Mohon tunggu...
Franky Dwi Damai (Idham)
Franky Dwi Damai (Idham) Mohon Tunggu... Tutor - Mahasiswa Ilmu Hukum, Universitas Pendidikan Ganesha (UPG)

Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Singaraja.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pergub Bali 2018 "Penggunaan Plastik Sekali Pakai "Solusi, atau Ilusi?

1 Maret 2020   03:27 Diperbarui: 1 Maret 2020   05:09 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tajam ke Bawah, namun Tumpul ke Atas

Provinsi Bali pada akhirnya memiliki aturan terkait upaya dalam menangani sampah plastik. Aturan tersebut, merupakan produk hukum yang disahkan tertanggal 21 Desember 2018. Asal muasal dilahirkanya produk hukum (pergub) di atas merupakan tindak lanjut dari insiatif  Gubernur Bali Bapak I Wayan Koster.

Dalam sekejap mata, lahirnya pergub ini mendapat  reaksi dan respon positif dari masyarakat. Akun-akun di media sosial, tiba-tiba penuh teriakan berkumandang banyak yang  mengkampanyekan dirinya (anti sampah plastik). Aksi bersih-bersih, mulai digencarkan dari perkotaan hingga pedesaan, oleh berbagai kalangan komunitas. Seakan seperti sulap "Bim salabim, Abracadabra" Pergub ini, berhasil membangkitkan kesadaran masyarakat untuk (sesegera mungkin peduli terhadap lingkungan).

Jika disadari dengan seksama, dengan tempo yang pelan dan berkelanjutan. Sebenarnya tujuan utama hadirnya (Pergub) Bali nomor 97 tahun 2018 "Tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik  Sekali Pakai (PSP), sangatlah jelas yaitu sebagai upaya pengurangan sampah plastik dari hulu ke hilir.

Selain itu, tujuan lainnya adalah mengendalikan terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan oleh penggunaan plastik yang berlebihan. Sehingga, inisiatif hadirnya pergub di atas, menurut Pak Gubernur adalah sebagai jawaban dan langkah nyata untuk Pengurangan bahan buangan plastik atau sampah (kantong plastik sekali pakai).

Namun sayangnya upaya ini tidak disertai dengan penyediaan bahan pengganti yang sepadan dan lebih praktis. Tidak juga berlebihan, jika dipahami secara mendalam ternyata lahirnya  (Pergub) nomor 97 tahun 2018 tentang pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai (PSP) dangatlah Prematur.

Kini Pergub di atas, seakan-akan instan dan tidak mempertimbangkan dampak lainya. Terkesan tidak serius dan konsisten, mengingat peraturan di atas sulit di jalani. Terlebih untuk mengurangi "pemakaian plastik" dalam aktivitas keseharian masyarakat Provinsi Bali.

Semenjak hadirnya (Pergub) Sampah, ternyata Provinsi Bali saat ini serasa menjadi negeri sulap rupanya. Bagaimana tidak, buktinya saya belanja di Indomaret gak ada (kantong plastik). Banyak pintu-pintu dan dinding swalayan tertempel "tidak lagi memakai kantong plastik, di mohon membawa kantong belanja sendiri".

Sedikit lucu pernyataan di atas yang mulai berhamburan di swalayan mendadak (anti kantong plastik),  jika hanya untuk sebagai dukungan (pergub sampah 2018) kenapa mesti segawat itu. Pertanyaanya, kini mengapa implementasi (pergub) di atas hanya ditujukan terhadap kita sebagai masyarakat, yang harus melek kesadaran peduli sampah plastik?".

Kenapa pabrik-pabrik, dan industri di bidang produksi makanan dan minuman tidak dilarang menggunakan kemasan berbahan plastik sekali pakai? Buktinya sampai sekarang juga masih ada Indomie bungkus plastik, mie sedaap bungkus plastik, dan juga botol-botol minuman yang masih menggunakan bahan plastik sekali pakai.

Lantas, "apakah memang benar (pergub) di atas, relevan dalam implementasinya untuk kondisi Bali saat ini, yang semakin maju dan berkembang?". Jika memang benar, seharusnya pemerintah memberikan solusi tidak hanya berupa regulasi yang terkesan membatasi hak individu maupun orang dalam memakai kantong plastik.


Akan tetapi juga, perlu diingat dan memperhatikan keberlanjutan-nya, melalui kerjasama dengan berbagai pihak dalam mengatasi permasalahan sampah plastik, seperti penyediaan  fasilitas daur ulang sampah plastik untuk masyarakat, kantong pengganti plastik murah berbahan kertas maupun kain dengan harga yang murah, penyediaan alat konversi plastik menjadi minyak bahan bakar, atau menjadi paving.


Mungkin solusi ini lebih baik dan relevan, jika dijadikan acuan oleh Pemerintah, dalam memberikan solusi yang berkelanjutan dari permasalahan sampah akibat kantong plastik sekali pakai (PSP). Daripada solusi pembatasan penggunaan kantong plastik melalui regulasi (Pergub) nomor 97 tahun 2018.

Tentang Penulis : Franky Dwi Damai, Ia merupakan pemuda yang berkesempatan baik dapat berkuliah di Universitas Pendidikan Ganesha-Singaraja- Bali. Ia, Mengambil studi Ilmu Hukum. Ia, juga seorang anggota HMI Cabang Singaraja.  Cinta gerakan sosial  yang cenderung penuh (kebersamaan) serta hanif atau cenderung pada kebenaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun