"Kamu tidak sayang sama mamamu ? sendirian di rumah sejak ayahmu meninggal ?"
"Tapi Ma...,ini impianku sejak dulu. Rumi ingin mewujudkannya."
"Apakah menjadi sarjana bukan mimpi ? Terserah kamu saja mama hanya ingin kamu kuliah dan menjadi sarjana, walaupun mama hanya karyawan toko tapi mama akan berusaha untuk menyekolahkanmu sampai sarjana."
"Tidak perlu membantah mama hanya ingin kamu jadi sarjana, asal kamu mau Rumi, Mama bisa menjual peninggalan ayahmu untuk membiayai kuliahmu. Buatlah mamamu ini bangga."
"Ma, menjadi pramugari juga sebuah kebanggaan Ma, tidak semua orang mampu melakukannya, kesempatan ini sudah di depan mata Ma."
"Terserah dirimu lah Rumi, jika itu memang sudah keputusanmu, mama tidak bisa berbuat apa-apa."
Rumi -panggilan kesayangan Arumi dari mamanya- begitu terbebani oleh keinginan mamanya. Bagaimana bisa menjadi sarjana, membaca buku saja rasanya berat, mendengarkan guru menjelaskan di depan kelas dunia serasa kiamat. Membayangkan tiap hari berjibaku di sekolah membuat Rumi ingin kabur saja. Sungguh ini beban yang berat. Rumi hanya ingin menjadi pramugari, ia ingin melanglang buwana, menjelajahi kota-kota bahkan negara-negara di dunia.
"Aku ingin jadi pramugari Ma, bukan yang lain. Aku ingin berkunjung ke kota-kota di Indonesia, bahkan semua negara-negara di dunia, restui aku ya Ma. Rengekan kata-kata Rumi membuat mamanya tak berdaya, dengan menarik nafas berat dan berkata, "Apapun keinginanmu mama akan relakan."
Pembicaraanpun berakhir.
Arumi bergegas membereskan semua pakaiannya, karena besok sudah mulai bertugas. Arumi diterima pada sebuah maskapai penerbangan terkenal di negeri ini.
Bayangan perpisahan dengan mamanya begitu menyayat hati. Kecintaan mama kepada anak semata wayangnya tak terlukiskan. Anak yang menjadi harapan dan kebanggaannya. Seluruh pikiran mama hanya tercurah hanya untuk Arumi seorang.