Indonesia berada di peringat 88 pada indeks ketimpangan gender dari Word Economic Forum, Jauh dibelakang negara-negar Asean. Ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan mengandung arti bahwa perempuan memiliki akses yang lebih kecil terhadap sumber daya daya yang meyebabkan kemiskinan.
Selain itu perempuan menjadi subyek dari nilai-nilai sosial yang membatasi mereka dalam meningkatkan kondisi ekonomi. kemiskinan dan sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan di tanah air, serta birokasi pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri yang tidak berbasis pengakuan dan penghormatan hak asasi manusia menjadi faktor-faktor struktural yang melatarbelakaing maraknya kasus trafficking.
korban human traffiking mencapai 1 juta orang pertahun. Sudah bukan rahasia lagi indonesia adalah salahsatu negara asal korban-korban perdagangan orang, ibarat fenomena gunung es, kasus ini terdeteksi sedikit di permukaan. Masih banyak kasus perdangangan manusia yang belum terungkap
karena itu, untuk menyelamatkan perempuan yang menjadi korban praktik perdagangan manusia,  perlindungan hukum dan penanganan korban di negara lain  membutuhkan dukungan kerja sama internasional.
Tentu jauh lebih urgen adalah upaya peyelamatan dari orang di medan politik, korban yang diperjual belikan, disiksa tanpa ampun. para korban  benar-benar menginginkan pelayan rakyat yang melindungi, bukan karena disuruh oleh kroninya.
Memerlukan banyak elit politik yang sadar bahwa kekuasaan adalah amanah untuk melindungi yang lemah. kesanggupan untuk meyebrangi kepentingan pribadi, guna merasakan empati terhadap penderitaan korban. Jika tidak, perempuan diperjual belikan, disiksa secara seksual  menjadi tontotan paling barbar dan tidak akan pernah hilang di muka bumi indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H