Mohon tunggu...
Ida Riyani
Ida Riyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga - 20107030116

Masih labil, suka berubah-ubah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Beauty Standards Begitu Lucu

15 Juni 2021   15:59 Diperbarui: 15 Juni 2021   16:04 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi sejujurnya permasalahan beauty standart dan body image ini masih tetap ada. Beauty ideal ngga akan pernah hilang kalau kita tidak membicarakan si tersangka utama, yaitu patriarki. Patriarki itu kan suatu sistem yang mengoprasi perempuan berdasarkan power dinamic dengan laki-laki. Bentuk dan caranya gimanapun ya bermacam-macam, salah satunya adalah lewat standart kecantikan yang ujung-ujungnya dibuat untuk mereduksi nilai perempuan.

Perempuan dituntut untuk terlihat feminim, dan tanda dari feminim sendiri adalah cantik. Seakan akan memang sudah kewajiban perempuan harus enak dipandang dan beauty standart ini adalah tanda bahwa perempuan itu ya statusnya inferior. Fisiknya aja yang diutamakan, kualitas lain yang dia miliki nggak terlalu relevan, dia pintar dan berani seakan ngga terlalu penting, yang paling penting dia cantik.

Perempuan katanya bisa memilih mau mengikuti beauty standart yang ada atau tidak. Kenyataannya kecantikan itu sangat mempengaruhi kehidupan seseorang, terutama perempuan. Masyarakat atau industri yang sekarang sebenarnya masih mengontrol perempuan, tapi dengan cara meyakinkan perempuannya bahwa mereka memiliki kontrol atas diri mereka sendiri.

Setuju bahwa perempuan harus diberikan kekuasaan atas tubuh mereka sendiri, tapi ketika membicarakan soal konsep cantik bahwa standar kecantikan adalah alat untuk mengoperasi perempuan dan dia juga adalah produk dari rasisme, colourisme dan bentuk-bentuk operasi lainnya dan kita mesti mengakui bahwa pada akhirnya kita itu terpengaruh oleh kultur yang selama ini mengoperasi kita.

Kita semua masuk dan bermain di dalam kultur yang seksis yang melestarikan narasi cantik yang ideal, kita semua punya peran dalam melanggengkan patriarki dan menjadikan perempuan sebagai subordinat. Kita sebagai perempuan sedikit banyak menginternalisasi narasi bahwa perempuan itu mesti cantik dan kita akan merasa puas kalau bisa mencapai standar kecantikan yang ada, kita seneng kalau keliatan cantik.

Kita mesti bisa sadar akan apa yang dilakukan sistem ini terhadap kita sebagai perempuan dan yang juga kita bisa lakukan adalah membuat konsep cantik supaya lebih luas dan inklusif. Media ada salah satu entitas yang berkontribusi dalam melestarikan beauty ideal dan objektifikasi perempuan Maka dari itu kita harus memanfaatkan media untuk menyebarkan konsep cantik yang lebih luas dan mematahkan standart yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun