Tantangan terbesar dalam menerapkan budaya meritokrasi adalah belum setaranya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat. Dalam hal ini adalah masalah pendidikan dan pekerjaan. Tidak dipungkiri hingga saat ini pendidikan di Indonesia masih belum merata diterima oleh masyarakat. Padahal pendidikan merupakan hal yang penting dalam membangun budaya meritokrasi.
Pendidikan dapat berperan dalam membuka pintu bagi setiap anak untuk memperoleh pengetahuan dan kemampuan agar dirinya layak dan mampu mencapai posisi dan melakukan pekerjaan yang mereka dambakan.
Melalui pendidikan, anak-anak dari keluarga miskin dapat memiliki pintu masuk yang sama seperti remaja dari keluarga kaya untuk menciptakan masa depan mereka melalui kerja keras. Sehingga setiap anak bisa mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan bagus yang sesuai dengan kemampuannya. Meskipun sampai saat ini kualitas pendidikan di daerah masih belum merata dan masih terdapat ketimpangan antara kota dan daerah. Begitu pula dalam membuka peluang pekerjaan, masih banyak praktik keliru yang terjadi dalam proses penerimaan pegawai.
Oleh karena itu sangat penting untuk membangun budaya meritokrasi di segala lini kehidupan. Karena budaya meritokratis berpihak pada mereka yang lebih mampu dan berkompeten di bidang pekerjaannya, baik dalam hal pengakuan, perlakuan setara, penghargaan, status pekerjaan, maupun jenjang karier. Sehingga nantinya dapat terciptanya lingkungan kerja yang sehat, adil dan transparan karena dipegang oleh orang-orang pilihan yang memiliki prestasi dan kemampuan.
Referensi:
Kim, C. H., & Choi, Y. B. (2017). How meritocracy is defined today?: Contemporary aspects of meritocracy. Economics and Sociology, 10(1), 112--121. https://doi.org/10.14254/2071-789X.2017/10-1/8
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H