Mohon tunggu...
Ichan Lagur
Ichan Lagur Mohon Tunggu... Wiraswasta - Asli

#YNWA. Felixianus Usdialan Lagur. Black Boy; suka kopi dan gitar. Cp: Lagurirsan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Occupation" dan Sebuah Refleksi Kecil

26 Maret 2020   14:10 Diperbarui: 26 Maret 2020   19:08 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya kira dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, kedua film ini bisa menjadi bahan permenungan yang menarik. Kita harus mengakui, persatuan dan kesatuan menjadi tema yang perlahan-lahan memudar dari kehidupan kita. Dalam banyak hal kita terlampau lupa bagaimana caranya menjadi Indonesia, bagaimana caranya menghidupi semangat bhineka tunggal ika seperti yang dicita-citakan para pendidi bangsa. 

Seperti halnya film yang dimaksud, barangkali kita butuh semacam suatu makhluk asing yang bisa membuat kita lupa segala perbedaan kita. Dalam pembukaannya, "Occuption" menggugah penonton dengan sebuah kutipan yang menarik.

". . .kita seringkali lupa tentang persatuan umat manusia. Mungkin kita butuh ancaman universal asing untuk membuat kita tersadar akan ikatan umum ini (persaudaraan, ed). Sesekali aku berpikir betapa cepat perbedaan kita akan lenyap jika menghadapi ancaman alien dari semesta luar." 

Begitulah, kita barangkali perlu digugat dengan sebuah ancaman besar agar kita tersadar akan pentingnya persatuan; akan pentingnya bersatu dalam perbedaan baik suku, agama, dan ras. Kita perlu diserang oleh suatu kekuatan asing agar sejenak kita tak lagi mempersoalkan perbedaan-perbedaan yang ada.

Dewasa ini, isu SARA menjadi komoditas yang laris di Indonesia. Di televisi kita menemukan banyak berita dan tayangan yang buat putus asa; imam-imam yang saling mengkafirkan satu dengan yang lain, ujaran kebencian antara suku dan agama, saling hujat dan mencela karena perbedaan, pelarangan kegiatan ibadah oleh golongan mayoritas, penghentian pembangunan rumah ibadah, pelarangan penguburan jenazah karena perbedaan agama dan pilihan politik, dan lain sebagainya. 

Di media sosial kita menemukan banyak postingan yang bikin sakit mata; hasut menghasut, cela mencela, caci-mencaci, pokoknya banyak. Setiap hari kita menemukan sampah-sampah digital yang kemudian baik disadari atau tidak turut mempengaruhi pola pikir kita. Efeknya ialah kita kemudian hidup dalam keraguan dan ketakukan dengan kaca mata pengadil kita masing-masing. Jika terus menjadikan isu SARA sebagai senjata, niscaya tanpa harus menunggu tahun 2030 bangsa kita akan runtuh.

Barangkali seperti film di atas, kita butuh suatu serangan yang bisa membuat kita sadar betapa tidak berartinya memperdebatkan perbedaan yang ada dan betapa pentingnya semangat persatuan. Perbedaan ialah sebuah keniscayaan; dan bersama tidak harus selalu sama. Di tengah fenomena semacam ini, saya kira kehadiran virus corona yang melanda bangsa-bangsa dunia memberikan suatu nilai positif yang membuat kita tak lagi peduli tentang perbedaan. 

Kehadiran wabah ini, membuat percakapan-percakapan kita berubah dari hujat menghujat, cela-mencela menjadi suatu percakapan tentang solidaritas dan kemanusiaan, tentang persatuan, tentang menjadi sesama secara baik dan benar, dan percakapan-percakapan lain yang lebih membekas. Kehadiran wabah ini menjadikan kita lebih menggugah nilai-nilai kemanusiaan kita. Kita telah terlalu lama hidup dengan insting kebinatangan yang melihat sesama sebagai ancaman, rival, dan mangsa: dan percayalah ini sungguh melelahkan.

Sejenak, di tengah wabah ini kita diberi ruang untuk tidak lagi hidup dalam kotak-kotak perbedaan, kita diberi ruang untuk menyusun kembali bangunan pemahaman kita tentang apa itu Indonesia, apa itu bhineka tunggal ika, dan bagaimana caranya hidup bersama? Kita sudah terlalu lama lupa apa itu sesama, lupa bagaimana menjadi sesama, dan lupa bagaimana caranya hidup sebagai sesama. 

Barangkali pada titik ini kita mesti berterima kasih pada corona, si makhluk asing yang membangkitkan kembali solidaritas dan nilai-nilai kemanusiaan yang telah lama lenyap dari hati dan pikiran kita. Semoga kita tak lagi peduli tentang perbedaan dan hidup damai sebagai sesuatu yang kita sebut INDONESIA.

Selamat berkarantina dan berkontemplasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun