Maturidiyah dan Ahlul Hadits.

Toleransi pada perbedaan aqidah hanya bisa terjadi apabila minimal para ulama dan ustadz dari masing-masing madzhab aqidah juga mempelajari dan memahami madzhab aqidah yang lain. Ulama Asy'ariyah hendaknya juga mengkaji dasar-dasar aqidah Ahlul Hadits dan Maturidiyah. 

Begitu juga, penganut madzhab Ahlul Hadits mengkaji dasar-dasar akidah Asy'ariyah dan Maturidiyah. Dan yang tak kalah penting adalah menjadikan perbedaan yang ada sebagai perbedaan ijtihadi yang sama-sama benarnya. Sehingga tidak ada ruang untuk menyalahkan atau menyesatkan madzhab aqidah yang lain.

Kedua, toleran pada perbedaan madzhab fiqih. Fikih termasuk dalam ranah furuiyah (cabang) dalam agama. Dengan adanya empat madzhab fikih yang diakui sebagai bagian dari Ahlussunnah, maka itu bermakna bahwa terkadang ada empat pandangan fikih yang berbeda dalam masalah yang sama.  

Baca juga: Landasan Dasar Materi Ilmu Akidah Ahlussunnah Wal Jamaah

Dan keempat pandangan yang berbeda itu dihukumi sama-sama benar. Rasulullah bersabda: "Hakim (mujtahid) yang berijtihad dan ijtihadnya benar maka ia mendapat dua pahala. Sedangkan yang berijtidihad dan ternyata salah maka mendapat satu pahala."  Benar atau salahnya suatu ijtihad hanya Allah yang tahu. Ulama mujtahid hanya berusaha maksimal untuk berijtihad menghasilkan hukum berdasarkan metode dan manhaj yang diikuti.

Dengan adanya fakta bahwa Ahlussunnah selalu menghargai perbedaan tidak hanya dalam masalah madzhab fikih, tapi juga madzhab aqidah yang notabene merupakan masalah ushuluddin (pokok agama), maka sebenarnya tidak ada jalan untuk konflik. Yang ada adalah jalan ukhuwah dan perdamaian yang terbuka lebar. Namun demikian, konflik sosial bisa saja tetap terjadi di kalangan sesama pengikut Ahlussunnah apabila:

Ada ormas yang mengikuti madzhab tertentu yang berusaha mengajak anggota ormas lain yang mengikuti madzhab yang berbeda. Terutama apabila dengan cara menjelek-jelekkan ormas atau madzhab yang berbeda tersebut.

Pengikut suatu madzhab, sama saja madzhab akidah atau madzhab fikih, selalu memakai pandangan madzhabnya untuk menilai pengikut madzhab lain. Sehingga, pengikut madzhab lain merasa tersinggung dan membalas hal yang sama. Akhirnya, konflik terjadi tanpa akhir. Di sinilah perlunya keluasan ilmu para ulama dan ustadz akan madzhab lain dan kedewasaan serta kebijaksaan mereka dalam memberi pencerahan pada umatnya.

Terjadi perbedaan pilihan politik yang berakibat pada saling tuduh dan fitnah. Perbedaan afiliasi politik sering menjadi pemicu konflik bahkan antara sesama golongan madzhab aqidah atau fikih tertentu.

Adanya golongan non-Aswaja yang selalu merecoki kalangan Aswaja dengan paham-paham baru dan menyesatkan kalangan Ahlussunnah.

Empat poin penyebab konflik di atas harus terus diwaspadai terutama bagi kalangan pemimpin umat islam karena Islam pada dasarnya adalah moderat (wasathiyah). Yang secara etimologis berarti berada di tengah antara dua ekstrim (tatarruf) kiri dan kanan.  

Tidak radikal, juga tidak liberal  Terkait kata wasath Allah berfirman dalam QS Al-Baqarah 2:143 "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang wasath agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia."Dalam sebuah hadits sahih dijelaskan bahwa maksud wasath adalah adil.

3. Ahlussunnah Selalu Bersikap Tawassuth

At-tawassuth atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan. Ini disarikan dari firman Allah SWT:

Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia umumnya dan supaya Allah SWT menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian.(QS al-Baqarah: 143).

Baca juga: Sebenarnya, Siapa Mereka yang Disebut sebagai Ahlussunnah Wal Jamaah?

4.  Ahlussunnah Selalu Bersikap Tawazun

At-tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam penggunaan dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits). Firman Allah SWT:

Sunguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS al-Hadid: 25)

5.  Ahlussunnah Selalu Bersikap I'tidal

Al-i'tidal atau tegak lurus. Dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman:

Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS al-Maidah: 8)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun