1. Satu seri drama Korea hanya terdiri dari belasan hingga hanya puluhan episode, bandingkan dengan episode sinetron Indonesia yang bisa ratusan jumlahnya,
2. Karena episodenya terbatas itu, mungkin, fokus cerita jadi sangat spesifik, tidak bertele-tele, atau sebaliknya. Jalan cerita yang terjaga fokusnya membuat satu seri cukup disajikan hanya dalam beberapa episode,
3. Karena fokus itu juga, tak ada pemeran pembantu dadakan yang tugasnya hanya mengulur jalan cerita demi rating dan kerumunan iklan,
4. Drama Korea menghormati logika berpikir, bahkan bisa menjadi gambaran suatu tindakan nyata di dunia nyata,
5. Totalitas dalam pembuatan drama Korea membuatnya sangat nyata dan membumi,
6. Ada pelajaran yang bisa dipetik atau take away yang didapat oleh penikmatnya,
7. Pemandangan aktor dan aktris nan rupawan menjadi nilai tambah bagi yang butuh cuci mata,
8. Variasi genre juga membuat drakor bisa melayani selera menonton yang beragam.
Sebagai catatan: untuk yang belum pernah menonton, ternyata poin nomor 7 justru menjadi faktor untuk beberapa orang menolak menonton. Mungkin karena terbiasa atau berpendapat bahwa tampan itu bukan wajah putih mulus plus rambut lurus yang menjadi stereotipe penampilan aktor dalam drakor.Â
Aapapun alasan orang lain untuk terus menikmati ataupun terus menolak drama Korea, saya cukup tertantang dengan tema hari ini. Terima kasih, Kompasiana!
Lalu apakah saya kelak akan mencoba menonton drama Korea? Saya tidak mau sesumbar dulu dengan mengatakan "pasti akan menonton" atau "tetap tidak". Saya memilih membiarkan dinamika hidup menguak apa yang akan terjadi kelak.