Tarian Bayangan Erawan
Merujuk tajuk "Shadow Dance 3", eksibisi tunggal Nyoman Erawan yang berlangsung sedari 28 Oktober -- 6 November 2017 ini menunjukan pergulatan estetis dan pencarian kreatif sang seniman yang terus menerus, sekaligus pemertanyaannya pada konsep "Realita".
Menurut Erawan, apa yang ditampilkannya dalam pameran "Shadow Dance" ini tidak semata dapat dilihat atau dibaca sebagai bentuk visual yang kasat mata, atau sekedar "apa" yang nampak saat ini. Penonton harus jenak, membaca setiap detil garis serta warna, berikut tumpang tindih kolase yang dibuat Erawan dengan mixed media; sebab Erawan sejatinya tengah mengajak kita menghadapi kenyataan puitis --seperti dikutip dari pemikiran Dick Hartoko.
Bagi Erawan sendiri, 17 karya dua dimensi dan 1 seni instalasi, yang ia hadirkan di ruang pameran sepenuhnya membuka peluang bagi publik untuk menafsir dan memahaminya secara terbuka.
"Tarian bayangan" disebutnya bersifat multitafsir; bisa jadi ide, keinginan, atau harapannya sebagai perupa, atau interpretasi lain yang tidak selesai hanya pada wujud tertentu atau pengertian teknis saja. Perihal di mana titik "kenyataan" dari karya-karya yang terhampar di dinding, Erawan sepenuhnya menyerahkannya pada kedalaman intuisi dan persepsi hadirin.
Sebagai kurator pameran, Rizki A. Zaelani membaca karya-karya muthakir Nyoman Erawan ini seperti menegaskan apa yang dijelaskan pemikir Dick Hartoko, bahwa ekspresi "Seni dapat membuka mata kita terhadap kenyataan, bukan kenyataan matematis, melaikan kenyataan puitis" .
Lebih jauh, ia menilai bahwa dimensi puitik lukisan-lukisan Erawan ini dinyatakan bukan untuk menggambarkan representasi tentang dunia terlihat yang kita alami secara biasa, melainkan tentang sebuah ekspresi aktual seorang pelukis untuk merepresentasikan 'rasa yang tak lihat' (unseen feeling) dan 'daya kreatif' (creative power) yang dihayati pelukis yang berkaitan dengan rasa dan daya yang juga dimiliki pihak yang menikmatinya. "Dari titik inilah kita bisa memahami apa yang dimaksud dengan 'tarian bayangan' (shadow dance)".
Sebelum digelar di BBB, Erawan sebelumnya menghadirkan pameran Shadow Dance I (24 November 2016 -- 31 Januari 2017) di Art Space Jakarta; Shadow Dance II (11-13 Agustus 2017) di Art Stage Jakarta.
Perupa lulusan STSRI Yogyakarta ini juga telah menggelar pameran tunggal lain, diantaranya ; "Penciptaan dan Penghancuran", Natayu Contemporary Art Gallery, Sanur, Bali (1995), Pameran tunggal lukisan & instalasi "Keindahan dalam Kehancuran", Komaneka Gallery, Ubud Bali (1999), Pameran tunggal lukisan di The Gallery, Chedi, Kedewatan, Bali (2000), Pameran tunggal "Pralaya: Prosesi Kehancuran dan Kebangkitan", Gedung Bentara Budaya Jakarta (2003), Line and Body Language, Four Season Jimbaran (2004), Salvation of the Soul, Tony Raka Art Gallery (2012), Action & [re]action, ARMA Museum (2014), EMOTIVE, Griya Santrian Gallery (2015).
Peraih penghargaan pertama Phillips Morris Indonesia Award ini dinilai oleh sejumlah pengamat seni selalu berupaya menciptakan karya-karya yang berkualitas dan orisinal. Melalui medium ekspresinya yang beraneka (mixed media) sudah sedini tahun 90-an Erawan mengeksplorasi hal-hal esensial warisan tradisi Bali guna meneguhkan karakter ciptaannya yang khas dan kuat. Penggalian stilistik dan tematik yang mendalam itu terekspresikan pada karya-karyanya yang hadir mempribadi sekaligus menggambarkan respon kreatifnya akan kekinian (kontemporer).
Ya, Nyoman Erawan senantiasa hadir dengan segala kemungkinannya yang mengejutkan. Terbukti ia adalah juga 'pemilik' zaman ini. Di tengah segala yang serba lekas bergegas, ia tak mau ketinggalan. Ia kuasa mengekspresikan serta mengartikulasi elan kreatifnya melalui ragam seni yang lintas batas.