Mohon tunggu...
Idelia Mahsa Rahma
Idelia Mahsa Rahma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Studi Kejepangan Universitas Airlangga

Seorang pemuda yang gemar musik dan belajar bahasa serta budaya asing.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

Danjyo Kankei, Hubungan Laki-Laki dan Perempuan di Jepang dari Masa ke Masa

26 September 2022   22:14 Diperbarui: 6 Oktober 2022   05:08 1751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang pria yang sedang berjalan di Harajuku mengenakan masker. (sumber: PIXABAY.com/UKI EIRI via kompas.com)

Seperti maraknya pemikiran "laki-laki di luar dan wanita di dalam", maksud dari pemikiran tersebut adalah para laki-laki sajalah yang diwajibkan untuk bekerja dan beraktivitas di luar rumah.

Sedangkan perempuan diwajibkan atau diusahakan untuk beraktivitas di rumah saja seperti mengurus pekerjaan rumah tangga atau anak (jika ada).

Kemudian dengan semakin modernnya zaman (Meiji), perubahan hubungan laki-laki dan perempuan tentunya ikut berubah. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya pengaruh barat seperti pembangunan fasilitas edukasi formal bagi laki-laki maupun perempuan. 

Namun, tentunya tidak langsung hilang patriarki di zaman sebelumnya, karena pembelajaran di sekolah formal yang diizinkan perempuan mengikuti lebih condong mengajari bagaimana menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik. Maka dari itu lahirlah konsep 'Ryosaikenbo' yang berarti 'Good Wives and wise mother'.

Lalu bagaimana hubungan laki-laki dan perempuan Jepang di era modern seperti sekarang ini. Hubungan keduanya saat ini berubah cukup besar. 

Dimulai dengan para perempuan yang lebih memilih karier daripada menikah atau mereka juga bisa saja tetap menjalin sebuah hubungan asmara tetapi tidak berniat untuk melanjutkannya ke hubungan yang lebih serius. 

Begitu juga laki-laki, karena keadaan yang seperti itu kerap kali mereka lebih memilih melajang sampai umur yang bisa dibilang cukup tua untuk menikah. Kebanyakan saat ini laki-laki dan perempuan lebih fokus memilih dan memperbagus kehidupan individu masing-masing. 

Maka dari itu tidak diherankan hal tersebut memicu turunnya angka kelahiran dan meningkatnya angka usia tua di Jepang.

Sedangkan di Indonesia bagaimana, apakah sama atau sangat berbeda dengan Jepang. Indonesia sendiri memang sejak masa lalu dikenal oleh masyarakat yang patriarki. 

Mulai dari banyaknya pahlawan laki-laki yang lebih banyak disorot daripada pahlawan perempuan. 

Pada zaman dahulu pun, perempuan di Indonesia juga tidak diperbolehkan dan tidak difasilitasi tempat edukasi formal seperti laki-laki pada umumnya karena perempuan dianggap hanya memiliki prinsip '3M' atau 'Macak, Manak, Masak' atau jika diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah 'Berdandan, Melahirkan, Masak'. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun