Beberapa waktu ini saya lagi keranjingan menonton film Korea diantaranya film-film seperti Extrem Job, Exit, Parasite, The Dude In Me, Kim Jj-young, Â born 1982, dan semuanya film tahun 2019.
Ada satu film yang baru selesai saya tonton yaitu My Paparotti. Awalnya saya mencari judul film lain di YouTube tapi hasil pencarian merujuk pada banyak hal tapi tidak satupun yang merujuk pada judul yang saya cari. Â Sayapun secara tidak sengaja meng-klik film My Paparotti. Â
Saya belum tahu kalau My Paparotti adalah film lama yaitu film tahun 2013 dan saya juga tidak tahu film ini berkisah tentang apa.
Awalnya saya pikir film ini adalah tentang kisah percintaan dan My Paparotti adalah julukan sayang untuk sang kekasih, tapi ternyata tebakan saya salah.
My Paparotti ternyata berkisah tentang seorang anak remaja SMA yang mempunyai mimpi menjadi penyanyi Opera seperti Paparotti.
Mengetahui kalau film ini berkisah tentang anak remaja SMA sempat membuat saya ingin menyudahi tontonan saya, tapi karena ada  sedikit penasaran sayapun melanjutkan menonton film ini.
Adegan diawali dengan dua mobil yang sedang melaju ke tempat yang sama, satu mobil mahal dan didalamya berisi 4 orang anggota gangster dan pemimpinnya bernama Jang-ho (diperankan oleh Lee Je-hoon)  dan satunya lagi mobi butut yang dikemudikan oleh seorang pria paruh baya yang bernama Sang-jin (diperankan oleh  Han Suk-kyu).
Sebuah insiden kecil terjadi dimana mobil Sang-jin menabrak mobil yang ada di depannya yang ternyata mobil Jang-ho. Anak buah Jang-ho pun keluar dari mobil tampak kesakitan dan Sang-jin yang merasa bersalah meminta maaf tapi anggota gang justru menendang mobilnya dan marah-marah kepada Sang-jin.
Keributan tersebut membuat Jang-ho keluar dari mobil dan kembali Sang-jin minta maaf tetapi Jang-ho lebih tertarik dengan musik klasik yang terdengar dari audio mobil Sang-jin. Setelah Jang-ho menghina Sang-jin dengan mengatakan mobil Sang-jin adalah mobil rongsokan dan harga bumper mobilnya lebih mahal dari harga mobil Sang-jin dan kemudian ia menyuruh anak buahnya untuk mengambil mobil Sang-jin.
Kesan pertama pada pertemuan biasanya menjadi stigma untuk menilai karakter seseorang dan itupun terjadi pada Sang-jin.
Sang-jin adalah seorang guru vokal di sebuah sekolah Menengah Seni di sebuah kota kecil. Hari itu adalah hari cutinya tapi dia di telepon oleh Deok-saeng, kepala sekolah sekaligus teman kuliahnya dulu. Deok-saeng bermaksud membahas masalah penerimaan seorang murid baru yang berbakat dalam bernyanyi.
Deok-saeng setelah mendengar demo dari murid baru tersebut sangat antusias karena berharap sekolah mereka dapat kembali memenangkan lomba bernyanyi tenor melalui Jang-ho dan yang ditunjuk untuk melatih Jang-ho adalah Sang-jin. Sekolah mereka sudah lama tidak memenangkan perlombaan bergengsi apapun dan Deok-saeng berharap besar kepada Jang-ho untuk bisa memenangkan perlombaan bergengsi tersebut dan mengharumkan kembali nama sekolah mereka.
Setelah melihat track record Jang-ho yang buruk dari sekolah-sekolah sebelumnya dimana Jang-ho sudah pindah sekolah sebanyak empat kali membuat Sang-jin tidak mau untuk melatih Jang-ho.
Setelah melihat bahwa murid baru tersebut ternyata adalah Jang-ho, seorang remaja yang mobilnya dia tabrak dan telah menghinanya membuat Sang-jin mutlak tidak mau melatih Jang-ho. Stigma Sang -jin tentang Jang-ho adalah seorang gangster yang kasar dan sulit untuk berubah.
Deok-saeng berupaya dengan berbagai cara untuk membujuk Sang-jin tapi Sang-jiin tidak bergeming, akhirnya Deok-saeng membawa-bawa nama ayahnya dan membuat Sang-jin terpaksa menyetujuinya.
Walaupun Sang-jin menyetujuinya tapi tidak serta-merta dia mau langsung melatih Jang-ho. Jang-ho selalu diabaikan dan dilewatkan dalam beberapa kali latihan di kelas.
Jang-ho adalah seorang remaja yang berprofesi sebagai gangster yang bekerja di malam hari sehingga karakternya masih seenaknya sendiri seperti melanggar peraturan sekolah  dengan tidak menggunakan seragam sekolah dan berbuat semaunya dikarenakan Sang-jin belum juga melatinya membuat Jang-ho bolos sekolah.
Sang-jin atas perintah Deok-saeng mengunjungi Jang-ho dan membawanya ke sekolah. Jang-ho berpikir kali ini dia dapat berlatih tapi lagi-lagi dia kecewa karena Sang-jin melewatinya dan karena kesal diapun bertanya kepada Sang-jin kenapa dia membawanya kembali kesekolah jika tidak berniat untuk melatihnya dan Sang-jin berkata bahwa karena dia disuruh oleh kepala sekolah.
Dialog dalam adegan ini menarik perhatian saya.
Ketika Jang-ho berkata kepada Sang-jin:Â
"Kita jadi latihan atau tidak?"
Dan Sang-jin menjawab: "Bagaimana kalau kau menjadi aku, apakah kau mau melatih seorang gangster?"
"Apakah seorang gangster tidak boleh menyanyi?"
Dan Sang-jin pun justru meremehkan Jang-ho dengan mengatakan musik klasik bukanlah musik daerah yang bukan kau bisa anggap remeh.
Dialog tersebut mewakili pendapat banyak masyarakat yang sering kali meremehkan seseorang dari status sosialnya, apalagi jika seorang itu adalah seorang gangster maka  stigma dan penilaian negatif pun melekat.
Sang-jin mulai mau melatih Jang-ho ketika Jang-ho mengatakan alasan kenapa dia bersekolah adalah karena dia suka bernyanyi.
Cerita selanjutnya mungkin bisa ditebak karena banyak cerita yang agak-agak mirip seperti ini. Tapi film ini sebenarnya berbeda dari film-film lainnya yang sejenis karena diambil berdasarkan kisah dari seorang penyanyi Opera Korea yang bernama Kim Ho-joong yang sebelum nenjadi penyanyi pernah bergabung dalam suatu gang.
Beberapa Hal yang Menarik dari Film ini:
1. Â Stigma Masyarakat Terhadap Gangster
Hidup kita yang wajar, normal dan mungkin tidak pernah bersinggungan dengan sisi gelap kehidupan seperti dunia gangster tidak akan bisa membayangkan betapa kejamnya dunia gangster dimana  mereka senantiasa terlibat perkelahian dan petarungan antar gangster dan nyawa mereka  menjadi taruhan  senantiasa.
Kita hanya bisa menghakimi mereka atas pekerjaan hitam yang mereka lakukan dan kita juga menghakimi mereka melakukan itu karena mereka cinta uang dan memilih jalan pintas untuk mendapatkan uang.
Tetapi Jang-ho memilih bergabung dengan gangster  secara tidak sengaja ketika dia berkelahi dengan anggota gangster dan mampu mengalahkan mereka, bos gangster justru mengajaknya untuk bergabung. Jang-ho pun memilih bergabung bukan sepenuhnya karena uang, walaupun sebagai anak yatim piatu yang hidup dengan neneknya dan sejak neneknya meninggal, dia hidup sebarang kara dan dia membutuhkan uang tapi Jang-ho bergabung karena di dalam gangster menawarkan persaudaraan.Â
Seniornya Chang-soo  yang merupakan tangan kanan bos besar gangster pun menganggapnya seperti adiknya dan senantiasa bersikap baik kepadanya. Persaudaraan ini justru dia tidak dapat dari tetangga sekitarnya ketika neneknya meninggal dia hanya seorang diri tanpa ada yang melayat neneknya.
2. Gangster pun Punya Mimpi Normal
Pada waktu masih anak-anak, Jang-ho sering menang dalam lomba bernyanyi dan itu membuat bangga neneknya dan dia pun mempunyai mimpi menjadi penyanyi Opera yang terkenal seperti Paparotti. Jang-ho sangat menyukai Paparotti dan sering menyanyikan lagu-lagunya ketika masih kecil.
Impian menjadi penyanyi Opera tidak surut walaupun dia telah menjadi seorang gangster. Jang-ho harus melewati banyak kesulitan untuk mewujudkan mimpinya tersebut.
Awalnya dia sempat diremehkan oleh gurunya, Sang-jin. Jang-ho juga harus membagi waktu antara pekerjaannya sebagai gangster dan berlatih. Membagi waktu ini bukanlah hal yang mudah karena pada saat dia sedang latihan dan tidak mengangkat telpon bos besar mengakibatkan bos besar marah dan dia dipukuli sampai babak belur dan disuruh berhenti bersekolah.
Sementara gurunya menginginkan dia berhenti menjadi gangster.
Seniornya Chang-soo juga mendukung keputusan Jang-ho keluar dari anggota gang, bahkan Chang-soo mengatakan bahwa dia adalah orang yang paling menyedihkan diantara anak-anak sekolah yang sedang makan direstoran karena dia adalah orang yang tak punya mimpi dan membiarkan hidup mengalir begitu saja.Â
Chang-soo pun sebenarnya tidak berkeinginan menjadi gangster. Maka dia menyarankan agar Jang-ho fokus untuk mewujudkan mimpinya.
Perkara berhenti menjadi Gangster bukan hal yang mudah karena berhenti menjadi gangster harus seizin bos besar dan kalau tidak disetujui berarti Jang-ho harus mati. Jang-ho sudah siap untuk itu dan dia lebih memilih mati daripada harus tetap jadi gangster dan tidak menjadi penyanyi seperti impiannya. Setelah berlutut memohon dan babak belur dipukuli bos besar yang tidak terima dia keluar dari anggota gang akhirnya bos besarnya melepaskankannya.
Bahkan ketika Jang-ho ada kesempatan untuk mengikuti kontes menyanyi dia harus melewati kesulitan karena gangster lain datang memukulinya tapi Jang-ho mengendalikan dirinya untuk tidak melawan karena berjanji kepada gurunya untuk tidak menggunakan tinjunya lagi.
Jang-ho hanya bisa menerima dipukuli tapi tetap melindungi perutnya karena diperlukan untuk bernyanyi. Akibat peristiwa tersebut Jang-ho tidak dakat mengikuti kontes tetapi dia tetap nekat tampil setelah gurunya bertengkar dengan juri untuk diberikan Jang-ho kesempatan untuk bernyanyi.
3. Â Mimpi yang Kandas
Sang-jin adalah seorang penyanyi Opera di Italia yang berbakat dan sedang merintis karirnya sebagai penyanyi Opera terkenal disana  Tapi mimpinya kandas  karena tumor kerongkongan yang menyerangnya. Oleh karena itu Sang-jin memilih menjadi guru vokal di sekolah seni.
Setelah mengenal Jang-ho lebih dekat dan menyadari bakat besar yang dia punyai serta melihat semangat Jang-ho dan kesungguhan Jang-ho menjadi penyanyi Opera terkenal membuat Sang-jin seperti melihat dirinya di masa lalu.
Walaupun Sang-jin seorang yang agak temperamental dan sering berkata terus terang cenderung kasar, dia sebenarnya pria yang baik dan berhati lembut.
Mimpinya yang kandas tidak membuatnya jadi pahit ini terlihat ketika dia akhirnya menolong  dan berupaya dengan keras supaya Jang-ho dapat menggapai mimpinya sebagai ganti dari mimpinya yang kandas.
4. Hubungan Erat Antara Sang-jin dan Jang-ho
Hubungan antara Sang-jin dan Jang-ho bukan hanya sekedar hubungan guru dengan murid tapi juga seperti Ayah dan anak.
Sang-jin pergi menemui bos besar gangster dan memohon supaya mereka melepaskan Jang-hoo dan rela membayar hutang Jang-ho jika memang dia punya hutang. Bahkan Sang-jin rela mengorbankan kakinya untuk dipatahkan sebagai kompensasi dilepaskannya Jang-ho.
Sang-jin juga rela bertengkar dengan juri supaya juri tetap memberikan kesempatan Jang-ho bernyanyi dipanggang walaupun sudah terlambat karena kontes telah selesai dan sedang dalam penilaian.
Sang-jin menghubungi temannya di Italia untuk memberikan Jang-ho mengikuti sekolah musik di sana
Pengorbanan yang dilakukan Sang-jin adalah pengorbanan yang mungkin dilakukan terhadap seorang Ayah terhadap anaknya.
Hubungan antara Sang-jin dan Jang-ho ini banyak mengharukan walaupun tidak dibuat secara dramatisir.
Pada saat latihan terakhir Sang-jin mengajak Jang-ho bernyanyi bersama dan lagu yang mereka nyanyikan itu adalah The Person That Gives  Me Happiness dengan lirik yang menyentuh menjadi adegan manis untuk ditonton dan lagu ini juga kembali dinyanyikan Jang-ho setelah kembali dari Italia dan berhasil menjadi penyanyi Opera terkenal.
Pada saat Jang-ho tidak mau pergi ke Italia dengan alasan takut naik pesawat padahal sebenarnya karena takut merasa kesepian karena jika dia di Italia tidak ada orang yang dikenalnya, tidak ada lagi yang menjemputnya sekolah serta memarahinya.Â
Sekalipun Jang-ho bekas gangster tapi dia tetap seorang remaja biasa yang membutuhkan perhatian dan kasih sayang.
Perpisahan mereka di bandara walaupun tidak dibuat dramatisir tetap menjadi adegan yang mengharukan, tidak banyak kata dalam perpisahan mereka tetapi adegan ketika pintu keberangkatan pesawat dimana Jang-ho kembali terbuka Jang-ho meletakkan tasnya dan sujud menyembah ke lantai.
Dan disini juga ada adegan yang cukup lucu dimana Jang-ho yang belum pernah naik pesawat berhasil dibohongi Sang-jin kalau naik pesawat harus melepaskan sepatu.
Film yang pernah mendapatkan Grand Prize di 27th Fukuoka Asian Film Festival ini layak disebut sebagai film yang bagus karena memiliki plot cerita yang kuat, perkembangan dan perubahan  karakter tokoh-tokoh utama ditunjukkan dengan jelas, membuat film ini mengalir dengan natural tanpa ada unsur berlebihan atau dipaksakan.
Film ini juga  didukung chemistry  yang pas antara Lee Je-hoon dan Han Suk-kyu dan kemampuan akting mereka juga tidak diragukan lagi.
Film ini juga mampu membuat saya terharu karena menceritakan tentang suatu hubungan tulus antara seorang gangster dan seorang guru. Dan juga persaudaraan Jang-hoo dengan Chang-soo seniornya di gangster dan hubungan ini terhenti dengan kematian Chang-soo.
Dan juga hubungannya dengan teman sekelasnya Sook-hee walaupun tidak banyak porsinya tapi cukup menjadi bumbu pemanis dalam film ini. Â Sook-he awalnya selalu diacuhkannya tetapi karena Jang-ho yang buta not akhirnya meminta Sook-hee mengajarinya dan merekapun menjadi akrab dan dekat.
Film  yang dirilis tanggal 14 Maret 2013 oleh Showbox/Mediaplex, ini meraup keuntungan sebesar US$10,416,126.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H