Mohon tunggu...
Ichwan Navis
Ichwan Navis Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Paman, Aku Tetap Akan Membela Bumi Hindia

7 Oktober 2016   21:08 Diperbarui: 7 Oktober 2016   21:10 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Van Len terdiam. Ia masih menatap pamannya tajam. Kolonel menambahkan,

“ Len, aku sudah menawarkan pada dirimu berulang kali. Jangan ubah niatmu hanya karena gadis itu. Aku tahu tentang dirimu. Aku yakin kau melakukan semua ini karena kau terpikat oleh gadis itu. Len, sadarlah kau !”

“ Paman, aku sama sekali berubah pikiran tidak dikarenakan oleh gadis itu. Aku berubah pikiran karena tekanan hebat dari hati. Hatiku terasa tercabik-cabik menyaksikan sebuah bangsa teraniaya, yang tak punya salah terhadap penjajah. Lalu tanah mereka direbut secara paksa. Banyak nyawa tak berdosa melayang sia-sia. Tangis terdengar di mana-mana. Mereka jauh dari kata bahagia.”

Kolonel semakin emosi. Ia membentak dengan keras,

“ Len, aku tawarkan sekali lagi. Ayo ikut bersamaku ke markas .”

Van Len menggelengkan kepala. Ia berkata dengan tegas,

“ Tidak, aku tidak akan ikut dengan paman ke sana. Aku merasa tersiksa di sana. Tak ada kebahagiaan. Tak ada rasa nyaman. Yang ada hanya kesempitan jiwa, hanya jiwa yang menangis kesepian di tengah kobaran perang. Aku sangat menderita di sana.”

Kolonel tak bisa menahan amarahnya. Ia naik pitam. Mukanya memerah bagai bara api membara. Emosinya meluap. Napasnya tersendat-sendat. Ia mengerutkan kening, lalu memicingkan mata.

“ Kau harus diberi pelajaran anak kecil,”  kata kolonel dengan tegas.

Kolonel berlari kencang ke arah Van Len. Ia mengarahkan tendangan ke arah dada Van Len. Gerakannya sangat cepat. Van Len tak tergerak, menatap ke depan. Kolonel melayang ke udara sangat tinggi. Ia turunkan tendangan tepat ke arah dada Van Len. Sepatu kulitnya tampak keras, lalu menghantam dada Van Len. Tubuh Van Len terpental ke udara. Ia berteriak. Lalu ia terjatuh ke tanah.

Belum sempat bangkit, kolonel kembali menyerang. Ia memegang lengan baju Van Len dengan kasar, lalu menyeretnya ke dalam rumah. Ia naikkan tubuh Van Len ke atas, lalu ia pukul perutnya dengan tangan. Pukulannya keras, menghantam perut Van Len. Kemudian ia mengulangi lagi, dan lagi. Van Len berteriak lirih menahan rasa sakit. Darah keluar dari mulutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun