Mohon tunggu...
Ichan Lagur
Ichan Lagur Mohon Tunggu... Wiraswasta - Asli

#YNWA. Felixianus Usdialan Lagur. Black Boy; suka kopi dan gitar. Cp: Lagurirsan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Occupation" dan Sebuah Refleksi Kecil

26 Maret 2020   14:10 Diperbarui: 26 Maret 2020   19:08 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pexels.com by Pedro Ilhéu Oliveira

Catatan lepas ini merupakan hasil olahan dari status FB saya pada tanggal 18 Maret 2020.

Ruteng saat dureng kadang menjengkelkan; tak ada banyak hal yang bisa kau buat. Saat ini memang sedang ada pameran di halaman gereja katedral Ruteng (yang menjadi bagian dari rangkaian pentabisan uskup Ruteng), meski begitu saya memutuskan untuk tidak ikut dalam kegiatan tersebut. 

Selain karena takut akan wabah virus corona, saya kira rumah merupakan salah satu tempat ternyaman di kala dureng. Sebagai seorang makhluk Tuhan yang duat lintas kabupaten, saya merasa rugi kalau saat libur saya harus menghabiskan waktu di luar rumah. Libur menjadi kepingan waktu yang berharga yang harus saya habiskan bersama orang-orang tercinta. 

Rumah membuat saya mengerti mengapa kehangatan dan kenyaman di tengah cuaca yang nyaris beku memiliki harga yang mahal. Dureng di Ruteng memang beda. Kadang saya merasa kota ini terbuat dari hujan, kopi,dan gorengan. Nilai ke-ruteng-an kota ini seolah-olah hilang kalau dalam seminggu tidak hujan. Hehehe. .

Ooiaa, hari ini saya balik dari Borong, berhubung besok libur. Saya menghabiskan sore hingga malam saya dengan menonton film. Saya bukanlah tipe orang yang update soal film. Saya punya kebiasaan untuk meng-copy film dari teman-teman saya tapi terkadang saya tidak menontonnya. 

Ada beberapa film yang sudah lama mengendap dalam hardisk saya, dan sampai sekarang belum sempat saya nonton. Sore ini, kerena bingung mau buat apa, saya memutuskan untuk menonton film yang berjudul "Occupation". Film ini dirilis tahun pada 2018. Ia bercerita tentang sebuah kota kecil di Australia sana yang diserang oleh sekelompok alien. 

Pada suatu kegiatan pertandingan olahraga, tiba-tiba sekelompok alien datang dan menginvasi kota. Inilah awal mimpi buruk bagi kota kecil yang teduh, tenang dan damai ini. Para alien menembak ke segala arah dan menduduki kota. Beberapa orang, kenalan, dan kerabat dekat meninggal dalam peristiwa ini. Beberapa yang lain dijadikan tawanan oleh para alien. Sungguh suatu peristiwa yang sangat menyedihkan dan mencekam. Ketenangan, kedamaian, kenyamanan, dan kebahagian yang selalu mewarnai kota lenyap dalam seketika. Untuk mengatasi peristiwa ini, pasrah bukanlah pilihan yang tepat. 

Pada situasi ini, segenap warga kota bersatu untuk melawan dan mengusir para alien yang telah merengut dan merampas kebahagiaan mereka. Dengan perjuangan yang panjang, pada akhirnya para alien berhasil dikalahkan dan diusir. Pada akhir cerita kita menjumpai para pemain dipertemukan kembali dengan orang-orang yang mereka jumpai. Walaupun (seperti halnya perang pada umumnya), beberapa orang kehilangan orang berharga mereka. Mereka berhasil merebut kembali kebahagiaan dan kedamaian mereka, mereka berhasil membawa pulang kemerdekaan mereka sebagai manusia bebas.

Berbicara mengenai serangan alien, beberapa tahun lalu pas masih kuliah saya pernah menonoton sebuah film bertajuk "Battleship". Kalau tidak salah film ini diproduksi pada tahun 2012. Film ini juga bercerita tentang serangan makhluk asing. Jika "Occupation" bercerita tentang semangat persatuan pada skala lokal suatu kota kecil di Australia, "Battleship" bercerita tentang bagaimana negara-negara di dunia bersatu untuk melawan dan mengusir mahkluk asing tersebut. 

Film ini mengisahkan tentang bagaimana armada pertahanan negara-negara dunia bersatu padu untuk melawan makhluk asing yang mencoba menginvasi bumi. Seluruh bangsa melepaskan segala perbedaan dan kepentingan mereka dan bersatu untuk mengusir para alien yang menyerang bumi. Di akhir cerita kita menyaksikan bagaimana kekuatan persatuan dan kesatuan menjadikan pasukan bumi menjadi lebih kuat dan berhasil menghancurkan makhluk asing ini.

Saya kira benang merah yang bisa ditarik dari kedua film ini ialah tentang semangat persatuan dan kesatuan. Kedua film ini memberikan pesan tentang bagaimana pentingnya melepas ego dan bersatu demi mencapai kepentingan bersama, demi terciptanya dunianya yang aman dan damai. Dengan persatuan, kita menjadi lebih kuat. Hal ini bisa kita liat dalam analogi sapu lidi yang sering kita dengar sejak SD.

Saya kira dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, kedua film ini bisa menjadi bahan permenungan yang menarik. Kita harus mengakui, persatuan dan kesatuan menjadi tema yang perlahan-lahan memudar dari kehidupan kita. Dalam banyak hal kita terlampau lupa bagaimana caranya menjadi Indonesia, bagaimana caranya menghidupi semangat bhineka tunggal ika seperti yang dicita-citakan para pendidi bangsa. 

Seperti halnya film yang dimaksud, barangkali kita butuh semacam suatu makhluk asing yang bisa membuat kita lupa segala perbedaan kita. Dalam pembukaannya, "Occuption" menggugah penonton dengan sebuah kutipan yang menarik.

". . .kita seringkali lupa tentang persatuan umat manusia. Mungkin kita butuh ancaman universal asing untuk membuat kita tersadar akan ikatan umum ini (persaudaraan, ed). Sesekali aku berpikir betapa cepat perbedaan kita akan lenyap jika menghadapi ancaman alien dari semesta luar." 

Begitulah, kita barangkali perlu digugat dengan sebuah ancaman besar agar kita tersadar akan pentingnya persatuan; akan pentingnya bersatu dalam perbedaan baik suku, agama, dan ras. Kita perlu diserang oleh suatu kekuatan asing agar sejenak kita tak lagi mempersoalkan perbedaan-perbedaan yang ada.

Dewasa ini, isu SARA menjadi komoditas yang laris di Indonesia. Di televisi kita menemukan banyak berita dan tayangan yang buat putus asa; imam-imam yang saling mengkafirkan satu dengan yang lain, ujaran kebencian antara suku dan agama, saling hujat dan mencela karena perbedaan, pelarangan kegiatan ibadah oleh golongan mayoritas, penghentian pembangunan rumah ibadah, pelarangan penguburan jenazah karena perbedaan agama dan pilihan politik, dan lain sebagainya. 

Di media sosial kita menemukan banyak postingan yang bikin sakit mata; hasut menghasut, cela mencela, caci-mencaci, pokoknya banyak. Setiap hari kita menemukan sampah-sampah digital yang kemudian baik disadari atau tidak turut mempengaruhi pola pikir kita. Efeknya ialah kita kemudian hidup dalam keraguan dan ketakukan dengan kaca mata pengadil kita masing-masing. Jika terus menjadikan isu SARA sebagai senjata, niscaya tanpa harus menunggu tahun 2030 bangsa kita akan runtuh.

Barangkali seperti film di atas, kita butuh suatu serangan yang bisa membuat kita sadar betapa tidak berartinya memperdebatkan perbedaan yang ada dan betapa pentingnya semangat persatuan. Perbedaan ialah sebuah keniscayaan; dan bersama tidak harus selalu sama. Di tengah fenomena semacam ini, saya kira kehadiran virus corona yang melanda bangsa-bangsa dunia memberikan suatu nilai positif yang membuat kita tak lagi peduli tentang perbedaan. 

Kehadiran wabah ini, membuat percakapan-percakapan kita berubah dari hujat menghujat, cela-mencela menjadi suatu percakapan tentang solidaritas dan kemanusiaan, tentang persatuan, tentang menjadi sesama secara baik dan benar, dan percakapan-percakapan lain yang lebih membekas. Kehadiran wabah ini menjadikan kita lebih menggugah nilai-nilai kemanusiaan kita. Kita telah terlalu lama hidup dengan insting kebinatangan yang melihat sesama sebagai ancaman, rival, dan mangsa: dan percayalah ini sungguh melelahkan.

Sejenak, di tengah wabah ini kita diberi ruang untuk tidak lagi hidup dalam kotak-kotak perbedaan, kita diberi ruang untuk menyusun kembali bangunan pemahaman kita tentang apa itu Indonesia, apa itu bhineka tunggal ika, dan bagaimana caranya hidup bersama? Kita sudah terlalu lama lupa apa itu sesama, lupa bagaimana menjadi sesama, dan lupa bagaimana caranya hidup sebagai sesama. 

Barangkali pada titik ini kita mesti berterima kasih pada corona, si makhluk asing yang membangkitkan kembali solidaritas dan nilai-nilai kemanusiaan yang telah lama lenyap dari hati dan pikiran kita. Semoga kita tak lagi peduli tentang perbedaan dan hidup damai sebagai sesuatu yang kita sebut INDONESIA.

Selamat berkarantina dan berkontemplasi.

dokpri
dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun