Mohon tunggu...
Ichsan Faddillah
Ichsan Faddillah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - human

Seseorang yang masih belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Polemik Kampus Merdeka: Edukasi atau Eksploitasi?

29 Desember 2021   11:59 Diperbarui: 29 Desember 2021   12:10 883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Era globalisasi menuntut setiap sektor kehidupan untuk berubah, termasuk pendidikan. Seperti yang diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah Indonesia wajib mengusahakan pendidikan sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Tidak seperti dulu, ragam variasi media dan metode untuk menyampaikan pengajaran semakin bertambah pula sesuai dengan kebutuhan zaman. Dalam lingkup eksekutif, urusan pendidikan diurus oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi (Kemendikbudristek) yang dalam hal ini diemban oleh Nadiem Makarim.

Usaha untuk melakukan perluasan manfaat pendidikan bagi masyarakat Indonesia terus ditambah, pada tahun 2020, Nadiem Makarim meluncurkan program "Merdeka Belajar, Kampus Merdeka". 

Kebijakan ini dimaksudkan untuk mempercepat penyerapan tenaga kerja dari golongan mahasiswa sebagai bentuk adaptasi di era digital. 

Sejalan dengan itu, sistuasi pandemi memepercepat perubahan dari konvensional ke digital. Kebijakan ini disambut oleh berbagai macam pihak, salah satunya mahasiswa itu sendiri. Dengan adanya Kampus Merdeka, mereka bisa lebih dekat dan mengenal lebih jauh tentang dunia kerja.

Kampus merdeka merupakan salah satu kebijakan yang bertujuan untuk peningkatan mutu pembelajaran dan lulusan pendidikan tinggi. 

Dasar hukum pelaksanaan kebijakan ini adalah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kebijakan ini diturunkan dalam beberapa poin-poin. 

Terdapat empat poin, yaitu pembukaan program studi baru, sistem akreditasi perguruan tinggi, peralihan perguruan tinggi menjadi berbadan hukum, dan hak belajar mahasiswa sebanyak tiga semester di luar program studi. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah insfrastruktur kebijakan tersebut sudah disiapkan dengan matang? Sebagai contoh, apakah kebijakan ini dapat masuk dan dapat diimplementasikan di daerah 3T?

Dari empat poin di atas, salah satu yang menjadi sorotan adalah program Magang Kampus Merdeka. Kebijakan ini berusaha untuk mempertemukan mahasiswa dengan perusahaan, bisa dibilang kebijakan ini merupakan simbiosis mutualisme antara perguruan tinggi dengan perusahaan terkait.

 Beberapa perusahaan yang memiliki omzet besar tertarik untuk bergabung menjadi bagian dari program ini. Kebijakan ini berlangsung 1-3 semester. Namun, apakah kebijakan ini bisa diimplementasikan sesuai dengan tujuan awalnya?

Beberapa waktu lalu, warganet dihebohkan dengan isu lembaga mitra program Magang Kampus Merdeka menyelewengkan hak-hak peserta magang. Lembaga tersebut dituduh menggunakan tenaga kerja magang lebih banyak ketimbang karyawan tetap. 

Terkait permasalahan upah, Peraturan Kementerian Ketenagakerjaan No. 6 tahun 2020 menjelaskan bahwa peserta magang diwajibkan untuk diberikan upah, tetapi tidak dijelaskan berapa upah minimum yang harus diberikan. 

Permasalahan selanjutnya mengenai pencairan dana program MSIB (Magang dan Studi Independen Bersertifikat)  Kampus Merdeka. Menurut data Diktiristek, sampai bulan Desember, terdapat 1.100 mahasiswa yang menjadi peserta MSIB masih terkendala pencairan dana karena kelengkapan dokumen. Melalui laman chance.org, Peserta MSIB membuat petisi agar Mendikbudristek Nadiem Makarim segera membayarkan uang saku mereka.

Penolakan terhadap kebijakan ini juga datang dari Kordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji. Beliau mengatakan bahwa program ini sangat berorientasi pasar bebas, khususnya perubahan suatu kampus menjadi PTN-BH. 

Dengan motif ekonomi, kampus diminta untuk mencari sumber tambahan lain, salah satunya dengan menaikkan UKT mahasiswa. 

Hal ini menimbulkan kontroversi, mengingat Indonesia masih dalam tahap pemulihan ekonomi akibat Covid-19 yang berdampak penurunan penghasilan masyarakat.

Penolakan juga datang dari salah satu dosen UGM, beliau mengatakan bahwa kebijakan ini tidak berpihak kepada dosen yang aktif dalam kegiatan pengabdian masyarakat. Ia juga menyarankan bahwa diperlukan sistem yang solid dalam mengimplementasikan kebijakan Kampus Merdeka. 

Jika tujuannya untuk membebaskan pendidikan dari beban administrasi, seharusnya gerakan itu diubah mulai dari ruang refleksi dan pikiran kritis semua pihak. Paradigma inilah yang nantinya membawa pendidikan menuju kemajuan zaman.

Tujuan dari pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Jika esensi itu ingin diwujudkan, seharusnya pemerintah bersama pihak terkait menyempurnakan mengenai kebijakan Kampus Merdeka. 

Pemerintah juga harus merumuskan agar kebijakan ini bisa diimplementasikan di semua daerah, sehingga terjadi pemerataan kualitas pendidikan nasional.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun