Dulu di negeri Cina hidup seorang tua yang bijak. Dia dikenal bijak oleh semua orang yang mengenalnya. Dia hidup sederhana bersama seorang anak yang masih perjaka. Istrinya pak tua itu sudah lama meninggal. Dia juga memelihara seekor kuda yang menjadi alat pencari nafkah. Setiap hari, dia gunakan kuda itu untuk memberi pelayanan jasa transportasi pada orang orang. Pak tua itu sangat detail memelihara kudanya.
Suatu hari pak tua mengajak kudanya ke hutan. Karena persediaan stok rumput sudah habis di rumah. Sementara anaknya di rumah untuk menjaga barang berharga lain. Pak tua itu mengikat sebuah tali pada pohon untuk diikatkan pada kudanya. Dia merangkak naik ke bukit yang tidak bisa dijangkau oleh kuda. Rerumputan segar terlihat panjang dan bersih dari di bawah.
Pak tua pun turun dengan menggendong karung berisi rumput. Tapi dia tidak melihat kuda di tempatnya. Hanya seutas tali tertancap di pepohonan. Pak tua itu pulang penuh ketenangan. Banyak orang di rumahnya heran dengan kuda yang biasa ada di halaman depan rumah pak tua itu. Ketika ditanya, pak tua itu menjawab,
“ Kudaku hilang. Aku sudah mengikatnya sangat kuat. Tapi entah kenapa kudanya bisa lari. Seperti sangat bernafsu mengejar sesuatu.”
Banyak orang bilang dalam gunjingan mereka,
“ Kasihan sekali pak tua itu, satu satunya alat pencari nafkah hilang begitu saja. Nanti dia tidak bisa dapat uang lagi. Lantas makan apa dia ? Kasihan sekali pak tua itu.”
Dari mulut ke mulut, Pak tua mendengar ucapan sama persis. Ucapan kasihan padanya. Tapi ketika ditanya, pak tua tegas menjawab,
“ kejadian ini pasti ada kebaikannya.”
Mereka hanya tertawa pelan. Pikir mereka bahwa pak tua itu sudah bernasib sial, masih saja bilang itu kebaikan.
“ Lha wong sudah sial begitu masih bilang baik. Mana baiknya ? Buntung gitu kok .. nasib nasib,” kata banyak orang dalam gunjingan.
Anak pak tua mendengar suara kuda di kejauhan. Seketika itu dia memanggil bapaknya yang sedang memperbaiki pintu.
“ Pak, sepertinya saya dengar suara dua kuda.”
Pak tua bilang,” Benar, bukan satu, tapi dua kuda.”
Seketika mereka berdua keluar dari rumah. Dan tampak dua kuda berlari menuju rumah pak tua. Seketika mereka berdua lari untuk menangkap kuda itu. Pak tua mendapat satu kuda liar betina yang ternyata menyukai kuda jantan miliknya. Semua orang pun tercengang dibuatnya.
“ Sungguh bijak pak tua itu, aku sampai tidak bisa bayangkan.” Kata seorang.
“ Benar, pak tua itu sungguh bijak.” Kata seorang lagi.
Beberapa hari kemudian, ketika pak tua dan anaknya mengajak jalan jalan kedua kudanya. Tiba tiba sang anak meronta karena kuda betina yang ditungganginya sangat liar. Kuda itu mengamuk dan berlari kencang. Saking kencangnya, tubuh anak pak tua terlempar dan terjatuh sangat keras.
Bruuukkk …
Tulang kaki anak pak tua patah. Seketika dia menjarit keras. Orang orang pun membantunya. Pak tua membopong anaknya. Sedangkan dia menyerahkan kudanya pada yang lain untuk diurus sesaat. Banyak orang di situ mengiba melihat nasib pak tua dan anaknya.
Mereka berkomentar,
“ Sungguh malang nasib pak tua, udah kuda betinanya kabur, kaki anaknya patah lagi. Nasib emang nasib.”
Seorang berkomentar lagi,
“ Memang sudah nasibnya, nasib buruk.”
Ketika ditanya, sambal tersenyum tua bilang dengan tegas,
“ Kejadian ini pasti ada kebaikannya.”
Ketika ditanya semua orang, pak tua selalu menjawab begitu.
“ Kejadian ini pasti ada kebaikannya.”
Banyak orang berkomentar,
“ Nasib buruk gitu kok masih aja bilang baik.”
“ Mungkin pak tua itu ingin menghibur diri kali.”
“ Tapi ucapannya sering tepat lho.”
“ Ya, kita lihat aja nanti. Sudah jelas terpuruk gitu kok dibilang baik.”
Beberapa hari kemudian, perang terjadi di negeri itu. Panglima pun menyuruh para pemuda untuk ikut berperang. Para utusan Negara dating mengunjungi seluruh pelosok negeri untuk dipaksa para pemuda ikut berperang. Kalau tidak mau, maka pemuda itu dibunuh. Tangis pun seolah menemani negeri itu. Para orang tua menangis melepas anaknya pergi perang. Sementara para istri menangis meronta tidak siap mereka menjadi janda.
Suatu hari, para tentara mengunjungi kampong pak tua. Mereka mendobrak rumah rumah dan tidak ada satu celah pun bisa digunakan untuk bersembunyi. Para tetangga pak tua menangis meronta melihat anak mereka dipaksa berperang, bahkan ada yang digeret, dipukuli terlebih dahulu.
Dan saat itu para tentara berkunjung ke rumah pak tua. Pak tua pun menyambut hangat kedatangan para tentara. Tanpa piker panjang para tentara meminta pak tua untuk menyerahkan anaknya sebagai prajurit perang. Pak tua mengangguk. Lalu para tentara masuk kamar anak pak tua. Mereka melihat seorang pemuda sekarat dan cacat pada kaki. Pemuda itu tidak bisa berjalan. Dan perlu perawatan intensif.
“ Tidak mungkin kita mengajaknya ikut berperang.”
Maka para tentara meninggalkan anak pak tua yang tidak mungkin ikut berperang. Para tetangga pak tua menangis meronta. Sedang pak tua dan anaknya sangat bersyukur. Sejak saat itu, mereka percaya selalu ucapan yang selalu terlantun dalam diri pak tua bahwa,
“ KEJADIAN INI PASTI ADA KEBAIKANNYA “
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H