Mama sangat kesepian setelah Arumi bertugas.
Semenjak ayah meninggal sepuluh tahun yang lalu, mama belum menikah lagi. Mama sangat mencintai ayah. Posisi ayah tak tergantikan di hati mama.
Setiap sebulan sekali Rumi pulang untuk menjenguk mama. Ada gurat kekecewaan yang masih membekas di raut wajah mama, setiap aku pulang. Mama masih selalu berharap aku bisa kuliah. Dan setiap mama mengingatkan itu aku pun selalu merasa sedih yang tak terkira. Apa boleh dikata, ini sudah keputasanku.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tak terasa ini adalah bulan keenam aku menjadi pramugari. Aku bertugas untuk penerbangan ke Pekanbaru, perjalanan ini sudah merupakan rutinitas bagiku. Tapi entah mengapa pada perjalanan ini terasa begitu berbeda, perasaanku sangat tidak nyaman, aku selalu teringat mamaku. Di tengah perjalanan pada ketinggian 35 ribu kaki, karena cuaca buruk pesawat sedikit oleng, terjadi turbulensi. Semua penumpang panik, tak terkecuali dengan para pramugari.Â
Semua pramugari mengarahkan penumpang untuk memakai pelampung dan gas oksigen. Suasana mencekam. Hujan lebat pun  turun, pesawat semakin bergoyang hebat. Penumpang menjerit dan banyak yang menyebut akan Tuhan. Kapten pilot berusaha keras untuk dapat mengendalikan pesawatnya, waktu menunjukan lima belas menit seharusnya mendarat. Aku tak kuasa menangis teringat mama yang sangat berat melepaskanku menjadi pramugari, bathinku menjerit, sangat takut untuk tidak bisa bertemu kembali dengan mama. Doa dan doa hanya itu yang bisa aku lakukan.
Pada sepuluh menit terakhir untuk melakukan pendaratan, kapen pilot sudah bisa mengendalikan laju pesawat, hujan mulai sedikit reda. Laju pesawat sudah normal kembali, dan dapat mendarat dengan selamat. Puji syukur ku ucap tiada henti, begitupun dengan semua awak pesawat.
"Kreeek..."pintu tua itu berderit dalam keheningan malam. Suara jangkrik membuat malam semakin terasa hening.
"Rumi...?"
"Rumi, kaukah itu nak ?" suara mama memanggilku.
"Iya Ma,ini Rumi,..."
"Ya Tuhan...syukur Alhamdulillah kamu selamat nak, mama sangat mencemaskanmu, mendengar kabar pesawat di berita-berita itu sungguh mama sangat khawatir."