Mohon tunggu...
Idi Gerung
Idi Gerung Mohon Tunggu... -

Melawan dengan gagasan, bukan untuk menang-menangan. Anti otoritarianisme.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Rusak IDI Sebelanga

2 September 2018   11:32 Diperbarui: 2 September 2018   12:05 1566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Muktamar IDI Samarinda akan jadi Muktamar Terburuk sepanjang sejarah.  Sebuah edaran dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) membuat banyak orang geleng-geleng kepala. Edaran tertanggal 29 Agustus itu datang ke tangan rekan saya yang kebetulan  Ketua IDI Cabang pada tanggal 31 Agustus.  Aneh, katanya, semestinya surat edaran bertajuk Penjaringan Calon Ketua PB IDI ini sudah harus sampai di tangan pengurus cabang 8 bulan sebelumnya. Seperti Muktamar yang lalu-lalu dan sesuai rekomendasi rakernas tahun 2017.  Padahal Muktamar tahun ini berlangsung pada 20 Oktober, cuma satu setengah bulan lagi ! 

Yang membuatnya lebih geregetan karena surat itu datang satu paket dengan sebuah SK berjudul "Tatalaksana Penjaringan Calon Ketua Umum PB IDI". Surat keputusan ini bertanggal 17 Juli 2018 dan ia belum pernah sedikit pun mendengarnya. Satu setengah bulan, kemana aja itu surat ?!!  Sambil menggerutu ia menerangkan isi surat yang dianggapnya sarat pelanggaran AD/ART dan Ortala. 

Ia lalu menunjukkan kepada saya isi surat itu dan minta saya berkomentar. Saya membaca kedua surat itu masing-masing dua kali, mencoba menangkap unsur pelanggaran yang dimaksud si ketua.  Meski sering ikut aktif di kegiatan IDI Cabang, saya bukan orang yang peduli-peduli amat dengan IDI secara keseluruhan. Sering mendengar cerita tentang muktamar dan sebagainya, tapi biasanya saya sekedar menjadi teman diskusi yang baik.  

Setelah berdiskusi 15 menit, saya mulai paham duduk persoalannya. Agar lebih terstruktur, saya tuliskan poin per poin kesimpulan dari diskusi kami tersebut :

1. Waktu terlalu mepet.  

Dibandingkan Muktamar sebelumnya yang proses penjaringan telah dilakukan kurang lebih 6 bulan sebelum hari -H Muktamar.  Bahkan ada Muktamar yang tanpa penjaringan calon ketua, karena syarat pemilihan ketua umum menurut aturan (AD/ART dan Ortala) adalah melalui mekanisme Muktamar.  

2. Kesan menyembunyikan informasi vital.

Surat Keputusan Tatalaksana Penjaringan Calon Ketua Umum PB IDI bertanggal 17 Juli 2018, tapi baru dikirimkan ke Cabang-cabang pada 31 Agustus 2018.  Surat ini berisi syarat-syarat bakal calon ketua umum PB IDI.  Tak ayal keterlambatan pengirimannya memunculkan spekulasi bahwa ada kesengajaan menunda membuka isi surat ke publik dengan tujuan menghindari kontroversi di awal (mengamankan) atau malah mencegah khalayak anggota IDI untuk bisa mempersiapkan diri lebih dini. Istilahnya, ngurangin saingan.

3. Syarat dukungan cabang yang restriktif

Syarat dukungan cabang : minimal 5 cabang dari 3 wilayah berbeda.  Siapa kira-kira yang bisa mendapat dukungan dari 3 wilayah ? Yang jelas seorang ketua cabang di daerah terpencil, akan sulit mendapatkan dukungan semacam ini sebelum hari-H Muktamar.  

Di hari-H Muktamar siapapun bisa memperoleh kesempatan yang sama untuk bisa mendapatkan dukungan dari cabang dari banyak wilayah yang berbeda. Sederhana saja, karena pada hari-H Muktamar semua cabang berkumpul di satu tempat.

4. Syarat yang ironi dan salah kaprah

Beberapa syarat lain yang ditetapkan terlihat sangat ironis dan salah kaprah. Saya menuliskannya berikut ini :

A. Ironis, syarat harus pernah jadi pengurus cabang atau wilayah

Bagaimana tidak ironis, syarat semacam ini ("calon ketua pb idi harus pernah jadi pengurus cabang atau wilayah) dikeluarkan oleh sebuah kepengurusan PB IDI yang isinya banyak sekali orang yang tidak pernah menjadi pengurus cabang atau wilayah !!

Apakah Ketua Umum, Sekjend atau Bendahara pernah jadi pengurus cabang atau wilayah sebelumnya ?

Syarat ini meskipun ironis, namun masih masuk akal. Karena tujuannya adalah mencari calon ketua umum PB IDI. 

B. Salah kaprah, syarat STR Aktif dan Pengalaman Klinis.

Ini mirip dengan syarat ujian kolegium spesialis atau syarat masuk PPDS, bukan syarat untuk memilih seorang pemimpin.

Artinya secara kedua syarat tersebut tidak memiliki landasan logis, alias salah kaprah.  

Kedua syarat tersebut juga tidak memiliki landasan konstitusional (AD/ART, Ortala). Bahkan bisa dibilang melanggar. 

Apakah setiap anggota IDI harus berpraktek klinis? Apakah seorang dokter yang hari-harinya hanya melakukan penelitian atau melakukan kerja manajerial tidak bisa menjadi ketua umum pb IDI?

Perlu diingat bahwa setiap anggota IDI memiliki hak konstitusional yang sama yaitu hak untuk dipilih dan memilih.

Dengan demikian, syarat semacam ini justru akan mengaburkan esensi IDI sebagai wadah bernaungnya seluruh dokter Indonesia (apapun pekerjaannya).

C. Salah kaprah, syarat interview bakal calon oleh Tim Seleksi

Salah kaprah berat !! Bukan saja ini mirip mekanisme ujian skripsi atau ujian thesis, tapi juga memancung hak konstitusional anggota.  Tim seleksi tidak boleh memangkas hak seseorang untuk dipilih berdasarkan kriteri penilaian yang tidak ada ada landasan konstitusionalnya!!

Apalagi bila kriteria penilaian yang digunakan sangat subyektif dan tidak terukur seperti : integritas, kredibilitas, kepedulian terhadap sesama, kepemimpinan, keinginan kerjasama, komitmen, wawasan luas (nasional dan internasional).

Tolok ukur apa yang akan digunakan untuk menilai itu semua? Subyektif? Prasangka? Preferensi individual interviewer? Tes psikometrik? 

Pada bagian yang mana dari AD/ART yang mencantumkan landasan bagi semua kriteria tersebut? 

Kenapa tidak memasukkan kriteria lain yang lebih ngetrend : anti korupsi, misalnya. (Bukankah PB IDI selalu bermasalah dengan laporan keuangan?)

Bagaimana kita akan membuat kesimpulan tentang semua hal tersebut dari sebuah pengamatan cross sectional? Bila saya adalah seorang Maling yang ingin menjadi ketua PB IDI, saya bisa saja berpura-pura menjadi sangat sopan dan santun selama masa interview?

Jika tak ada penjelasan konstitusional dan logis, setidaknya sebutkan saja 1 referensi yang mengatakan bahwa karakter individu bisa dinilai melalui pengamatan sewaktu (cross sectional).

Anda cari pemimpin, maka carilah orang yang berpengalaman memimpin. Biarkan dukungan cabang menjadi tolok ukur dari integritas, kredibilitas dan semua tas-tas tadi. 

Jangan mencari Manager menggunakan kriteria penyaring untuk soerang Pandai Besi !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun