Mohon tunggu...
Ida Mursyidah
Ida Mursyidah Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Anak Usia Dini

Ibu guru yang gemar membaca, bahkan membaca segala kemungkinan terburuk, untuk menyiapkan mental. Senang menulis, walaupun belum pernah menulis buku solo dan tak akan mampu menulis takdir sendiri. Suka menyimak, meskipun suara hati kecil sering terabaikan. Kadang berbicara, jika memang waktunya tiba dan membawa manfaat bagi yang mendengar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pola Hujan 2020 dan Awal 2021

5 Januari 2021   15:47 Diperbarui: 5 Januari 2021   16:02 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Picture template by Canva.com

Ada pengalaman yang menggelitik saat saya menghadiri acara sorong serah pada suatu siang yang sejuk menjelang mendung. Kebetulan rombongan calon mempelai pria terlambat tiba sehingga jam 2.45 acara baru bisa dimulai. Acara inti diisi dengan sambutan dari masing-masing perwakilan keluarga. 

Dua laki-laki yang dituakan menyampaikan sambutan yang diakhiri dengan penyerahan barang-barang seserahan secara simbolis. Yang menarik adalah bahwa saat sebagian besar hadirin sudah merasakan tetesan hujan yang terasa seperti jarum-jarum halus yang menembus pakaian... halus, jarang namun jelas adanya mengancam keberlangsungan acara, namun perwakilan calon mempelai pria yang didapuk untuk berbicara duluan justru bersenang-senang dengan berseri-seri pantun yang dihapalnya di luar kepala. 

Puncak gemes hadirin meluap juga saat perwakilan keluarga mempelai wanita memberi sambutan dan merupakan balasan atau sambutan sebelumnya. 

Sangat ringkas, tanpa basa-basi berarti kecuali: "Kami terima semua barang seserahan dan kami ucapkan terima kasih karena sudah memenuhi kesepakatan kita sebelumnya. 

Wasalam." Wow! saya cukup terperangah dengan betapa pendeknya sambutan itu. Ternyata tetap ada orang di antara hadirin yang merasa harus berseloroh, "Pantunnya mana?" Sang wakil dengan cepat menukas, "Tidak usah. Hujan akan segera turun." Helaan napas lega sebagian hadirin tak dapat disembunyikan karena tak lebih dari 5 menit kemudian hujan benar-benar turun dengan sangat deras. 

Persis di hari terakhir tahun 2020 hujan mengguyur Taliwang sejak sore hingga jelang malam hari. Hingga saya bagi tulisan ini, pola hujan masih pagi-siang-sore-malam yang artinya hujan turun dengan pola yang tak berpola, suka-suka dia. 

Tapi satu hal yang saya ingin bagi di akhir tulisan ini adalah catatan saya tentang bagaimanapun curah hujan dengan polanya mapan menyapa setiap hari di awal tahun, sepanjang bulan Januari hingga Februari, hujan justru tak turun pada perayaan hari Imlek. 

Saya yang lahir dan besar di Jakarta, mempunyai banyak tetangga yang merayakan Imlek, mengetahui curah hujan pada perayaan Imlek bukan sekedar hujan. Mereka akan sangat bersukacita jika perayaan Imlek diiringi turunnya hujan. Hujan saat itu dimaknai sebagai peruntungan yang baik bagi tahun yang baru. 

Sepanjang domisili saya selama 10 tahun di Kabupaten Sumbawa Barat, Imlek selalu berlalu di bawah terik matahari Sumbawa. Kalaupun tidak terik, hanya mendung manis manja yang tidak berujung hujan. Saya jadi penasaran dengan hari Imlek tahun ini. 

Ada yang mau menemani saya menanti curah hujan pada Imlek tahun ini di Sumbawa?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun