Mohon tunggu...
Idik Saeful Bahri
Idik Saeful Bahri Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang rakyat yang selalu menggugat

Saya merupakan lulusan Fakultas Hukum, S1 ditempuh di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, sementara S2 dituntaskan di UGM Yogyakarta. Jadi, percayalah dalam masalah hukum, saya siap bertanggung jawab untuk setiap tulisan saya. Adapun tulisan saya diluar hukum, anggap saja hiburan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenal Ciri dan Sifat Ahlussunnah wal Jamaah

1 Februari 2020   15:32 Diperbarui: 16 Juni 2021   08:02 16018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, toleran pada perbedaan madzhab fiqih. Fikih termasuk dalam ranah furuiyah (cabang) dalam agama. Dengan adanya empat madzhab fikih yang diakui sebagai bagian dari Ahlussunnah, maka itu bermakna bahwa terkadang ada empat pandangan fikih yang berbeda dalam masalah yang sama.  

Baca juga: Landasan Dasar Materi Ilmu Akidah Ahlussunnah Wal Jamaah

Dan keempat pandangan yang berbeda itu dihukumi sama-sama benar. Rasulullah bersabda: "Hakim (mujtahid) yang berijtihad dan ijtihadnya benar maka ia mendapat dua pahala. Sedangkan yang berijtidihad dan ternyata salah maka mendapat satu pahala."  Benar atau salahnya suatu ijtihad hanya Allah yang tahu. Ulama mujtahid hanya berusaha maksimal untuk berijtihad menghasilkan hukum berdasarkan metode dan manhaj yang diikuti.

Dengan adanya fakta bahwa Ahlussunnah selalu menghargai perbedaan tidak hanya dalam masalah madzhab fikih, tapi juga madzhab aqidah yang notabene merupakan masalah ushuluddin (pokok agama), maka sebenarnya tidak ada jalan untuk konflik. Yang ada adalah jalan ukhuwah dan perdamaian yang terbuka lebar. Namun demikian, konflik sosial bisa saja tetap terjadi di kalangan sesama pengikut Ahlussunnah apabila:

Ada ormas yang mengikuti madzhab tertentu yang berusaha mengajak anggota ormas lain yang mengikuti madzhab yang berbeda. Terutama apabila dengan cara menjelek-jelekkan ormas atau madzhab yang berbeda tersebut.

Pengikut suatu madzhab, sama saja madzhab akidah atau madzhab fikih, selalu memakai pandangan madzhabnya untuk menilai pengikut madzhab lain. Sehingga, pengikut madzhab lain merasa tersinggung dan membalas hal yang sama. Akhirnya, konflik terjadi tanpa akhir. Di sinilah perlunya keluasan ilmu para ulama dan ustadz akan madzhab lain dan kedewasaan serta kebijaksaan mereka dalam memberi pencerahan pada umatnya.

Terjadi perbedaan pilihan politik yang berakibat pada saling tuduh dan fitnah. Perbedaan afiliasi politik sering menjadi pemicu konflik bahkan antara sesama golongan madzhab aqidah atau fikih tertentu.

Adanya golongan non-Aswaja yang selalu merecoki kalangan Aswaja dengan paham-paham baru dan menyesatkan kalangan Ahlussunnah.

Empat poin penyebab konflik di atas harus terus diwaspadai terutama bagi kalangan pemimpin umat islam karena Islam pada dasarnya adalah moderat (wasathiyah). Yang secara etimologis berarti berada di tengah antara dua ekstrim (tatarruf) kiri dan kanan.  

Tidak radikal, juga tidak liberal  Terkait kata wasath Allah berfirman dalam QS Al-Baqarah 2:143 "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang wasath agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia."Dalam sebuah hadits sahih dijelaskan bahwa maksud wasath adalah adil.

3. Ahlussunnah Selalu Bersikap Tawassuth

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun