Perlu diingat bahwa setiap anggota IDI memiliki hak konstitusional yang sama yaitu hak untuk dipilih dan memilih.
Dengan demikian, syarat semacam ini justru akan mengaburkan esensi IDI sebagai wadah bernaungnya seluruh dokter Indonesia (apapun pekerjaannya).
C. Salah kaprah, syarat interview bakal calon oleh Tim Seleksi
Salah kaprah berat !! Bukan saja ini mirip mekanisme ujian skripsi atau ujian thesis, tapi juga memancung hak konstitusional anggota. Â Tim seleksi tidak boleh memangkas hak seseorang untuk dipilih berdasarkan kriteri penilaian yang tidak ada ada landasan konstitusionalnya!!
Apalagi bila kriteria penilaian yang digunakan sangat subyektif dan tidak terukur seperti : integritas, kredibilitas, kepedulian terhadap sesama, kepemimpinan, keinginan kerjasama, komitmen, wawasan luas (nasional dan internasional).
Tolok ukur apa yang akan digunakan untuk menilai itu semua? Subyektif? Prasangka? Preferensi individual interviewer? Tes psikometrik?Â
Pada bagian yang mana dari AD/ART yang mencantumkan landasan bagi semua kriteria tersebut?Â
Kenapa tidak memasukkan kriteria lain yang lebih ngetrend : anti korupsi, misalnya. (Bukankah PB IDI selalu bermasalah dengan laporan keuangan?)
Bagaimana kita akan membuat kesimpulan tentang semua hal tersebut dari sebuah pengamatan cross sectional? Bila saya adalah seorang Maling yang ingin menjadi ketua PB IDI, saya bisa saja berpura-pura menjadi sangat sopan dan santun selama masa interview?
Jika tak ada penjelasan konstitusional dan logis, setidaknya sebutkan saja 1 referensi yang mengatakan bahwa karakter individu bisa dinilai melalui pengamatan sewaktu (cross sectional).
Anda cari pemimpin, maka carilah orang yang berpengalaman memimpin. Biarkan dukungan cabang menjadi tolok ukur dari integritas, kredibilitas dan semua tas-tas tadi.Â