SIDAK BUKAN TUJUAN
Belajar dari peristiwa bom bunuh diri Turki di bandara Istanbul. Peristiwa yang mengerikan tersebut masih dalam suasana di bulan suci bagi ummat Islam dunia. Para pemangku kekuasaan dalam pengelolaan bandara di seluruh dunia dibuat menjadi sangat berhati-hati, dengan demikian. Untuk bandara di Indonesia diperlukan peningkatan pengawasan yang secara priodik dan sustainable yang merujuk kepada Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 24 Tahun 2009 atau dikenal dengan Civil Aviation Safety Regulation (CASR) Part 139.
Selalu menjelang lebaran jumlah pemudik lewat bandara semakin meningkat, bahkan untuk ukuran bandara Soekarna Hatta saja, sudah sesak dan pemandangan macet hampir disetiap sudut area bandara. Pada tanggal 24 Juni di hari Jumat yang lalu, Menteri Perhubungan Ignatius Jonan melakukann sidak mendadak untuk memastikan kesiapan PT Angkasa Pura II selaku pemangku penuh pengelolaan di Bandara Soekarno Hatta.
Sidak dimulai dari area anjungan pemberangkatan (Embarkasi) yakni wilayah dimana para penumpang berkumpul dengan beberapa sanak keluarga yang ikut menghantar, di area embarkasi inilah para penumpang antri untuk melakukan checking demi mendapatkan boarding pass, sederetan counter desk dari berbagai perusahaan penerbangan melayani penumpang, dan ruang Embarkasi ini, menjadikan para sanak keluarga, teman dan atau sahabat saling melepas kepergian.
Sayangnya konsep untuk Embarkasi Hall pada beberapa bandara di Indonesia tidak menyediakan fasilitas cukup bagi penumpang dan bagi sanak keluarga yang hanya sekedar menghantar. Bila perlu Embarkasi Hall dibuat layaknya suasana Mall namun dengan tetap menjaga peraturan keselamatan dan keamanan Penerbangan yang paling utama, paduan konsep ini dapat kita lihat atau contoh pada bandara Changi di Singapore. Para penumpang yang hendak melakukan checking tidak harus melewati gate detector dan Xray detector, ruang Embarkasi dibuka lebar dan aroma franchise untuk outlet dengan branded ternama dapat kita akses tanpa mesti melewati area gate dan xray detector, dikarenakan area Embarkasi Hall memang dibuat sebagai fasilitas penunjang ke bandaraan dengan konsep komersial sebagai perolehan pendapatan pihak pengelola, yang tentu dibuat menyenangkan dan tetap menjaga keselamatan dan keamanan (Safety and Secure).
Aturan safety yang menjadi regulasi pada pengelolaan kawasan Bandara dan fasilitas penunjang ke Bandaraan, tidak dipahami secara detail oleh pihak Pemangku pengelolan bandara kita. Padahal untuk pengaturan bandara di Indonesia diatur dalam (Civil Aviation Safety Regulation) CASR Part 139 atau dipahami sebagai Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil sebagai Peraturan Menteri No 24 Tahun 2009. Untuk semua kegiatan ke bandaraan dan fasilitas penunjang ke bandaraan, mulai dari fasilitas sebagai tempat berkumpulnya para penumpang (Assembly hall) di embarkasi, benda dan alat-alat yang digunakan atau dimanfaatkan penumpang saat checking, hingga meletakkan baggage lewat compayer sampai bagasi tiba di rampcheck, dan sebelum diangkut melalui cargo car, lalu di angkat dengan menggunakan fork lift ke badan atau compartment pesawat, kesemuanya harus melalui uji kelayakan dan mendapatkan sertifikat layak uji sebelum digunakan, demikian itulah fungsi CASR Part 139 melakukan mitigasi, dan pengelolaan Bandar udara dan penunjang ke Bandaraan.
Alhasil kunjungan Pak Menteri Perhubungan Ignatius Jonan pada hari Jumat tanggal 24 Juni, mendapatkan beberapa catatan dan bahkan teguran pedas bagi pihak PT Angkasa Pura II selaku Pemangku penuh pengelolaan bandara Soekarno Hatta. Adapun kekecewaan pihak Menteri Perhubungan adalah meminta ditariknya alat mobile ATC yang ditempatkan pihak PT Angkasa Pura II pada Terminal 3 Ultimate. Kini nasib Terminal 3 Ultimate tak kunjung usai atau dimanfaatkan, bahkan pujian dari Menko Rizal Ramli yang juga melakukan sidak khusus ke Terminal 3 Ultimate, tidak menyurutkan ego bapak Menteri Perhubungan Iqnatius Jonan untuk segera menggunakan Terminal 3 Ultimate dalam musim mudik lebaran ini.
Sikap kehati-hatian Menteri Perhubungan patut mendaptkan jempol plus, karena semata mengutamakan safety dan menegakkan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil atau CASR Part 139 yang menjadi rujukan dunia penerbangan.
PT ANGKASA PURA I MENGABAIKAN MANAJEMEN KESELAMATAN
Hanya saja, sidak Menteri Perhubungan Iqnatius Jonan, tidak dilanjutkan pada bandara-bandara lainnya di Indonesia. Di Maros terdapat bandara International Sultan Hasanuddin yang menjadi pintu utama bagi setiap penerbangan menuju Indonesia tengah hingga ke penghujung Timur Indonesia. Bandara ini telah melakukan pembangunan Terminal baru sejak tahun 2004, yang bentuk arsitekturnya memadukan unsur local dan modern, tampak arsiran ceiling atau plafon bandara Sultan Hasanuddin terlihat mengambil corak kain sarung khas bugis yang dikenal sarung sabbe (di panggil: lipa sabbe).
Tepatnya pada Agustus di tahun 2008, penggunaan Terminal baru bandara Sultan Hasanuddin dibuka oleh bapak Presiden waktu itu bapak Susilo Bambang Yudoyono, kemegahaan arsitektur bangunan Terminal Sultan Hasanuddin di Maros, tentu awalnya memenuhi Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil No 24 Tahun 2009 atau CASR Part 139.
Bila saja, sidak Menteri Perhubungan dilanjutkan ke bandara Sultan Hasanuddin sekarang ini, maka kami selaku penulis akan menitipkan beberapa pertanyaan, terhadap beberapa perubahan tata letak bangunan Terminal Bandara Sultan Hasanuddin yang telah direnovasi oleh pihak PT Angkasa Pura I.
Hasil perubahan besar yang dilakukan oleh pihak PT Angkasa Pura I selaku pengelola, adalah dengan membuat koridor baru untuk penumpang yang baru saja mendarat (Debarkasi), bisa langsung ke Arrival Hall dengan menyusuri lorong dari dinding kaca sebagai pemisah antara penumpang yang berada di ruang tunggu. Manfaat koridor tersebut tentu berfungsi sebagai ruang sterilisasi antara penumpang yang baru tiba (Debarkasi) dengan penumpang yang akan berangkat (Embarkasi).
POTENSI ANCAMAN DARI TERORIS
Tapi suatu kekeliruan besar pada pihak Pengelola bandara Sultan Hasanuddin yakni PT Angkasa Pura I, diduga telah melakukan perubahaan besar atau renovasi terhadap ruang tunggu tanpa mempertimbangkan manajemen keselamatan penerbangan sipil. Dengan mengabaikan pertimbangan safety, bandara Sultan Hasanuddin berpotensi mendapat ancaman dari Teroris dan juga, sangat mudah dilakukan tindakan Pembajakan (Hijack) pada perusahaan penerbangan. Keceroboan pihak PT Angkasa Pura I, karena menjadikan ruang tunggu yang seharusnya sudah menjadi tempat sterilsasi, tergabung dengan outlet atau ruang komersial, dimana dengan mudah orang lalu lalang, para pegawai coffee shop, dan para pegawai-pegawai lainnya yang bertugas di berbagai cuonter komersial.
Pertanyaannya adalah siapa yang menjamin pihak pegawai dari para konter atau outlet di ruang tunggu, tidak tersusupi dengan pihak atau calon penumpang yang mempunyai niat jahat atau dia Teroris.
Karena seyogyanya. Bandar udaraadalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya (CASR Part 139 atau PKPS 24 Tahun 2009).
Definisi di atas, dapat dimaknai bahwa kawasan bandara atau ruang tunggu harus memiliki batas-batas tertentu sebagai fasilitas yang mengandung unsur keselamatan dan keamanan penerbangan. Harusnya pihak PT Angkasa Pura I, memperhatikan tata letak ruang dalam gedung Terminal diatur dengan sedemikian detail dengan tetap mempertimbangkan aspek manajemen keselamatan dan keamanan penerbangan yang telah melalui uji risk assementsebagaimana diatur dalam CASR 139.077 angka 5, agar menghindarkan bandara dari potensi ancaman pihak Teroris dan/atau pihak Pembajakan pada perusahaan penerbangan.
Manajemen keselamatan dan keamanan penerbangan sipil yang patut dicontoh bagi PT Angkasa Pura I, adalah penggunaan ruang tunggu di anjungan Terminal 2 F dan anjungan lainnya di Bandara Soekarno Hatta, sekarang ini, Posisi Xray dan Gate detector berada di depan pintu masing-masing anjungan yang akan dilewati oleh para penumpang saat masuk ke ruang tunggu sambil menunggu boarding time.
Agar BUMN PT Angkasa Pura I, tidak salah mengartikan aspek keselamatan dan keamanan penerbangan ketimbang mengutamakan aspek bisnis semata atau kejar setoran yang cenderung melanggar Undang-Undang dan Peraturan hukum lainnya. Maka pihak Kementrian Perhubungan melalui Dirjen Perhubungan Udara harus  melakukan pengawasan secara regular dan menindak oknum-oknum dengan cara mencabut sertifikatnya, karena berpotensi merusak tatanam peraturan perundang-undangan.
Bentuk lain dari Penggunaan fasilitas pendukung ke bandaraan di Bandara Sultan Hasanuddin, yang berpotensi melanggar Undang-Undang Kosumen adalah. Pihak PT Angakasa Pura I menempatkan pintu utama yang harus berbayar bagi setiap pengunjung ke bandara Sultan Hasanuddin. Â Selayaknya pintu utama yang berfungsi sebagai pintu parkir, hanya ditempatkan pada area menuju parkir bandara, jangan lagi PT Angkasa Pura I bertindak sebagai Penjaga pintu Toll. Sehingga bagi pengunjung atau sanak keluarga yang bertujuan hanya menghantar atau droff of di anjungan pemberangkatan tanpa harus dipungut bayaran. Dan bila hendak memungut bayaran kepada pengunjung bandara yang membutuhkan parkir, maka tempatkanlah pintu berbayar di area pelataran parkir bandara.
Sederet perubahan pada tata letak ruang dan fasilitas ke bandaraan di terminal bandara International Sultan Hasanuddin Maros di Makassar, menjadi masukan bagi pihak PT Angkasa Pura I agar menghindari pelanggaran Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil No 24 Tahun 2009 dan tuntutan hukum dikemudian hari. Â Untuk itu, kami tunggu kelanjutan sidak Menteri Perhubungan Ignatius Jonan.
Makassar, 29 June 2016
ISDAR YUSUF
Tentang Penulis:
Nama                   : Isdar Yusuf, S.S., S.H., M.H.
Pekerjaan & Pengalaman  : Advokat dan Konsultan Hukum dari Organisasi PERADI, dan Pemerhati Hukum Penerbangan yang berpengalaman dibidang Bankruptcy (Kepailitan, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) berkaitan dengan Kredit Macet pada Bank dan lembaga keuangan lainnya, dan Property. Sebagai Advokat yang memiliki pengalaman terbang dan pernah bekerja pada Airlines Industries selama 9 tahun sebagai Cabin Attendant, Menguasai terminology of Aircraft, dan berpengalaman terhadap Flight Safety Procedure pada beberapa type of Aircraft diantaranya: Fokker 27, Fokker 28, dan Advance, Fokker 70, Fokker 100, Boeing 737-200, 737- Advancedan 737-400, serta Air Bus A-300 B4.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H