Ditengah kecamuk tahun politik, persis saat partai saling "pukul" kemudian alpa dengan hal-hal konkrit yang dibutuhkan masyarakat, saya mengapresiasi langkah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengadvokasi 16 perempuan korban perdaganganan manusia di Tiongkok.
dilansir Liputan6.com, PSI aktif mendesak Polri dan Kementerian untuk segera memulangkan 16 perempuan tersebut. Dalam waktu relatif singkat,tiga pelaku TDD alias V, YH alias A dan GCS alias Aki pria asal Tiongkok berhasil ditangkap Polda Jawa Barat. Penangkapan ini menjadi pintu masuk untuk meyelematkan korban dan membongkar jaringan perdagangan manusia.
Apa yang dilakukan PSI sebenarnya tidaklah berlebihan, mengingat mayoritas partai memiliki kemampuan lobi dan akses yang cukup di jajaran pemerintah. Ini sebagai modal penting untuk membongkar modus dan operandi sindikat pelaku Human Trafficking yang sudah terorganisir dan memiliki jaringan yang cukup luas.
Saat ini, Apapun bentuk bantuan sangat dibutuhkan korban, sebab mayoritas korban Trafficking berasal dari keluarga miskin yang menjauhkan mereka dari layanan bantuan hukum yang kredibel dan efektif. Terlebih 16 perempuan diusia yang masih sangat muda mengalami peyiksaan secara seksual, pasti Butuh banyak tahun untuk menghilangkan trauma berkepanjangan.
Kasus di atas mengingatkan saya pada pengalaman advokasi terhadap empat anak SMP korban trafficking di Jambi. Wahono, pelaku berumur 65 tahun, seorang kontraktor, juga diduga memiliki kedekatan dengan pejabat Pemerintah Kota jambi. dengan posisi tersebut pelaku begitu mudah menjerat mucikari dan keempat korban untuk menjadi obyek seksual.
Kasus ini sempat menjadi kecaman publik, pasalnya pelaku di vonis satu tahun penjara oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Jambi. vonis ringan tersebut sangat Tidak setimpal dengan derajat perbuatan wahono yang telah melakukan penipuan, eksploitasi seksual secara berantai terhadap anak dibawah umur.
Saya sempat jengah, ditengah semangat kerelawanan saya menuntut keadilan. Â samasekali tidak membuat elit politik bergeming. Meski menjadi sorotan media nasional. Sikap antipati pemerintah sulit dicairkan. Upaya hukum mengalami kebuntuan. korban dibiarkan sendiri tanpa pembelaan darimanapun.
Betapa meyedihkan, pertempuran para partai merebutkan lahan kuasa terus berlangsung. Tanpa peduli berapa banyak perempuan dibawah umur diperkosa. Sama sekali tidak bermakna. Hanya menunjukan keenganan partai untuk peduli pada kasus-kasus kekerasan yang menimpa  perempuan.
Terlepas dari kontestasi partai, perkembangan partai mulai masuk pada upaya pemberdayaan dan pendampingan perempuan korban kekerasan harus menjadi lini partai lain. Karena itu dorongan apa yang dilakukan PSI harus menjadi konsistensi, partai tidak hanya menjadi kendaraan untuk melanggengkan kekuasaan pribadi, sudah seharusnya partai menjadi wadah untuk menjawab problem kelompok-kelompok marginal, seperti perempuan dan anak.
Feminisasi kemiskinan
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) tidak bisa dilepaskan dari marginalisasi perempuan. Sebagian besar orang miskin di indonesia adalah perempuan. konsep feminisasi kemiskinan jelas mengambarkan ketidakadilan dalam soal keterwakilan perempuan diantara orang miskin dibandingkan laki-laki.
Indonesia berada di peringat 88 pada indeks ketimpangan gender dari Word Economic Forum, Jauh dibelakang negara-negar Asean. Ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan mengandung arti bahwa perempuan memiliki akses yang lebih kecil terhadap sumber daya daya yang meyebabkan kemiskinan.
Selain itu perempuan menjadi subyek dari nilai-nilai sosial yang membatasi mereka dalam meningkatkan kondisi ekonomi. kemiskinan dan sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan di tanah air, serta birokasi pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri yang tidak berbasis pengakuan dan penghormatan hak asasi manusia menjadi faktor-faktor struktural yang melatarbelakaing maraknya kasus trafficking.
korban human traffiking mencapai 1 juta orang pertahun. Sudah bukan rahasia lagi indonesia adalah salahsatu negara asal korban-korban perdagangan orang, ibarat fenomena gunung es, kasus ini terdeteksi sedikit di permukaan. Masih banyak kasus perdangangan manusia yang belum terungkap
karena itu, untuk menyelamatkan perempuan yang menjadi korban praktik perdagangan manusia,  perlindungan hukum dan penanganan korban di negara lain  membutuhkan dukungan kerja sama internasional.
Tentu jauh lebih urgen adalah upaya peyelamatan dari orang di medan politik, korban yang diperjual belikan, disiksa tanpa ampun. para korban  benar-benar menginginkan pelayan rakyat yang melindungi, bukan karena disuruh oleh kroninya.
Memerlukan banyak elit politik yang sadar bahwa kekuasaan adalah amanah untuk melindungi yang lemah. kesanggupan untuk meyebrangi kepentingan pribadi, guna merasakan empati terhadap penderitaan korban. Jika tidak, perempuan diperjual belikan, disiksa secara seksual  menjadi tontotan paling barbar dan tidak akan pernah hilang di muka bumi indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H