Mohon tunggu...
Henri S. Sasmita
Henri S. Sasmita Mohon Tunggu... Lainnya - Pengajar

Enthusiasm in education | Pandu Digital | Enthusiastic about law, art, culture, society, and technology | henry@office.seamolec.org

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Dualitas Sekolah: Lembaga Sosial dan Bisnis Perspektif dan Konteks yang Membentuk Karakteristiknya

20 Juli 2023   22:59 Diperbarui: 21 Juli 2023   12:50 948
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi PTM 100 Persen (Tanoto Foundation via kompas.com)

Peran yang sangat dominan dari negara dalam bidang kesejahteraan, seperti pengaturan pajak, penetapan upah minimum, program pensiun, pencegahan pengangguran, dan tugas lainnya, pada akhirnya menciptakan situasi di mana tanggung jawab negara yang begitu luas untuk memastikan kesejahteraan seluruh warga. 

Namun, hal ini bisa menyebabkan ketidakefektifan dalam usaha pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan keseluruhan masyarakat. Selain itu, ada pihak-pihak lain, seperti sektor swasta dan masyarakat, yang dapat diajak bekerja sama oleh negara untuk mencapai tujuan kesejahteraan bersama dan meringankan beban negara dalam membangun. 

Banyak upaya baik usaha nyata, infrastruktur atau penyediaan dana, kebijakan serta peraturan perundang-undangan yang menunjukna usaha pemerintah dalam memenuhi kesejahteraan dan hak kesejahteraan warganya. Namun keterbatasan negara terlihat di sini, belum semua masyarakat Indonesia mendapat kesejahteraan yang memadai. 

Selama ini pemerintah dibantu masyarakat ataupun pihak swasta ikut meringankan tugasnya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Misalnya pembangunan sekolah-sekolah yang dilakukan oleh pihak swasta.

Meskipun terdapat Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan yang selanjutnya disebut Dana BOSP adalah dana alokasi khusus non fisik untuk mendukung biaya operasional nonpersonalia bagi Satuan Pendidikan serta bantuan bentuk lainnya dan pemerintah harus tetap mengontrol saluran dana yang digelontorkan tersebut.

Sekolah memiliki karakteristik baik sebagai lembaga sosial dan bisnis, tergantung pada perspektif dan konteksnya. Sebagai lembaga sosial, tujuan utamanya adalah menyediakan pendidikan, pengajaran, serta membentuk kepribadian dan karakter siswa. 

Fokus utama ini adalah menciptakan generasi yang berpendidikan, berpengetahuan, berbudaya, dan memiliki keterampilan bersaing. Pendidikan dianggap sebagai hak dasar yang harus dapat diakses oleh semua individu dalam masyarakat. Sebagai bisnis, sekolah beroperasi dengan tujuan untuk mencari keuntungan atau profit. 

Terutama pada sekolah swasta aspek keuangan menjadi pusat perhatian serta anggaran harus dikelola dengan baik untuk memastikan berlangsungnya kegiatan sekolah. 

Dalam beberapa kasus, pendidikan diatur seperti pusat perdagangan, dan sekolah bersaing untuk menarik siswa dengan menawarkan layanan dan fasilitas terbaik.

Meskipun kedua aspek sosial dan bisnis tersebut terlihat bertentangan, perlu untuk diingat bahwa banyak sekolah berusaha mencapai keseimbangan antara misi sosial mereka untuk menyediakan pendidikan berkualitas dan tanggung jawab keuangan sebagai bisnis.

Integrasi yang baik antara aspek sosial dan bisnis dalam sekolah diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan yang komprehensif dan berkelanjutan. Tidak hanya itu, pendidikan tidak hanya bergantung pada lembaga sosial saja, banyak perusahaan terlibat dalam mengelola pendidikan dengan manajemen yang baik. 

Pendidikan berbeda dengan lembaga bisnis karena mencerminkan idealisme pengembangan ilmu dan manusia. Etika pendidikan lebih berfokus pada manusia serta proses pembelajaran, tidak seperti lembaga bisnis yang lebih menitikberatkan pada pencapaian keuntungan finansial. Berbagai pihak yang terlibat stakeholder dalam dunia pendidikan sangat beragam. Hasil dari pendidikan juga tidak dapat dilihat secara langsung.

Pendidikan dapat mengalami kecenderungan untuk berfokus pada tujuan jangka pendek, mengutamakan hasil daripada proses, menekankan penampilan fisik, dan melupakan pentingnya kurikulum, standar proses, dan standar isi. Bisa kita perhatikan proses masuk kesebuah sekolah, calon siswa harus melewati tes yang sangat ketat untuk dapat diterima di sekolah tersebut dari mulai tes tulis hingga psikotes. 

Jika calon siswa tersebut dianggap kurang berkualitas, bagaimana perlakuan atau tindakan selanjutnya dan sekolah tersebut hanya menerima siswa dengan nilai rata-rata tinggi, alhasil dipandang sebagai sekolah terbaik karena tingkat prestasi siswanya yang tinggi. 

Dengan demikian siswa tetap bisa mencapai prestasi karena mereka memiliki pola belajar yang terstruktur dan serta kemampuan mereka sangat baik didukung oleh fasilitas sekolah yang mumpuni. Konsekuensi logisnya para pengajar tidak memerlukan usaha yang lebih keras untuk meningkatkan akademik siswa nya tersebut.

Bagaimana nasib sekolah yang menerima siswa dari berbagai latar belakang dan golongan ekonomi menengah ke bawah yang memiliki pengajar-pengajarnya bekerja keras untuk membantu siswa mencapai prestasi, yang hanya mendapat honor kecil dengan hitungan sebulan bekerja dibayar seminggu,  pengajar seperti ini tidak mendapatkan penghargaan yang sepadan. 

Karena akan luar biasa jika pengajar-pengajar tersebut bekerja keras untuk mengajar siswa yang dianggap kurang berkualitas bahkan berlokasi di daerah terpencil. Maka pandangan tentang sekolah yang baik juga berubah, seolah-olah sekolah yang berada di perkotaan dan mahal dengan kurikulum impor, fasilitas bahasa Inggris oleh guru penutur asli, serta fasilitas mewah dan unggul dibandingkan dengan sekolah lainnya.

Dalam era globalisasi dan persaingan yang semakin ketat, dunia pendidikan juga menghadapi tekanan untuk bersaing seperti layaknya dunia bisnis. 

Beberapa strategi yang digunakan dalam persaingan pendidikan serupa dengan yang diterapkan dalam dunia bisnis, antara lain:

1. Peningkatan Kualitas: lembaga pendidikan perlu berupaya meningkatkan kualitas layanan dan produknya. Ini termasuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, merekrut tenaga pengajar berkualitas, menggunakan teknologi pendidikan inovatif, serta menyediakan fasilitas belajar yang modern dan memadai.

2. Inovasi: dunia pendidikan harus terus berinovasi dalam metode pengajaran, pendekatan pembelajaran, dan teknologi yang digunakan. Inovasi membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses belajar mengajar, serta membuka peluang baru untuk menghadapi tantangan pendidikan di masa depan.

3. Pemasaran dan Branding: Sama seperti dalam ranah bisnis, lembaga pendidikan harus menciptakan citra dan identitas yang kuat guna menarik minat calon siswa. Strategi pemasaran yang efektif akan meningkatkan daya tarik lembaga pendidikan serta menyampaikan nilai-nilai unik yang ditawarkannya.

4. Persaingan: Pendidikan juga menghadapi persaingan, terutama dalam menarik siswa terutama kesadaran orang tua akan Pendidikan berkualitas. Lembaga pendidikan dengan menawarkan program akademik berkualitas dan pengalaman belajar yang beragam.

5. Pengukuran Kinerja: Dunia pendidikan semakin menggunakan pengukuran kinerja dan evaluasi untuk mengevaluasi keberhasilan lembaga pendidikan dan progres akademik siswa. Hal ini mirip dengan dunia bisnis yang menggunakan metrik dan analisis untuk mengukur kinerja dan mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan.

6. Kemitraan dan Kolaborasi: Seperti dalam dunia bisnis, kemitraan dan kolaborasi antara lembaga pendidikan, industri, dan pemerintah menjadi penting. Kemitraan ini dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan, memfasilitasi penempatan kerja bagi lulusan, serta menciptakan program pelatihan yang relevan dengan kebutuhan industri. 

Dalam persaingan ini, lembaga pendidikan harus tetap berfokus pada misi inti, yaitu memberikan pendidikan berkualitas dan menciptakan lingkungan belajar yang mendukung perkembangan siswa. Melalui persaingan yang sehat, masyarakat akan mendapatkan manfaat dari beragam pilihan pendidikan berkualitas.

Pendidikan berkualitas adalah hasil dari kerja sama antara pengajar, siswa, pihak sekolah, dan masyarakat secara keseluruhan. Peran pengajar yang profesional, berdedikasi, dan berorientasi pada pengembangan siswa sangat menentukan dalam mencapai tujuan tersebut.

Pengajar yang sepenuhnya berfokus pada ilmu pengetahuan tanpa memikirkan hal lain, berperan sebagai landasan yang kuat dalam memajukan pendidikan di suatu bangsa.

Pendidikan berkualitas sangat bergantung pada peran pengajar atau tenaga pendidik. Mereka memiliki peran kunci dalam menciptakan lingkungan belajar yang positif, memberikan pengalaman belajar yang efektif, dan mendukung perkembangan siswa secara menyeluruh.

Tetapi menjadi pengajar berkualitas bukanlah hal yang mudah bagi sebagian orang karena kurangnya kesejahteraan yang mereka peroleh bahkan tidak sepadan.

Mengapa para pengajar yang satmikal (Satuan Administrasi Pangkalan) di sekolah swasta dan sudah menjadi Guru Tetap Yayasan (GTY) tertarik menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK? Menjadi ASN PPPK salah satu upaya meningkatkan kemampuan para pengajar dan menyejahterakan mereka dari aspek penghasilannya.

Para pengajar tersebut memiliki alasan-alasan berikut:

1. Stabilitas dan keamanan pekerjaan: Sebagai ASN PPPK, mereka akan memiliki status pegawai tetap dengan kontrak kerja, memberikan stabilitas dan keamanan pekerjaan. Sementara sebagai tenaga pendidik di sekolah swasta, status pekerjaan mereka mungkin tidak tetap dan mengalami ketidakpastian ketenagakerjaan.

2. Jaminan sosial dan tunjangan: Sebagai ASN PPPK, mereka berhak mendapatkan jaminan sosial dan tunjangan tertentu, seperti tunjangan kesehatan dan pensiun, memberikan perlindungan dan manfaat jangka panjang bagi masa depan mereka. Sedangkan di beberapa sekolah swasta tidak ada perlindungan jaminan sosial dan tunjang sama sekali.

3. Peluang pengembangan karir: Sebagai pegawai pemerintah, mereka memiliki peluang lebih besar untuk pengembangan karir, termasuk pelatihan dan pendidikan lanjutan, membantu meningkatkan kompetensi dan kualitas pengajaran mereka.

4. Pengakuan dan apresiasi: Posisi sebagai PPPK dianggap memiliki status yang lebih dihargai dan diakui secara sosial dibandingkan posisi tenaga pendidik di sekolah swasta.

5. Fasilitas dan kondisi kerja: Sebagai pegawai pemerintah, mereka mungkin menikmati fasilitas dan kondisi kerja yang lebih baik dibandingkan dengan di sekolah swasta. Karena sebagian dari sekolah swasta kebanyakan dikelola dan hampir sebagian pengurus dan pengajar berasal dari keluarga Yayasan.  

Mungkin akan berbeda jika sekolah swasta telah memberikan fasilitas serta tunjangan seperti layaknya industri atau bisnis. Mungkin sebagian besar mereka akan terus dan bertahan di sekolah tersebut. Bahkan ada sebagian sekolah swasta tidak memberikan honor sama sekali karena pengajar tersebut sudah memperoleh Tunjangan Profesi Guru.

Meskipun menghadapi keterbatasan dalam memberikan gaji atau honor, beberapa sekolah swasta mungkin dapat memberikan manfaat atau tunjangan lain sebagai kompensasi atau untuk menjaga kualitas pengajarannya.

Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru dan meningkatkan pendidikan berkualitas adalah tantangan yang kompleks dan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, yayasan sekolah, dan masyarakat secara keseluruhan. 

Perbaikan kondisi para pendidik di negeri ini memerlukan upaya kolaboratif dari semua unsur untuk meningkatkan kesejahteraan dan motivasi para guru dalam memberikan pendidikan yang berkualitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun