Lalu suara itu memintaku merebahkan diri, tapi aku tak boleh sampai tertidur. Kalau aku sampai tertidur, aku akan mati. Â Kurebahkan tubuhku seperti yang diperintahkan. Saat itu aku merasakan ada wajah yang menempel di pipiku. Seketika aku diselimuti perasaan damai yang menyejukkan. Sekuat tenaga aku berusaha agar tetap terjaga.
Kembali suara itu terdengar. Kali ini dia memintaku agar mengosongkan pikiran dan memfokuskan imanku pada Tuhan. Â Anehnya setelah terbangun, pikiranku seolah-olah benar-benar 'kosong". Ada semacam kelegaan. Semua yang terjadi dalam hidupku seolah tak lagi menjadi beban.Â
Aku mulai mengarahkan pandangan dan iman hanya pada Tuhan, Sang pemilik kehidupan. Sambil menanggung sakitku sendiri, aku tetap mendampingi dan mengurusi kebutuhan anak-anak dan suami. Kalau bukan karena Tuhan, mana mungkin aku sanggup melakukannya!
Desember 2015, aku masuk ke ruang operasi. Â Tuhan mempermudah segala sesuatunya. Bahkan waktu dikatakan dokter anestesi bahwa aku akan mengalami sakit yang luar biasa akiabat pembiusan, aku malah tidak merasakan apa-apa. Â Sadar-sadar aku menemukan diriku sudah berada di ruang perawatan. Pasca operasi, aku masih harus menjalani 6x kemo.Â
Aku sempat mengalami kebotakan dan berat badan turun mencapai 39 Kg. Tiga bulan selesai kemo, aku diminta kembali cek darah dan hasilnya menunjukkan sel kankerku hanya mencapai 5 saja. Bisa dikatakan aku telah pulih dari kanker! Saat melakukan kontrol 3-6 bulan, Puji Tuhan hasilnya selalu normal. Padahal sebelumnya dokter pernah  menyatakan kalau kankerku bisa menyebar ke usus besar. Namun syukurlah perkataan itu tidak pernah terjadi! Ususku bersih dari sel kanker! Betapa dahsyat kuasa dan kesembuhan yang Tuhan kerjakan!
Jika diukur dari kondisi keuangan kami, tentulah takkan memadai untuk membayar semua pengobatan selama ini. Baik itu untuk Evelyn dan adiknya, termasuk aku dan suami.  Tapi  firman Tuhan benar adanya. Dia adalah Allah Jireh.  Allah Penyedia. Dia sanggup menyediakan segalanya dengan cara yang tak terselami akal dan pikiranku. Seringkali Dia utus orang-orang untuk membantu kami di saat-saat genting.
Pernah satu kali, setelah aku dan Evelyn melakukan pemeriksaan di rumah sakit, tagihan yang kami terima melebihi uang yang kami bawa. Kurangnya mencapai 1.7 juta rupiah. Aku sempat kebingungan untuk melunasinya. Sesaat menuju kasir, HPku berbunyi. Setelah kuangkat, ternyata dari gereja yang mengabarkan ada seorang jemaat yang terdorong untuk memberkati kami dengan sejumlah uang! Jumlahnya sama persis dengan yang aku butuhkan saat itu! Sungguh, aku terkagum bagaimana Ia mengirim bantuan dalam waktu yang sangat tepat! Â
Dari situ aku semakin diteguhkan, jika kita bersama Tuhan, kita akan menerima sukacita dan anugerah melebihi besarnya kesusahan atau duka yang mesti kita tanggung. Kami berterima kasih dan bersyukur untuk 'malaikat-malaikat tak bersayap' yang Tuhan kirimkan.
 PEMBELAJARAN IMAN YANG BERHARGA
Sedari kecil, kedua buah hatiku telah menjalani kehidupan yang tak mudah dan menyakitkan. Tetapi luar biasanya, tak pernah aku melihat mereka mengeluh. Malahan aku dan keluarga banyak belajar dari mereka tentang iman. Terutama Evelyn, dia banyak menguatkan. Para dokter dibuat salut dengan keteguhan dan perjuangan Evelyn.
Anak-anakku selalu memegang prinsip, tidak ada yang mustahil di dalam Tuhan. Penyakit dan keterbatasan bukanlah penghalang untuk  berkarya dan melangkah maju. Evelyn pernah berujar, kalau menangis bisa membuat keadaan lebih baik, maka ia pasti akan menangis setiap hari agar masalahnya selesai. Tetapi pada kenyataannya, hidup memang harus diperjuangkan!