Nahla adalah perempuan yang lahir di Yogyakarta pada 11 July 1992. Menempuh pendidikan s1 keperawatan di UI dan Magister di Universitas Erasmus Rotterdam, Belanda. Nahla Jovial yang merupakan seorang perawat, pernah bertugas di daerah terpencil di indonesia. Merasa prihatin dengan penderitaan warga akibat minimnya pencahayaan akibat keterbatasan listrik di daerah terpencil.
Inilah yang menjadi pencetus ide untuk mendirikan Pelita Khatulistiwa yang memberi sumbangan dana untuk pengadaan sumber listrik untuk di puskesmas daerah terpencil. Dengan gerakan ini Nahla berhasil memberikan sumber cahaya dan meningkatkan pelayanan puskesmas. Selain itu puskesmas juga meningkat kelasnya karena mampu memenuhi berkas-berkas akreditasi secara mandiri tanpa harus di bawa ke puskesmas di kecamatan sebelah.
Masyarakat Harus Melahirkan di Kegelapan.
Nahla menceritakan pengalamannya saat bertugas di sebuah di puskesmas daerah terpencil. Di sana warga yang ditolongnya harus melahirkan di tengah kegelapan karena tidak ada akses listrik di puskesmas terpencil. Kejadian ini terjadi di Kabupaten Sigi pada tahun 2014, tepatnya di puskesmas Lindu. Nahla bersama timnya pernah menolong seorang ibu yang keguguran sampai harus ditandu, karena tidak ada listrik.Â
Kala itu Nahla sedang bertugas dalam program Pencerah Nusantara, yang merupakan inisiasi dari Center for Indonesia's Strategic. Program ini bertugas untuk membantu sekitar 5400 penduduk yang tinggal di daerah terpencil yang tidak terjangkau sinyal dan listrik. Nahla bergabung di tahun 2014-2016.Â
Nahla bersama rekan-rekan mengadvokasi daerah setempat untuk mengembangkan program inovatif dalam bidang kesehatan. Kasus di Puskesmas Lindu menjadi titik paling penting yang harus segera diatasi bersama. Setelah berjibaku mengatasi kasus Puskesmas Lindu ini, Nahla berkesempatan berbicara di sebuah stasiun TV dan secara kebetulan Arriyatul Qolbi menonton dan tergerak mengajak Nahla untuk melakukan kerjasama dalam penggalangan dana.
Mengadakan Patungan Listrik Untuk Puskesmas Pinggiran.
Sebelumnya Qolbi yang terbiasa dengan program-program energi terbarukan akhirnya mendapatkan ide untuk mengajukan crowd funding, dan nahla memilih Kitabisa.com untuk mengumpulkan dana yang akan digunakan untuk pengadaan listrik.
Mereka berdua Nahla dan Qolbi sepakat mendirikan Pelita Khatulistiwa, sebuah organisasi nirlaba yang bergerak dalam bidang peningkatan kualitas masyarakat melalui energi terbarukan sehingga mampu mendukung kemajuan masyarakat di daerah terpencil. Pada awalnya mereka membuat patungan dan membuka di Kitabisa.com dan mencapai sumbangan yang dibutuhkan.Â
Patungan listrik pun berjalan sejak tahun 2015, yang awalnya dapat membantu 1 puskesmas setiap tahunnya. Namun beberapa tahun kemudian mampu membantu 2 puskesmas setiap tahun. Kriteria puskesmas yang bisa mendapatkan bantuan adalah, harus di desa terpencil dan harus memiliki akses masuk ke sana.Â
Gerakan seperti ini harus dilakukan lebih progresif, mengingat masih 9% puskesmas di Indonesia yang belum memiliki aliran listrik. Menurut BPS jumlah puskesmas di Indonesia adalah 10.260 unit, artinya sekitar 923,4 unit puskesmas belum dialiri listrik. Inilah ladang yang menjadi sasaran kegiatan Nahla dan rekannya.
Menurut Nahla, setelah proyek di Puskesmas Lindu, respon yang diterima sangat bagus, sehingga banyak yang mau ikut membantu Nahla menjalankan programnya. Kini Pelita Khatulistiwa sudah beranggotakan 8 orang termasuk Nahla, dan terus bergerak membantu puskesmas yang kesulitan listrik.Â
Perlu dipahami jika Nahla dan rekan tidak begitu saja dalam memberikan bantuan. Mereka aktif melakukan monitoring terhadap penerima bantuan, terutama terhadap perawatan peralatan. Penerima bantuan diajari untu secara mandiri merawat dan mengoperasikan peralatan yang diberi. Hal ini karena bantuan yang diberikan tidak murah dan susah didapatkan. Panel surya yang dipasang biaya nya bisa mencapai 60-90 juta, dan harus dikumpulkan dalam jangka waktu 6 bulan.
Memiliki Kepedulian yang Tinggi Sejak Dini Berbuah Penghargaan.
Memang bukanlah hal yang mudah menggalang dana dan menyalurkannya dengan tepat, kemudian memonitornya. Dibutuhkan jiwa kepedulian yang tinggi dan tulus untuk melakukannya dan Nahla menikmati hal ini.Â
Jiwa kepedulian Nahla tidak tumbuh begitu saja, tapi sudah dipupuk dari kecil oleh orang tuanya. Ayahnya yang seorang dosen dan ibunya yang seorang guru, mengajarkan Nahla untuk peduli sejak kecil. Ketika di bangku sekolah pun Nahla aktif dalam kegiatan sosial dan mengantarkannya sebagai ketua OSIS di MAN 4 Jakarta. Saat kuliah, dia pun terbilang aktif di BEM universitas sehingga rasa kepeduliannya kian tebal dan terasah.
Memang sudah sepatutnya jika Nahla Jovial Nisa mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Award pada tahun 2018 oleh Astra. Sebuah jiwa kepedulian yang memunculkan ide inovatif dan membawa perubahan besar di masyarakat. Hal ini memang sudah menjadi ciri khas dari penerima penghargaan SATU Indonesia Award.
Dengan bantuan Nahla, membuat puskesmas semakin berdaya dan berguna bagi masyarakat sekitar. Pelayanan Puskesmas pun jadi lebih baik dan berdampak positif bagi kesehatan masyarakat secara menyeluruh. Langkah kecil Nahla sangat berarti dan mampu membawa perubahan besar di masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H