Apa yang terbayang dalam benak anda ketika saya mengatakan 212?
Sebuah geng yang kerjaannya demo? Organisasi politik yang ingin menurunkan presiden? Atau sebuah gerakan kebangkitan umat?
Apapun jawaban anda, mari kita tengok sebentar sebuah survey menarik yang dilakukan oleh Goodfirm.co. Survey ini dilakukan pada 114 responden marketing dari berbagai industri dan bisnis.
Goodfirm mempertanyakan, apakah sebuah merek harus mengambil posisi politik? 63.2% atau mayoritas responden mengatakan harus.
Responden berpendapat bahwa konsumen lebih mudah menghabiskan uang untuk merek yang berani mengekpresikan pilihan politiknya. Jika sejalan, setiap kali menghabiskan uang untuk merek tersebut, konsumen merasa telah melakukan amal kebajikan. Hal ini diperkuat dengan hasil survey lain dari consumer culture report yang menyatakan bahwa 85% millenial lebih memilih merek yang sejalan dengan nilai-nilai yang mereka yakini.
Contoh dalam kasus AirBnB. Ketika Trump menandatangai keputusan untuk tidak memberi ijin masuk para pengungsi, AirBnB menunjukkan sikap berbeda dengan kampanye "We Accept". Kampanye ini sukses mendongkrak pemasukan sekaligus mengembalikan nama baik AirBnB. Yang sebelumnya sempat tercoreng kasus diskriminasi ras.
Maka dari survey ini, saya memahami kenapa kemudian ada sebuah toko kelontong yang dinamai 212 mart. Kok berani sekali? Apa nilai yang yang hendak ditawarkannya kepada konsumen? Saya meraba kemungkinan ada 3 nilai yang ditawarkan 212 mart. Keadilan, gotong royong, dan kesalehan.
Pertama, keadilan. 212 mart mewajibkan setiap cabangnya untuk menyediakan space bagi UKM sebesar 20%. Sekalipun minimalis, hal ini tidak pernah ditawarkan oleh toko kelontong lain seperti Alfamart dan Indomart.
Kedua, gotong royong. Ini keren sekali. Konsepnya adalah toko milik anggota, dikelola anggota dan produk dibeli oleh anggota.
Ketiga adalah kesalehan. 212 mart konon tidak menjual rokok dan minuman keras. Ia juga tutup ketika adzan berkumandang.
Ketiga nilai inilah yang saya yakin menjadi nilai tawar bagi 212 Mart. Namun ada yang menggelitik saya. Ternyata, meski dengan nilai yang sedemikian hebat, ternyata perkembangan 212 mart tidak sebaik saingannya. Padahal seharusnya tawaran nilai ini sangat menarik bagi Muslim yang mayoritas. Tapi kenapa sulit berkembang?