Melalui tulisan filsafatnya, Descrates mencoba mengokohkan kepastian akan kebenaran, yaitu "cogito" atau kesadaran diri yang menerima sesuatu ketika hal tersebut sudah jelas dan terpilah -- pilah (claire et distincte).
Ini membuat filsafat menjadi semakin vital bukan hanya sebagai dasar suatu ilmu pengetahuan namun juga sebagai etos untuk menjalani hidup dengan penuh kecintaan pada kebijaksanaan. Namun demikian, sebetulnya "apakah post-truth itu sungguh nyata?"
"Atau hanya sebuah situasi yang bias?"
"Lalu jika post-truth atau era pasca-kebenaran itu ada, maka kapan era kebenaran terjadi?"
"Atau bahkan era kebenaran itu belum pernah ada? Atau bahkan kebenaran itu sendiri masih sebuah tanda tanya?".
Pasca-kebenaran Sebagai Ambiguitas
Hoaks dan disinformasi bukan hal yang baru terjadi begitupula dengan cara seseorang menghimpun informasi memang cenderung menggunakan sistem emosionalnya yang mana ini disebut sebagai predisposisi, bukan hanya saat ini, namun itu telah terjadi sejak dulu dimana akhirnya sistem penilaian tersebut dimanfaatkan manusia bergelar homo homini lupus untuk meraih tujuan hegemoniknya.
 Hoaks telah memainkan peranan pentingnya sejak awal peradaban manusia, salah satunya orasi -- orasi populis pada Republik Romawi Kuno yang mementingkan kecakapan retoriknya daripada ketepatan data, kemudian propaganda Nazi dalam Perang Dunia Kedua yang mana orang -- orang pada saat itu tidak memastikan kebenaran dari informasi tersebut bahkan contoh lain yaitu terjadi di era kenabian Rasul, Ummu Jamil (istri Abu Lahab) menyebarkan fitnah mengenai Rasulullah SAW, fitnah tersebut selain untuk menjatuhkan Rasul, juga terselubung maksud politis untuk menghadang upaya Nabi Muhammad SAW dalam menyebarluaskan kebajikan dan kebenaran, sehingga kelompok Abu Lahab dapat tetap menguasai Mekkah dan menikmati hasil kebohongannya perihal berhala -- berhala yang ada di Kaaba, di era lahirnya era media cetak pada 1987, hoaks dari 'koran kuning' memiliki porsi yang cukup besar dalam memanas -- manasi Amerika Serikat untuk mendeklarasikan perang melawan Spanyol.
Sebagaimana post-modernism, post-stukturalism dan sejembreng istilah "pos" lainnya, konsep post-truth berkonsekuensi pada anggapan bahwa pernah ada era truth[1].Â
Ironisnya, hingga saat ini tidak ditemukan satu tulisan pun yang secara gamblang menyebutkan kapan era truth itu berakhir dan kapan post-truth itu mulai menampakan batang hidungnya ke permukaan bumi.Â
Prasangka, emosi, fitnah, propaganda telah hadir sejak dahulu, adapun bila era kebenaran disini ditinjau dari aspek politik dan berdasar pada pendekatan dalam teori kebenaran korespondensi hal tersebut bisa bisa disematkan pada era Rasulullah SAW dimana kala itu kedamaian terpajang di kanal pemerintahan dan tumbuh stabilitas dalam tatanan sosial masyarakat Makkah kendatipun masih tersebar kaum -- kaum fasik pada saat itu.