Orang beriman percaya bahwa apapun yang terjadi pada seorang hamba adalah takdir Allah, namun ada kewajiban yang tidak boleh dilupakan yaitu ikhtiar. Keenam, berhijrah karena melindungi harta. Poin ini secara eksplisit menunjukkan adanya upaya hifzhu al-mal (menjaga harta). Kewajiban manusia adalah menjaga hak sesama agar tercipta ketenteraman dan kedamaian.
Menurut  saya, mari kita perkuat literasi agar kita bisa memaknai makna hijrah dengan benar dan objektif. Jika kita mengartikan hijrah sebagai bagian dari meninggalkan cara lama menuju cara baru, hargailah itu. Bagus jika seseorang berpikir begitu.
Namun ada juga yang memaknainya sebagai meninggalkan gaya hidup lama yang tidak sesuai dengan agama. Pemandangan seperti itu juga bagus. Apapun tujuannya, jangan dilihat dari penampilannya saja. Â
Dikhawatirkan hijrah dari sudut pandang yang salah  akan merusak toleransi yang telah terjalin selama ini antar umat beragama. Beberapa orang yang merasa telah berubah sebenarnya eksklusif, tertutup dan mengutuk orang yang berbeda pandangan sebagai  salah.Â
Bahkan tidak sedikit yang beranggapan sesat. Hal ini tentu bertentangan dengan sifat masyarakat Indonesia yang sangat beragam agama, budaya, adat dan bahasa tidak berbeda di Indonesia. Ada identitas yang jelas dan melekat antar suku.
Perbedaan tidak bisa diperdebatkan. Perbedaan sebenarnya adalah bagian dari apa yang harus dipahami agar dapat hidup berdampingan dalam keragaman. Karena keberagaman pada hakekatnya adalah anugerah dari Tuhan yang dapat kita jaga dan lestarikan. Keberagaman adalah bagian dari kebesaran Tuhan yang  tidak boleh dipertanyakan atau dipaksakan untuk diidentifikasi.
Dari keterangan diatas dapat kita simpulkan bahwa  tidak semudah itu mengartikan hijrah dalam konteks sekarang. hijrah merupakan sebuah fenomena yang marak terjadi di masyarakat Indonesia khususnya. Yang mana dalam prakteknya orang-orang yang berhijrah lebih berorientasi pada perubahan penampilan, sebab itulah yang pertama kali tanda yang dapat di tebak bahwa ia telah berhijrah.Â
Hal tersebut merupakan proses pemaknaan orang-orang terhadap teks keagamaan yakni hadis Nabi SAW kenyataannya pemaknaan tersebut justru menjadi otoritarianisme pada masalah hijrah. Sebab apa yang dijadikan acuan dalam berhijrah ialah perubahan fisik.Â
Fenomena yang terjadi di Indonesia ini menunjukkan adanya reproduksi makna yang cukup signifikan. Yang mana dapat dipahami sebelumnya bahwa hijrah lebih populer dengan perpindahan tempat atau perpindahan secara fisik.Â
Padahal, jika dikontekskan hal tersebut sudah mengalami pergeseran makna. Walaupun pada hakikatnya makna asal hijrah tidak pudar begitu saja. Bahkan muncul pula karena salah pemaknaan hijrah menjadikan hijrah yang radikal.Â
Contohnya seperti menjadi seorang yang asosial. Rasulullah SAW Tidak pernah mencontohkan hal tersebut justru hijrah menjadi relasi untuk memperbaiki sosial kemasyarakatan umat islam. Untuk menjawab pertanyaan diawal, tentunya berbeda dalam prakteknya.Â