Mohon tunggu...
eM eN
eM eN Mohon Tunggu... Dosen - Melati Naturalis

@Ida YHera

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kumbang Jalang pada Melati

5 Maret 2022   15:45 Diperbarui: 8 Maret 2022   14:47 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ada rasa jengah terlihat dari setiap gerak tubuhnya. Dia ulurkan kedua tangannya di atas meja bundar di depan kami. Jemari kedua tangan itu saling meremas kuat, terlihat otot-ototnya yang tampak jelas menyiratkan kegagahannya. Kuseret kursiku mendekat padanya, kutempelkan tubuhku padanya. Kugenggam jemari itu, seolah ingin kuberi kekuatan dari prahara dunia. Dia memandangku lekat penuh cinta, penuh rindu yang tertahan.

"Mas ... kenapa?", ucapku hampir berbisik.

"Mel, Mas mencintaimu. Demi Allah Mas cinta padamu. Mas sayang teramat sangat", ucapnya sambil mencium tanganku dalam-dalam. "Tapi, istriku sudah tahu hubungan kita, dan kami bertengkar hebat. Kita sudah berakhir Mel, aku tidak punya pilihan lain, dia mengancam akan meninggalkanku. Mas tidak bisa ambil resiko itu, kasihan anakku." lanjutnya sambil menundukkan kepalanya.

"Mel, aku harus blokir semua sosial mediamu, telponmu, nomor wa mu, semuanya Mel ... semuanya. Ini komitmen Mas padanya, aku takkan menghubungimu lagi.", ucapnya perih dalam kalut.  

"Harus begitu?" tanyaku lirih. Huft ... Aku tau pertanyaanku tak butuh jawaban. Kami tahu, saat ini akan tiba, cepat atau lambat. "Apa aku bisa menolak permintaanmu? Kita sama-sama tau, cinta kita terlalu rapuh untuk mengambil resiko. Kau dan aku, bukan manusia sempurna tanpa dosa, tapi kita juga bukan manusia laknat tak berperasaan bukan? Aku terima Mas ...", lanjutku berusaha tegar.  

Air mata ini sudah tak terbendung lagi, hatiku hancur, luluh lantak ke bumi. Dia hanya diam, hanya diam. Kami berpandangan begitu dalam. 

Ada bening kecil di sudut matanya. Kuusap air mata lelaki di hadapanku. Kuseka air mataku pula. Ada batu besar yang tiba-tiba menindih dada ini , sakit ... pedih di hati. 

Diiringi temaram lampu caf, rasanya membakar gelora di antara kami. Aku takluk dalam pandangan matanya yang penuh cinta untukku, kusambut bibir hangat yang menciumku tipis penuh gelora yang ingin dilepaskan.  Ciuman terlarang pertama dan terakhir darimu. Malam terakhir kami bertemu, terakhir untuk selamanya.

Memang mahal cinta terlarang harus dibayar, pertemanan yang berubah menjadi cinta, persahabatan berbalut asmara, cepat atau lambat akan hancur tak berkeping. Terputus semua akses kami untuk berkomunikasi, tapi tak keluar dari hatiku, tak pula dari hidupku. Tetap abadi dalam ingatanku, senyummu, suaramu, candamu, rayumu ... semuanya tentangmu.

***

Kuseruput cappuccino yang entah sejak kapan mulai dingin. Ada yang mengganjal di tenggorokanku, menghalangi minuman nikmat ini masuk ke dalamnya. Memandang langit berselendang emas, memandang seraut wajah yang kurindu. Wajah tampan berpeci hitam yang mempesona. Penampilan khasmu yang selalu kurindu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun