Mohon tunggu...
Icha Tri Hasri
Icha Tri Hasri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab

Pembaca Sastra

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Malam-malam Turkistan dan Ajakan untuk Membangkitkan Kemanusiaan

26 Juni 2020   13:01 Diperbarui: 26 Juni 2020   13:06 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Terbayang di angan kami masa depan bangsa Turkistan yang gelap dan penuh derita. Kami semua resah dan ketakutan".

Penggalan kalimat di atas adalah salah satu bagian dari novel Malam-malam Turkistan yang ditulis oleh Najib Kailani. Nama lengkapnya ialah Najib Ibrahim bin Abd Al-Lathif Al-Kailani yang lahir pada 10 Juni 1931 di Syarsyabah, sebuah desa di wilayah barat Republik Arab Mesir. 

Ia adalah salah satu sastrawan Arab penggagas Sastra Islam dan Teater Islam. Seperti beberapa sastrawan di Indonesia yang melahirkan karya yang mengandung kritik terhadap permasalahan sosial, ditambah dengan perebedaan ideologi dengan pemerintah yang berkuasa pada saat itu, Najib Kailani pernah dipenjara selama 10 tahun ketika ia masih mengenyam pendidikan tahun keempat di Fakultas Kedokteran Universitas Kairo. 

Selanjutnya ia keluar masuk penjara dan mendapatkan penyiksaan karena ia adalah salah satu anggota Ikhwanul Muslimin. Yang mana pada saat itu, menjadi oposisi pemerintahan Mesir yang sedang berkuasa.

Malam-malam Turkistan, sebuah novel tentang perjuangan mengembalikan tanah air kepada rakyatnya. Cina dan Rusia yang berideologi komunisme menyerang negeri Turkistan dan memporakporandakan persendian agama dan negara Turkistan. 

Mereka menghancurkan tempat ibadah untuk dijadikan kantor intelejen ataupun gedung lainnya, membakar mushaf-mushaf kuno sebagai penghangat tubuh mereka di malam hari, para penjajah pun merobek jilbab dan baju para perempuan Turkistan serta memaksa mereka untuk menikah dengan perwira dan pendatang dari Cina. 

Selain itu para mahasiswa dan ulama juga mendapat penyiksaan meski mereka tak pernah angkat senjata. Mereka pun menghasut pejuang Turkistan dengan propaganda palsu agar rakyat Turkistan membenci para pejuang kemerdekaan Turkistan. Pun pejuang Turkistan yang melarikan diri akan diculik keluarganya, lalu dipenjara dan disiksa.

Ada penajajahan, ada pula perlawanan. Rakyat Turkistan memberikan perlawanan terhadap penjajah Cina dan Rusia dengen melakukan penyerangan kembali tentara Cina dan Rusia, mengambil alih kembali wilayah-wilayah yang telah dikuasai penjajah, membebaskan para tawanan, mengobarkan semangat revolusi kemerdekaan dan bersatu untuk kemerdekaan Turkistan.

Selain itu, salah satu tokoh dalam novel ini, Najmah Lail, pelayan istana kerajaan Komul juga menunjukkan perlawananannya meski dengan cara yang berbeda. Ia menikah dengan perwira Cina yang jatuh cinta dengannya, meski ia telah memiliki tunangan, dengan tujuan agar keluarga kerajaan dapat melarikan diri pada saat tentara Cina mengepung istana. 

Perjuangannya berakhir ketika ia memutuskan untuk membunuh suaminya sendiri karena suaminya terus menerus membunuh rakyat Turkistan.

Lalu ada pula Mustafa Murad Hadrat, panglima kerajaan Komul, yang tetap setia menjadi panglima perang Turkistan. Perjalanan yang jauh dan mengerikan pun sanggup ia tempuh demi kemerdekaan negerinya kembali. 

Ia akhirnya menikah dengan Najmah yang awalnya adalah tunangannya dan memiliki seorang anak. Di akhir cerita, ia dan Najmah memutuskan untuk pergi ke Makkah karena situasi Turkistan yang sudah kacau balau karena penjajah.

Turkistan Timur

Yang terlintas di pikiran saya ketika membaca novel ini adalah Xinjiang. Dengan segala kejanggalan dan kejadian yang terjadi beberapa tahun ke belakang di Xinjiang meyakinkan saya bahwa Malam-malam Turkistan mengingatkan sejarah tentang daerah ini. Atau novel ini malah menjadi saksi bisu atas ketakutan akan hilang dan lenyapnya negeri mereka, Turkistan yang konon katanya, kemasyhurannya menyamai Andalusia.

Apa yang dilakukan Cina dan Rusia di novel ini mirip dengan apa yang terjadi pada suku Uighur di Xinjiang. Pengesahan undang-undang dilarangnya masyarakat menumbuhkan jenggot dan mengenakan jilbab di depan umum karena mereka dianggap ekstrimis. Undang-undang ini juga secara formal mengadopsi penggunaan pusat pelatihan untuk memerangi ekstrimisme.

Dilansir dari Republika sejumlah media dan LSM di Amerika dan Eropa melaporkan bahwa sedikitnya 1,5 juta etnis Uighur dimasukkan dalam pusat-pusat reedukasi, di lokasi itu mereka didoktrin, tak boleh menjalankan ajaran agama, dipaksa makan makanan haram, serta mengalami penyiksaan.

Selain itu, media barat juga melaporkan adanya penghancuran masjid-masjid bersejarah, pemisahan orang tua dari anak-anak mereka yang dimasukkan dalam istitusi khusus, pengawasan dengan teknologi canggih, serta keja paksa terhadap penghuni kamp reedukasi.

Namun pemerintah Republik Rakyat Cina selalu membantah apa yang dilaporkan media kepada khalayak. Bahwa semua hal ini adalah tidak benar dan tujuan utama dari reedukasi adalah memerangi ekstrimisme dan terorisme. Dan kamp tersebut adalah pusat vokasi untuk memberikan keahlian bagi etnis Uighur sekaligus pusat deradikalisasi.

Ajakan Untuk Membangkitkan Kemanusiaan

Membaca novel, sebuah karya fiksi, berarti menikmati sebuah cerita dan menghibur diri untuk memperoleh kapuasan batin. Karya fiksi tetap merupakan cerita yang menarik dan bangunan struktur yang koheren sekalipun pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditawarkan tidak selalu bahagia. Dan tentunya karya fiksi tetap mempunyai karya yang estetik.

Rasa ingin tahu menjadi lebih tinggi terhadap sesuatu ketika setelah membaca karya sastra. Karena membaca karya sastra jelas meningkatkan empati kepada apa yang terjadi di dalamnya. Lalu tanpa sadar kita akan mencari korelasinya dengan dunia nyata.

Seperti Malam-malam Turkistan, novel yang menceritakan tentang penderitaan rakyat Turkistan termasuk Turkistan Timur ini menawarkan cerita yang pedih namun tetap menarik untuk dibaca karena alur dan gaya bahasanya bagus. 

Selain itu potret bangsa Turkistan yang dijajah jelas sekali menyerupai dengan keadaan suku Uighur di Xinjiang. Mulai dari larangan melaksanakan ritual agama hingga melaksanakan "pendidikan ulang" yang katanya demi memerangi ekstrimisme.

Penulis mengajak kita untuk melihat kemanusiaan yang hilang dan perjuangan mengembalikan kemanusiaan itu.

Dengan jelas diceritakan bahwa penjajahan yang dilakukan Cina dan Rusia kepada Turkistan bukanlah tindakan yang mengindahkan kemanusiaan. Karena mereka merampas kebebasan, menyiksa para rakyat, menyudutkan kaum perempuan, dan memaksakan ideologi mereka terhadap rakyat Turkistan.

Rakyat Turkistan secara jelas digambarkan sangat menderita dan merasa terdzholimi. Disiksa, kehilangan keluarga, dirampas hak-haknya dan dipaksa mengikuti cara pandang bangsa lain. Dari sini kita bisa melihat bahwa penjajahan memang bukanlah tindakan terpuji dan mesti dihilangkan.

Dengan begitu, secara tidak langsung, Malam-malam Turkistan mengajak kita untuk menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Dengan tidak merampas, menyiksa, memaksa dan tindakan buruk lainnya. Karena setiap jiwa layak dihargai dan tidak boleh dihilangkan secara semena-mena.

Namun dengan semangat juang, rakyat Turkistan memberikan perlawanan kepada penajajah Cina dan Rusia tersebut.

Membaca karya sastra secara tak langsung dapat belajar, merasakan, dan menghayati berbagai permasalahan kehidupan yang secara sengaja ditawarkan pengarang. Karena hal ini karya sastra pada umumnya sering dianggap dapat membuat manusia menjadi lebih arif, atau juga dapat dikatakan sastra sebagai "memanusiakan manusia".

Karya sastra bukan hanya sebagai hiburan, tapi menjadi salah satu media untuk membangkitkan kemanusiaan pada diri kita. Karya sastra juga menjadi pengingat, untuk menolak lupa dan luka. Membangkitkan semangat untuk memperjuangkan kemanusiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun