Kuantitas, kualitas, keterjangkauan, dan pemerataan pangan di seluruh wilayah Indonesia merupakan sebuah keharusan dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan Indonesia. Ketahanan pangan tak ayal menjadi salah satu aspek penting dan strategis yang turut berdampak dalam upaya mewujudkan Indonesia Emas 2045.Â
Menurut Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi dalam talkshow yang diselenggarakan oleh Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (INKINDO) dan termuat di laman resmi Badan Pangan Nasional, "Pangan menjadi komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan pilar utama pembangunan nasional".Â
Menurut laporan di Badan Pangan Nasional, stok pangan pokok strategis dalam kondisi aman dan cukup, tetapi tentu harus berhati-hati atas munculnya berbagai ketidakpastian global. Oleh karena itu, penting untuk membangun ekosistem pangan nasional, salah satunya dengan peningkatan produksi pangan dalam negeri.Â
Berdasarkan data Global Food Security Index (GFSI) yang mengukur keterjangkauan harga pangan, ketersediaan pasokan, kualitas nutrisi dan keamanan makanan, dan ketahanan sumber daya alam, ketahanan pangan Indonesia pada tahun 2022 berada di angka 60,2 dan terdampar di peringkat 69 dari 113 negara serta berada di bawah rata-rata global yang berada di angka 62,2.Â
Hal ini tentu perlu menjadi perhatian karena Indonesia sendiri merupakan negara agraris yang mayoritas pekerjaan masyarakatnya berada di sektor pertanian. Hal seperti ini perlu ditindaklanjuti dengan berbagai program strategis yang bisa menjaga ketahanan pangan bukan hanya untuk jangka pendek, tetapi juga untuk jangka panjang dengan mewujudkan kemandirian pangan melalui swasembada pangan, seperti yang pernah terjadi pada tahun 1984.Â
Langkah-langkah konkret dengan menyasar berbagai faktor dan berbagai pihak perlu dimasifkan oleh semua pemangku kepentingan dengan sinergi, kolaborasi, dan kontribusi seluruh pihak yang terlibat di dalam sektor pertanian, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, lembaga-lembaga, perusahaan-perusahaan, masyarakat, dan terutama petani sebagai pemasok sumber bahan pangan.Â
Petani harus terus diberdayakan dan didorong untuk dapat menjaga kualitas dan kuantitas hasil panennya, terutama petani di komoditas pangan pokok dan strategis karena komoditas ini menghasilkan dampak multiplier atau efek pengganda akibat dari pengaruhnya yang meluas ke berbagai aspek dan sektor. Fluktuasi kuantitas dan kualitas dari hasil pertanian akan berakibat kepada harga bahan pokok, keterjangkauan bahan pangan, dan keterpenuhan gizi dari masyarakat sehingga ketahanan pangan menjadi salah satu syarat untuk mewujudkan visi besar Indonesia Emas 2045.Â
Langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga pemenuhan bahan pangan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang adalah dengan langkah nyata pemerintah terlibat dalam kegiatan pertanian dari hulu ke hilir, dari petani hingga sampai ke tangan konsumen yang salah satunya dengan mengoptimalkan hasil panen dengan meningkatkan hasil panen per hektar dan mengurangi proporsi kegagalan panen.Â
Demi terwujudnya hal tersebut, masalah-masalah pertanian seperti kegagalan panen, serangan hama dan penyakit, dan kurang maksimalnya pemanfaatan lahan harus diselesaikan. Pemerintah dapat terlibat aktif dengan memberikan subsidi dan bantuan, sekaligus mengatur melalui regulasi.Â
Kesalahan lain yang sering dilakukan oleh petani adalah penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang berlebihan dan tidak bijaksana. Pupuk dan pestisida kimia memang memiliki efek yang cepat dan terlihat, tetapi di sisi lain juga akan berdampak buruk dalam jangka panjang, misalnya menyebabkan resistensi hama, pencemaran lingkungan, penurunan kesuburan tanah, dan sumber penyakit bagi manusia. Hal ini perlu dipandang dengan bijaksana, pemerintah harus berani membuat regulasi karena dalam hal ini akan mengganggu rencana swasembada pangan dalam jangka panjang.Â
Memang tak dapat dimungkiri bahwa pupuk organik tidak memberikan efek instan ke tanaman dan pestisida organik tidak langsung menghilangkan hama dan penyakit, tetapi pupuk dan pestisida kimia tidak memunculkan dampak negatif seperti yang dihasilkan pupuk dan pestisida kimia. Hal ini karena pupuk dan pestisida berasal dari bahan-bahan organik, yaitu dari makhluk hidup, misal daun-daunan dan kotoran hewan. Contoh dari pupuk organik adalah pupuk kandang yang berasal dari kotoran hewan, pupuk kompos dari sisa bahan organik, pupuk arang sekam yang berasal dari pembakaran sisa gabah, dan lain sebagainya. Contoh dari pestisida organik adalah pestisida nabati yang berasal dari tanaman dan pestisida hayati yang mengandung mikroba seperti jamur, bakteri, atau virus. Fokus transisi pemanfaatan pupuk dan pestisida organik dari pupuk dan pestisida kimia dalam proses pertanian menjadi fokus mahasiswa yang tergabung dalam Kelompok 223 Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kolaboratif Kabupaten Jember Tahun 2024 yang mengadakan kegiatan Percepatan Optimalisasi Hasil Panen Pertanian yang dilaksanakan di Balai Desa Sukojember, Kecamatan Jelbuk, Kabupaten Jember pada Rabu, 21 Agustus 2024. Di kegiatan ini, mahasiswa KKN berkolaborasi dengan Dinas Pertanian Kabupaten Jember, kelompok tani setempat, Dosen Jurusan Bisnis Politeknik Negeri Jember, dan pengusaha pupuk organik untuk mengenalkan dan menyosialisasikan cara mengoptimalkan hasil panen, langkah menyelesaikan permasalahan hama dan penyakit, pentingnya kebijaksanaan dalam penggunaan pupuk dan pestisida kimia, dan pemanfaatan pupuk dan pestisida organik serta pentingnya pengelolaan keuangan yang baik bagi petani.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI