Dan uang selalu bisa jadi sumber malapetaka terbesar. Dengan kekuasaan yang dimilikinya, Adam tampil selayaknya nabi baru. Dengan Ambisi yang ditulis dengan huruf A besar. Ambisi memang seringkali membutakan mata dan Adam tak lagi melihatnya. Ia menolak melihatnya dan memilih menggunakan kacamata hitam. Tak sekedar menjadi pelindung, kacamata itu juga membuatnya menolak melihat kenyataan.
"WeCrashed" bisa ditonton di Apple TV.
3. BARRY
Barry menutup rapat kehidupan pribadinya. Ia tak ingin seorangpun tahu bahwa ia melakukan pekerjaan membunuh untuk menghidupi dirinya. Ia juga berkelit dari pengalaman sebelumnya ketika menjadi seorang tentara di Afganistan dan membunuh warga tak bersalah. Tapi menjadi aktor berarti membuka lapis demi lapis dari kehidupan pribadinya kepada orang lain untuk memperkaya karakter yang akan dimainkannya. Apa yang harus dilakukannya?
Di masa ketika media sosial menjelma menjadi semacam medium eksibisionisme, sosok Barry tentu bukan favorit. Ia menolak untuk berbagi bagian dari kehidupan ganda yang dijalaninya. Ia memilih hanya memperlihatkan bagian dari kehidupan yang diinginkannya: menjadi seorang aktor. Tapi bukankah kita semua demikian? Kita menyunting hidup kita di media sosial, hanya memperlihatkan bagian-bagian terbaik dan menyembunyikan borok-boroknya rapat-rapat. Kita menjelma menjadi seorang serba sempurna dengan kehidupan pernikahan bahagia, anak-anak yang menyenangkan, pekerjaan yang stabil sambil sesekali pelesir dan berbelanja di tempat yang wah.
Sosok Barry bukan hanya ingin menyunting hidupnya tapi ia ingin melenyapkan masa lalunya. Membuangnya jauh-jauh. Mengubur identitas Barry Brekman dan menjelma menjadi Barry Block seutuhnya. Seseorang yang menyenangkan, selalu supportif dan punya kehidupan normal.
"Barry" bisa ditonton di HB Go.
4. THE DROPOUT
Di benua yang berada ribuan kilometer jauhnya, kita bertemu dengan Elizabeth Holmes yang tanpa ragu memutuskan berhenti dari studinya di Teknik Kimia Universitas Stanford.
Seperti Adam Neumann, pendiri WeWork, Elizabeth mengikuti kata hatinya mewujudkan impian Amerika. Ia percaya di negara yang selalu diklaim paling demokratis itu, ia bisa mengubah dunia melalui perusahaan rintisan bernama Theranos.
Niatnya mendirikan perusahaan rintisan itu mulia betul: ingin memberi akses murah bagi masyarakat untuk mengetahui kondisi kesehatannya hanya melalui setetes darah. Siapa yang tak jatuh hati dengan ide mulia dan terkesan sederhana itu. Namun pada akhirnya kita tahu niat baik selalu tak cukup dan kita pun sulit membedakan apakah Elizabeth sejatinya seorang penipu atau memang hanyalah seorang yang naif.