HIJRAH DAHULU VS HIJRAH ZAMAN SEKARANG
Artikel ini membahas hijrah zaman dahulu dan hijrah zaman sekarang atau kekinian, Hijrah adalah salah satu tema yang berasal dari khazanah keislaman yang belakangan ini cukup mendapatkan banyak sorotan. Kini, hijrah menjadi tren dan gaya hidup.Â
Dikalangan warga Indonesia fenomena-fenomena tentang hijrah seperti ini tentunya baru-baru muncul bahkan di kalangan artis, pebisnis dan sampai kalangan mahasiswa bahkan masih banyak lagi, Gerakan ini juga diikuti dengan maraknya pengguna media social.
Dimana pesan-pesan atau konten-konten hijrah didapat oleh para pelaku hijrah kebanyakan memang awalnya dari media social. Namun makna Hijrah itu sendiri secara menarik memunculkan beberapa definisi yang berbeda. Apasih bedanya hijrah zaman dahulu dengan hijrah zaman Sekarang?
      Adapun hadits tentang hijrah yaitu:
: : " -- : -- "
Dari Sahabat Umar bin Khaththab r.a. berkata, "Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, 'Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya dan sesungguhnya setiap orang itu akan mendapatkan apa yang dia niatkan.Â
Barang siapa hijrahnya kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena perempuan yang hendak dinikahinya maka hijrahnya sesuai ke mana dia hijrah.'" (H.R. Bukhari & Muslim)
 Hijrah bukanlah istilah  baru dalam Islam. Hijrah dilaksanakan ketika Islam mulai menerapkan gerakan tersebut. Hijrah pada masa lalu adalah hijrah fisik yang  mengharuskan seseorang meninggalkan tempatnya dan pindah ke tempat lain demi keselamatan dan keamanan. Peristiwa Hijrah yang cukup terkenal di kalangan masyarakat, tentu bukan  kali pertama sejumlah besar  umat Islam  di Mekkah kemudian berhijrah ke Madinah secara bertahap. Eksistensi hijrah semakin hari semakin dikenal banyak orang.
Apalagi dizaman modern ini. banyak orang yang memunculkan kembali atau menghidupkan kembali tradisi tersebut, kepribadian dan perilaku yang terbawa berpindah dari tempat dan adat sebelumnya. Ini menimbulkan pertanyaan, apakah ini bisa disebut hijrah atau perubahan kebiasaan?
Menurut Ahsin W. Al-Hafidz, Hijrah berarti berpindah dari satu daerah ke daerah lain. Berdasarkan apa yang disebutkan Ahsin W. Al-Hafidz, Hijrah dapat diartikan sebagai "meninggalkan". Dalam praktiknya, Hijrah lebih berorientasi pada perpindahan fisik yang mana hal tersebut Rasulullah saw.Â
Ambil contoh pada saat peristiwa hijrahnya umat Islam dari Mekkah ke Madinah. Fenomena ini muncul kembali dan berkembang cukup pesat di masyarakat saat ini. dengan konsep dan esensi yang sama hanya dengan praktik yang berbeda yaitu gerakan fisik berupa perubahan penampilan atau gaya hidup.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa perpindahan fisik ini dianggap sebagai otoritarianisme hijrah. Jadi dalam hal ini Hijrah hanya diarahkan pada perpindahan fisik  seperti yang dicontohkan oleh para nabi sebelumnya. Hijrah merupakan fenomena yang  terjadi saat ini. Fenomena  berupa kampanye hijrah ini banyak diimplementasikan baik di media sosial maupun melalui sarana langsung melalui dakwah dan lainnya.
Jika dicermati, gerakan hijrah sangat populer di kalangan anak muda kelas menengah perkotaan, rakyat jelata bahkan  selebritis. Ciri yang paling menonjol dari gerakan Hijrah adalah merancang semua aspek kehidupan mereka sesuai dengan Syariah atau berdasarkan syar'i, seperti pakaian syar'i, bisnis syar'i, dan melakukan kajian-kajian.Â
Ciri khas yang secara signifikan dari Gerakan hijrah ini adalah  perubahan dari segi fisik setiap individu. Bisa di bilang hal tersebut adalah pernyataan bahwa mereka sudah berhijrah. Level terbawah dari Gerakan hijrah ini merubah tampilan mereka dari yang awalnya terbuka, memakai pakaian yang ketat dan lain sebagainya, menjadi tertutup dan memakai pakaian syar'i.
Padahal hal tersebut sangat berbeda jika dikaitkan dengan istilah hijrah pada zaman dahulu, ini bukanlah peristiwa yang fiktif, karena makna hijrah itu sendiri berkembang sesuai zamannya. Dalam bahasa Arab, Hijrah diartikan sebagai perpindahan fisik seseorang dari satu tempat ke tempat lain.Â
Kata Hijrah awalnya populer di kalangan umat Islam karena dikaitkan dengan peristiwa perpindahan Nabi Muhammad dari kampung halamannya di Mekkah ke Madinah untuk misi dakwah. Makna  kata ini sebenarnya tidak berubah di dunia Arab, tetapi di Indonesia maknanya telah berubah dan lebih dekat dengan "perbaikan atau pertobatan" alih-alih "perpindahan tempat".
Para ulama ushul fiqh merumuskan suatu rumusan yang dikenal dengan maqashid al-syariah (tujuan utama syariah) yang menjadikan hukum Islam sangat dinamis. Misinya adalah untuk melindungi dan melestarikan hak asasi manusia dan memenuhi semua kepentingan yang terkait dengan kehidupan manusia.Â
Dalam perkembangannya, maqashid al-Syariah, yang menurut literatur klasik terdiri dari lima kategori, kini terbagi menjadi enam kategori, yaitu pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan, harta dan memelihara lingkungan hidup.
Makna hijrah  dari pengertian maqashid al-syariah adalah perpindahan dari satu tempat ke tempat  lain untuk melindungi diri sendiri dan lingkungan dari ancaman yang mengancamnya. Secara umum, Syaikh Nawawi mengutip pendapat Ibn al-'Arabi yang membagi hijrah menjadi dua jenis, yaitu hijrah sebagai upaya untuk menghindar dan hijrah untuk mencapai sesuatu.
Jika dianalisis berdasarkan pengertian maqashid al-syariah,  dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, hijrah yang dilakukan karena keberadaannya di lingkungan kafir  harbi (memerangi umat islam)  menunjukkan adanya penjagaan terhadap keselamatan diri dalam beragama. Kedua, berhijrah meninggalkan komunitas ahli bid'ah.Â
Ketiga, berhijrah dari lingkungan yang diliputi dengan perbuatan haram.  Keempat  berhijrah karena menghindari dari kekerasan fisik. Kelima  berhijrah karena untuk  menghindari suatu penyakit. Penyakit dapat disebabkan oleh kekurangan makanan, tempat tinggal yang kotor, wabah penyakit, dll.
Orang beriman percaya bahwa apapun yang terjadi pada seorang hamba adalah takdir Allah, namun ada kewajiban yang tidak boleh dilupakan yaitu ikhtiar. Keenam, berhijrah karena melindungi harta. Poin ini secara eksplisit menunjukkan adanya upaya hifzhu al-mal (menjaga harta). Kewajiban manusia adalah menjaga hak sesama agar tercipta ketenteraman dan kedamaian.
Menurut  saya, mari kita perkuat literasi agar kita bisa memaknai makna hijrah dengan benar dan objektif. Jika kita mengartikan hijrah sebagai bagian dari meninggalkan cara lama menuju cara baru, hargailah itu. Bagus jika seseorang berpikir begitu.
Namun ada juga yang memaknainya sebagai meninggalkan gaya hidup lama yang tidak sesuai dengan agama. Pemandangan seperti itu juga bagus. Apapun tujuannya, jangan dilihat dari penampilannya saja. Â
Dikhawatirkan hijrah dari sudut pandang yang salah  akan merusak toleransi yang telah terjalin selama ini antar umat beragama. Beberapa orang yang merasa telah berubah sebenarnya eksklusif, tertutup dan mengutuk orang yang berbeda pandangan sebagai  salah.Â
Bahkan tidak sedikit yang beranggapan sesat. Hal ini tentu bertentangan dengan sifat masyarakat Indonesia yang sangat beragam agama, budaya, adat dan bahasa tidak berbeda di Indonesia. Ada identitas yang jelas dan melekat antar suku.
Perbedaan tidak bisa diperdebatkan. Perbedaan sebenarnya adalah bagian dari apa yang harus dipahami agar dapat hidup berdampingan dalam keragaman. Karena keberagaman pada hakekatnya adalah anugerah dari Tuhan yang dapat kita jaga dan lestarikan. Keberagaman adalah bagian dari kebesaran Tuhan yang  tidak boleh dipertanyakan atau dipaksakan untuk diidentifikasi.
Dari keterangan diatas dapat kita simpulkan bahwa  tidak semudah itu mengartikan hijrah dalam konteks sekarang. hijrah merupakan sebuah fenomena yang marak terjadi di masyarakat Indonesia khususnya. Yang mana dalam prakteknya orang-orang yang berhijrah lebih berorientasi pada perubahan penampilan, sebab itulah yang pertama kali tanda yang dapat di tebak bahwa ia telah berhijrah.Â
Hal tersebut merupakan proses pemaknaan orang-orang terhadap teks keagamaan yakni hadis Nabi SAW kenyataannya pemaknaan tersebut justru menjadi otoritarianisme pada masalah hijrah. Sebab apa yang dijadikan acuan dalam berhijrah ialah perubahan fisik.Â
Fenomena yang terjadi di Indonesia ini menunjukkan adanya reproduksi makna yang cukup signifikan. Yang mana dapat dipahami sebelumnya bahwa hijrah lebih populer dengan perpindahan tempat atau perpindahan secara fisik.Â
Padahal, jika dikontekskan hal tersebut sudah mengalami pergeseran makna. Walaupun pada hakikatnya makna asal hijrah tidak pudar begitu saja. Bahkan muncul pula karena salah pemaknaan hijrah menjadikan hijrah yang radikal.Â
Contohnya seperti menjadi seorang yang asosial. Rasulullah SAW Tidak pernah mencontohkan hal tersebut justru hijrah menjadi relasi untuk memperbaiki sosial kemasyarakatan umat islam. Untuk menjawab pertanyaan diawal, tentunya berbeda dalam prakteknya.Â
Namun esensinya sendiri ialah perubahan, perpindahan, perbaikan. Dalam prakteknya sendiri manusia dituntut untuk lebih kreatif dan berpikir. Hal tersebut bukanlah suatu hal yang dilarang bila praktek hijrah itu sendiri diaplikasikan dengan tidak keluar dari syari'at Islam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H