Dalam petunjuk teknis dirjen perikanan tangkap, nelayan boleh menangkap dengan catatan hasil tangkapan wajib 70% untuk pembudidaya, 30% untuk ekspor.Â
Agar benih terjaga, ijin ekspor hanya diberikan pada eksportir yang telah berhasil membudidayakan lobster secara berkesinambungan. Eksportir  juga diwajibkan melepas 2% dari lobster yang telah dewasa kembali ke alam.
Keren sekali. Dengan melepas lobster dewasa, alam mendapat haknya kembali. Impas.
Nelayan senang karena peraturan menjadikan ia adalah satu-satunya pihak yang boleh menangkap benih lobster. Tentu ia harus terdaftar. Alat tangkapnya pun harus yg statis. Agar tidak merusak lingkungan.
Pembudidaya yang sebelumnya kembang kempis akhirnya bernyawa karena dapat jatah 70% benih hasil tangkapan nelayan.
Eksportir girang karena bisa ekspor dengan legal. Meskipun jatahnya hanya 30% dari tangkapan nelayan.
Tapi ya. Inilah masyarakat kita.
Dibuat peraturan bagus bagus hanya untuk dipermainkan. Nelayannya lebih suka menjual benih tangkapannya kepad eskportir. Harganya lebih mahal.Â
Pembudidayanya mengeluh rugi terus. Padahal, vietnam bisa untung dengan harga benih yang lebih mahal.Â
Eksportirnya nakal. Agar izin cepat keluar, beli saja lobster dewasa dari nelayan. Klaim telah berhasil budidaya. Eksportir juga biasa kong kalikong dengan pejabat berwenang agar kuota bisa bertambah.
Tentu saja tidak semua nelayan, pembudidaya dan eksportir culas. Sebagian besar masih dijalan yang benar.
Lalu kita bertanya-tanya. Apakah peraturan baru ini tidak bermanfaat sama sekali? Banyak sekali masalahnya?