Mohon tunggu...
Ichwan Muttaqin
Ichwan Muttaqin Mohon Tunggu... Mahasiswa - cantrik

Tirakat yang paling utama adalah membaca, dan ibadah yang paling membekas adalah menulis (Allah yarham Gus Dur)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perempuan, Hijab, dan Perlawanan

8 November 2024   11:32 Diperbarui: 8 November 2024   11:32 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini, di jagad media sosial Twitter (baca: X), berseliweran video yang menampilkan seorang mahasiswi dari Universitas Azad, Iran, melakukan protes dengan hanya memakai pakaian dalam di luar ruangan kampus. Tindakan berani ini merupakan bentuk perlawanan terhadap pemerintah yang menerapkan aturan ketat mengenai penggunaan hijab. Mahasiswi tersebut ingin menyoroti perlakuan kasar yang dialaminya dan banyak wanita lainnya yang merasa tertekan oleh norma-norma yang mengekang kebebasan individu. Aksi ini menggugah perhatian publik dan menambah suara dalam perjuangan hak asasi perempuan di Iran.

Jauh sebelum ini, pada 27 Desember 2017 silam, aksi Vida Movahead yang berdiri di atas kotak Utilitas di sudut Jalan Enghelab, Teheran, Seraya mengibarkan jilbab. Movahead melakukan itu sebagai bentuk protes terhadap pemerintahan Hassan Rouhani yang dinilai mengekang kebebasan perempuan Iran dengan pemberlakuan wajib jilbab.

Vida Movahead Melakukan Protes (dok. https://www.rightsuniversal.org/protests-unite-iranians/)
Vida Movahead Melakukan Protes (dok. https://www.rightsuniversal.org/protests-unite-iranians/)

Atas aksinya, Movahead diciduk aparat dan dijatuhi hukuman setahun penjara atas tuduhannya memprovokasi publik. Meski begitu aksi Movahead memantik perlawanan yang lebih luas di berbagai daerah yang ada di Iran. Sehingga ia mendapat julukan The Girl Of Enghelab, dalam bahasa Iran yang Enghelab sendiri bermakna revolusi. Saking luasnya pergolakan tersebut, polisi Iran menangkap puluhan perempuan yang melakukan hal yang sama dengan melepas jilbab sebagai bentuk protes.

Pasca peristiwa Movahead, 4 tahun setelahnya situasi di Iran seperti berjalan di tempat, bahkan lebih parah lagi. Mahsa Amini perempuan 22 tahun tewas di tahanan polisi moral karena dianggap melanggar aturan berbusana jilbab. Kematiannya melahirkan demonstrasi berskala besar yang muncul di berbagai kota di Iran. Para perempuan turun ke jalan dan membakar jilbabnya sebagai simbol pertarungan. Di Iran urusan jilbab begitu rumit, bukan hanya manifestasi dari ritual keagamaan melainkan juga kuasa negara wujud pengekangan hingga makna kebebasan.

Kilas Balik Negara Republik Islam Iran

Untuk memahami konteks jilbab di Iran, kita harus menelusuri kembali ke era Shah Pahlavi yang mengedepankan monarki absolut. Selama masa pemerintahannya, perempuan dilarang mengenakan jilbab dan cadar sebagai bagian dari upaya untuk memodernisasi masyarakat Iran, yang diwujudkan melalui aturan resmi yang mewajibkan penggunaan jas dan topi ala Barat.

Pada Desember 1935 M larangan jilbab resmi diberlakukan dan diterapkan ke seluruh provinsi di Iran selama 1 bulan setelahnya. Ini membuat para ulama marah atas kebijakan Shah yang dinilai bertentangan dengan ajaran Islam. Akan tetapi Shah tidak mengambil pusing terkait ulama yang vokal yang melakukan pertentangan. Ulama yang melakukan pertenangan dibungkam dan diasingkan. Rezim Shah percaya bahwa melarang pengguna jilbab dapat membawa Iran maju secara ekonomi serta tidak tertinggal dari modernitas barat.

Setelah Shah menyerahkan estafet kekuasaan ke anaknya Reza Pahlavi situasi sosial politik di Iran begitu Kompleks.  Terdapat PM mozadex yang digulingkan lewat operasi ajax CIA-MI6 setelah menasionalisasi British Petroelum, penangkapan besar-besaran aktivis dan simpatisan kiri oleh Safax polisi intelijen Iran yang terkenal kejam. Lalu revolusi putih proyek modernisasi besar-besaran di era Pahlevi yang sayangnya justru makin bikin ketimpangan melebar karena hanya mengandalkan boom minyak dan cuma mengejar pertumbuhan ekonomi. Kemiskinan makin terlihat jelas imbas inflasi yang tinggi pabrik banyak tutup sementara Pahlavi getol sekali berfoya-foya. Kondisi ini meletupkan gelombang anti Shah yang muncul sepanjang 1970-an dengan tokoh utamanya Ayatollah Ruhollah Khomeini.

Aksi Demo Anti Rezim Shah (dok. https://apnews.com/article/343d87fdb960424e9ec0f4a90dc64fcb)
Aksi Demo Anti Rezim Shah (dok. https://apnews.com/article/343d87fdb960424e9ec0f4a90dc64fcb)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun